Minggu, 02 Mei 2021

Mengukur Kualitas Sholat Kita

NCS-225

Assalamualaikum.Wr.Wb

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الذِّي أَرْسَلَ رَسُولَهُ شَاهِدًاوَمُبَاشِرًاوَنَذِيْرًاوَّدَاعِيًاإِلَى اللَهِ بِإِ ذْنِهِ وَسِرَا جًامُنِيْرًااَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِمْ عَلَى عَبْدِ كَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِ نَامُحَمَّدِوَّعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ نَالُوْاخَيْرًا.أَمَابَعْدُ

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya untuk menjadi saksi, pemberi kabar gembira, dan pemberi peringatan serta dan untuk penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Ya Allah limpahkanlah shalawat serta salam kepada hamba dan utusan-Mu Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya yang memperoleh kebaikan.

Didalam ajaran Islam shalat menempati kedudukan yang sangat agung. Ia merupakan salah satu dari Rukun Islam yang lima. Shalat juga merupakan tiang agama. Bahkan perintah Shalat ini langsung diperintahkan oleh Allah Swt tanpa melalui perantara Malaikat Jibril yang terjadi ketika peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
 
Dalam sebuah hadits dari Mu’adz  bin Jabal bahwa Rasulullah Saw bersabda 

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعُوْمُدُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ (رَوَاهُ التِّرْمِذِي

Artinya : “Pangkal semua perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah Jihad dijalan Allah”. (HR. At-Tirmidzi di shahihkan oleh Al-Bani dalam sisilah Ash-Shahihah).
 
Di samping itu, kita juga dapat mengetahui urgensi dan kedudukan shalat yang sangat besar yaitu dengan shalat dapat memelihara kita dari ancaman siksa yang sangat pedih di Neraka Saqar.
 
Allah Swt berfirman :
 
Artinya : ‘Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Neraka Saqar? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat’ (Al-Mudattstir [74]: 42-43)
 
Karena shalat adalah amalan yang pertama dihisab di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda : 

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَامَلِهِ صَلاَتُهُ فَاءِ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ (رَوَاهُ التِّرْمِذِي

Artinya : “Amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat dari seorang hamba adalah shalatnya. Jika shalatnya baik maka telah sukses dan beruntunglah ia, sebaliknya jika jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia”. (HR. At-Tirmidzi).

Nah sekarang mari kita bersama-sama menakar kualitas shalat kita masing-masing. Berada dalam golongan manakah shalat yang selama ini kita laksanakan.
 
Ibnu Qoyyim dalam Al-Wabil Al-Shayyib menyebutkan ada lima tingkatan orang yang melaksanakan shalat. Kelima tingkatan itu bagaikan anak tangga yang dimulai dari paling rendah sampai yang paling sempurna.
Tingkatan-tingkatan itu adalah sebagai berikut ini :

Orang yang shalat di I’qab (di-adzab)

Tangga pertama ini adalah orang yang mendzalimi diri sendiri. Ia melakukan shalat dengan ala kadarnya sekedar untuk melepas kewajiban. Ia tidak menyempurnakan wudhunya, tidak memelihara waktu-waktunya, syarat-syaratnya dan Rukun-rukunnya.
 
Sebagaimana Firman Allah SWT :

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Artinya : ‘Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (4)  (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya’. (Al-Ma’un [107]: 4 -5)
 
Orang-orang yang lalai adalah orang yang meremehkan shalat.
 
Sa’ad bin Abi Waqqash berkata : “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. Tentang orang-orang yang lalai dari shalatnya, Beliau menjawab : Yaitu mengakhir-ngakhirkan waktunya.
 
Diriwayatkan oleh Qatadah bahwa Rasulullah bersabda :
 

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ قَالُوْ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ لاَ يُتِمُّ رُكُوْعَهَا وَلاَ سُجُوْدَهَا (رَوَاهُ اَحْمَدُ

 
Artinya : “Manusia yang paling buruk perbuatan mencurinya adalah orang yang mencuri shalatnya.”Seseorang bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang itu mencuri shalatnya? Rasulullah menjawab : yaitu ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. (HR. Ahmad).
 
Jama’ah Shalat Isya’ dan Tarawih Rahimakumullah
 
Orang yang shalat di Hisab (di timbang)

Anak tangga kedua adalah orang yang menjaga waktu shalat, wudhu dan syarat-syarat dan rukun-rukun tetapi tak berdaya menghadapi bisikan (was-was) syetan dan pikirannya masih diluar shalat.
 
Orang yang berada  pada tangga ini lebih baik dari yang pertama karena ia sudah punya kesadaran tentang bagaimana tata cara shalat yang baik, berdasarkan tuntunan Rasulullah Saw, tetapi objek perhatiannya baru sebatas penampilan luar shalatnya belum bias menghadirkan kekhusyukan dalam shalatnya.
 
Orang yang shalat mengapai maghfirrah (ampunan)

Anak tangga ketiga adalah orang yang menjaga syarat-syaratnya, rukun-rukunnya tetapi ia sibuk melawan bisikan syetan dan pikiran dalam shalatnya. Ada dua pekerjaan dilakukan sekaligus satu waktu yaitu shalt dan berjuang melawan syetan.
 
Anak tangga ketiga ini tentu lebih baik dibanding tingkat kedua. Karena ia mulai memiliki kesadaran tentang hakikat shalat. Akan tetapi yang namanya syetan juga berusaha keras untuk melalaikan shalatnya.
 
Allah Swt berfirman :

اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا ۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِ ۗ ﴿فاطر : ۶

Artinya : Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), Karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu Hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (Q.S Fatthir [35]: 6)
 
Ibnu katsir menjelaskan berkenaan ayat ini :
“Setan adalah musuh yang menantang kalian dengan mengumumkan permusuhan, Oleh karena itu janganlah kalian turuti bujuk rayunya”
 
Jama’ah Shalat Isya’ dan Tarawih Rahimakumullah
 
Orang yang shalat mendapat jaza’ minallah (pahala dari Allah)
Anak tangga keempat adalah orang yang menyempurnakan syarat dan rukunya. Dia sadar bahwa kewajibanya adalah menyempurnakan semua itu. Ketika shalat hatinya hadir bersama jasadnya menghadap Allah SWT. Pada saat itu merasa sedang diawasi atau dilihat Allah SWT.
 
Orang ini mulai bisa merasa lega dalam shalatnya. Usaha yang terus dilakukanya untuk mengusir syetan mulai berhasil. Syetan tidak lagi punya kemampuan menggodanya. Syetan mulai sadar dengan komitmennya orang yang shalat itu ia tidak mampu menggoda hamba Allah yang ikhlas.
 
Artinya : ‘Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau Aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka’. (Shaad [38]: 82-83)
 
Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang Telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah Swt.
 
Orang yang dengan shalatnya sudah dapat menjadi Qurrata ‘ain (Penyejuk pandangan mata)

Anak tangga kelima adalah orang yang menegakkan shalat dengan sempurna dan hatinya hadir menghadap Allah. Ia sadar sedang berhadapan dengan Allah. Dia seolah-olah melihat Allah. Shalat baginya bukan sebuah beban, tetapi sudah menjadi hiburan yang menghilangkan duka lara.
 
Inilah puncak Ihsan seorang manusia dalam shalatnya. Rasulullah bersabda dalam hadits Jibril  :

…..مَا الإِحْسَانُ؟ قَالَ أَنْ تَعْبُدُ اللهَ كَاأَنَّكَ تَرَاهُ فَاءِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاءِنَّهُ يَرَاكَ (رَوَاهُ الْبُخَارِي)

Artinya : Jibril bertanya : Apakah yang dimaksud Ihsan? Nabi menjawab : “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau dapat melihatnya, Jika engkau tidak melihatnya. Sesungguhnya Allah melihat engkau (HR. Al-Bukhari).
 
Dan gambaran nyata dari tipe shalat ini adalah Rasulullah Saw. Sebagaimana sabdanya : 

وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلاَةِ

Artinya : “Allah menjadikan kesenanganku ada dalam shalat” (HR. An-Nasai, Ahmad, dishahihkan oleh Al-Bani dalam silsilah ash-shahihah).
 
Dan juga hadits ketika Rasulullah memerintahkan Bilal untuk adzan untuk memanggil shalat, dengan shalat merupakan hiburan buat Rasulullah Saw.
 
Jama’ah Shalat Isya’ dan Tarawih Rahimakumullah
 
Dari penjelasan shalat di atas sekarang marilah kita melihat kita berada dalam posisi dimana. Kalau kita sudah berada posisi 4-5 berusahalah untuk istiqamah akan tetapi kalau kita masih pada posisi 3, 2, bahkan 1 maka segeralah untuk memperbaiki shalat kita.

TUTUNAN SHOLAT

SYARAT SYAH WUDHU

Syarat Syarat wudhu dan Penjelasannya :

1. Islam
Maka tidak syah wudhunya orang kafir atau orang murtad.

2. Tamiyiz
Yang dimaksud dengan tamiyiz adalah seseorang yang memahami dari pada percakapan atau bisa makan sendiri, minum sendiri dan membersihkan buang hajat sendiri atau bisa membedakan antara kanan dan kiri atau juga bisa membedakan antara kurma dan bara api.

3. Bersih dari haid dan nifas
Haid adalah darah yang keluar pada waktu tertentu bagi setiap wanita yang sudah dewasa. sedangkan nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan.

4. Tidak adanya sesuatupun yang mencegah sampainya air ke kulit anggota wudhu
Yaitu bersihnya kulit anggota wudhu dari semisal cat atau kotoran kotoran lain yang menempel di kulit sehingga air tidak bisa masuk.

5. Tidak ada sesuatupun di anggota wudhu yang bisa merubah air
Yaitu bersihnya anggota tubuh yang bisa merubah air dan mencabut nama air tersebut. contohnya seperti tinta dan jakfaron yang banyak.

6. Mengetahui kefardhuan/kewajiban dari pada wudhu
Seorang yang wudhu harus mengetahui bahwasannya hukum dari pada wudhu adalah fardhu. jia dia meyakini bahwa wudhu hukumnya adalah sunnah maka tidak syah wudhunya.

7. Tidak meyakini kefardhuan/kewajiban dari pada rukun rukun wudhu adalah sunnah
Seseorang yang wudhu tidak boleh meyakini rukun rukun wudhu memiliki hukum sunnah semisal dia meyakini bahwasannya membasuh kedua tangan sampai siku siku adalah sunnah.

8. Memakai air yang suci dan mensucikan
Yaitu air yang digunakan adalah air yang bersih dari najis dan juga bukan air musta'mal. air musta'mal adalah air yang digunakan pertama kali dalam bersuci (basuhan wajib).

9. Masuknya waktu
Seseorang yang terus menerus mengeluarkan najis (anyang anyangan-beser) maka wudhunya harus masuk waktu sholat. diluar waktu sholat tidak syah.

10. Muwalah
Yaitu tanpa adanya jeda waktu antara setiap basuhan wudhu dan sholat bagi yang selalu hadas. jadi setelah melaksanakan wudhu diharuskan langsung melaksanakan sholat.

NB : syarat nomer 9 dan 10 berlaku bagi yang selalu mengeluarkan hadast secara terus menerus ( anyang-anyangan).


FARDHU WUDHU

 Syekh Salim bin Sumair Al-Hadhrami dalam kitabnya Safinatun Najâ mengungkapkan:

فروض الوضوء ستة: الأول النية الثاني غسل الوجه الثالث غسل اليدين مع المرفقين الرابع مسح شيئ من الرأس الخامس غسل الرجلين مع الكعبين السادس الترتيب

Fardhu wudhu ada enam:

1. Niat,

Berikut ini adalah bacaa niat ketika hendak melakukan wudhu ;

Niat Berwudhu

 

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا الِلَهِ تعَالَى

Nawaitul whudu-a lirof'il hadatsil ashghori fardhol lillaahi ta'aalaa


Artinya :
"Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil fardu (wajib) karena Allah ta'ala"

 

2. Membasuh muka,

3. Membasuh kedua tangan beserta kedua siku,

4. Mengusap sebagian kepala,

5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki, dan

6. Tertib,

 

Keenam rukun tersebut dijelaskan oleh Syekh Nawawi Banten sebagai berikut.

1. Niat wudhu dilakukan secara berbarengan pada saat pertama kali membasuh bagian muka, baik yang pertama kali dibasuh itu bagian atas, tengah maupun bawah.
Bila orang yang berwudhu tidak memiliki suatu penyakit maka ia bisa berniat dengan salah satu dari tiga niat berikut:
   a. Berniat menghilangkan hadats, bersuci dari hadats, atau bersuci untuk melakukan shalat.
   b. Berniat untuk diperbolehkannya melakukan shalat atau ibadah lain yang tidak bisa dilakukan kecuali dalam keadaan suci.
   c. Berniat melakukan fardhu wudhu, melakukan wudhu atau wudhu saja, meskipun yang berwudhu seorang anak kecil atau orang yang memperbarui wudhunya.

Orang yang dalam keadaan darurat seperti memiliki penyakit ayang-ayangen atau beser baginya tidak cukup berwudhu dengan niat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats. Baginya wudhu yang ia lakukan berfungsi untuk membolehkan dilakukannya shalat, bukan berfungsi untuk menghilangkan hadats.

Sedangkan orang yang memperbarui wudhunya tidak diperkenankan berwudhu dengan niat menghilangkan hadats, diperbolehkan melakukan shalat, atau bersuci dari hadats.

2. Membasuh muka

Sebagai batasan muka, panjangnya adalah antara tempat tumbuhnya rambut sampai dengan di bawah ujung kedua rahangnya. Sedangkan lebarnya adalah antara kedua telinganya. Termasuk muka adalah berbagai rambut yang tumbuh di dalamnya seperti alis, bulu mata, kumis, jenggot, dan godek. Rambut-rambut tersebut wajib dibasuh bagian luar dan dalamnya beserta kulit yang berada di bawahnya meskipun rambut tersebut tebal, karena termasuk bagian dari wajah. tetapi tidak wajib membasuh bagian dalam rambut yang tebal bila rambut tersebut keluar dari wilayah muka.

3. Membasuh kedua tangan beserta kedua sikunya.
Dianggap sebagai siku bila wujudnya ada meskipun di tempat yang tidak biasanya seperti bila tempat kedua siku tersebut bersambung dengan pundak.

4. Mengusap sebagian kecil kepala
Mengusap sebagian kecil kepala ini bisa hanya dengan sekadar mengusap sebagian rambut saja, dengan catatan rambut yang diusap tidak melebihi batas anggota badan yang disebut kepala. Seumpama seorang perempuan yang rambut belakangnya panjang sampai sepunggung tidak bisa hanya mengusap ujung rambut tersebut karena sudah berada di luar batas wilayah kepala. Dianggap cukup bila dalam mengusap kepala ini dengan cara membasuhnya, meneteskan air, atau meletakkan tangan yang basah di atas kepala tanpa menjalankannya.

5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki
Dalam hal ini yang dibasuh adalah bagian telapak kaki beserta kedua mata kakinya. Tidak harus membasuh sampai ke betis atau lutut. Diwajibkan pula membasuh apa-apa yang ada pada anggota badan ini seperti rambut dan lainnya. Orang yang dipotong telapak kakinya maka wajib membasuh bagian yang tersisa. Sedangkan bila bagian yang dipotong di atas mata kaki maka tidak ada kewajiban membasuh baginya namun disunahkan membasuh anggota badan yang tersisa.

6. Tertib
Yang dimaksud dengan tertib di sini adalah melakukan kegiatan wudhu tersebut secara berurutan sebagaimana disebut di atas, yakni dimulai dengan membasuh muka, membasuh kedua tangan beserta kedua siku, mengusap sebagian kecil kepala, dan diakhiri dengan membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki.


SUNNAH SUNNAH WUDHU

Syekh Abu Syuja’ Al-Asfahani menyebutkan ada sepuluh perkara-perkara yang sunah dilakukan dalam berwudhu. Dalam kitabnya Matn Ghayah At-Taqrib beliau mengatakan:

وسننه عشرة أشياء: التسمية وغسل الكفين قبل إدخالهما الإناء والمضمضة والاستنشاق ومسح الأذنين ظاهرهما وباطنهما بماء جديد وتخليل اللحية الكثة وتخليل أصابع اليدين والرجلين وتقديم اليمنى على اليسرى والطهارة ثلاثا ثلاثا والموالاة

Artinya: “Ada sepuluh sunah dalam berwudhu, yaitu membaca basmalah, membasuk kedua telapak tangan sebelum memasukannya ke dalam tempat air, berkumur, menghirup air ke dalam hidung, mengusap bagian luar dan dalam telinga dengan air yang baru, menyela-nyela rambut jenggot yang tebal, menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki, mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri, tiga kali basuhan, dan berturut-turut.”

Kesepuluh hal tersebut dijelaskan secara singkat oleh Sykeh Ibnu Qasim Al-Ghazi sebagai berikut:

1. Membaca basmalah dilakukan pada awal pertama kali akan melakukan wudhu dengan kalimat “bismillah” untuk ringkasnya atau “bismillahirrahmanirrahim” untuk sempurnanya. Bila di awal berwudhu belum membaca basmalah maka bisa disusulkan di pertengahan wudhu. Namun bila sampai selesai berwudhu belum juga membacanya maka tak perlu dilakukan.

2. Membasuh kedua telapak tangan sampai dengan pergelangan tangan dilakukan sebelum berkumur. Bila air yang digunakan untuk berwudhu berada pada bejana dan vulomenya kurang dari dua qullah maka sebelum kedua telapak tangan dimasukkan ke bejana tersebut dibasuh tiga kali terlebih dahulu bila diragukan kesucian kedua telapak tangan tersebut. Adalah makruh memasukkan keduanya ke dalam bejana sebelum membasuhnya terlebih dahulu. Namun bila yakin bahwa kedua telapak tangannya dalam keadaan suci maka tidak mengapa memasukkannya tanpa membasuhnya terlebih dahulu.

3. Berkumur dilakukan setelah membasuh kedua telapak tangan. Kesunahan berkumur ini bisa didapatkan dengan cara memasukkan air ke dalam mulut, baik air tersebut digerakkan di dalamnya dan kemudian dimuntahkan ataupun tidak. Yang lebih sempurna adalah memuntahkannya.

4. Menghirup air kedalam hidung dilakukan setelah berkumur. Kesunahannya bisa didapatkan dengan cara memasukkan air ke dalam hidungdengan cara menghisapnya hingga sampai di pangkal hidung dan kemudian menyemprotkannya ataupun tidak. Yang lebih sempurna adalah menyemprotkannya.

Orang yang berkumur dan menghirup air ke dalam hidung saat berwudhu dituntut untuk melakukannya secara kuat. Lebih utama lagi bila kedua kesunahan itu dilakukan dengan tiga kali cidukan di mana masing-masing cidukan digunakan untuk berkumur kemudian dihirup ke dalam hidung. Ini lebih utama dari pada memisah keduanya dengan cidukan sendiri-sendiri.

5. Membasuh seluruh kepala, tidak hanya sekedar mengusapnya saja. Sebagaimana diketahui bahwa mengusap sebagian kepala adalah merupakan rukun wudhu yang hukumnya wajib. Sedangkan membasuh keseluruhan kepala adalah sunah hukumnya.

Sebagai catatan, sunah membasuh kepala ini tidak disebutkan dalam salah satu dari sepuluh sunah wudhu yang disebutkan oleh Syekh Abu Syuja’ dalam kitab Taqribnya. Namun demikian Syekh Ibnu Qasim menyebutkannya dalam menjelaskan tulisan Abu Syuja’ sehingga pada akhirnya sunah wudhu yang disebutkan di sini ada sebelas, bukan sepuluh sebagaimana tersebut di atas.

6. Mengusap seluruh bagian luar dan dalam kedua telinga dengan menggunakan air yang baru, bukan dengan menggunakan basahnya air yang digunakan untuk membasuh kepala. Dalam melakukan ini sunahnya dengan cara memasukkan kedua jari telunjuk tangan ke dalam lubang telinga dan melakukannya pada lekukan-lekukan telinga, sedangkan ibu jari dijalankan pada bagian luar telinga. Setelah itu kedua telapak tangan yang dalam keadaan basah dilekatkan pada kedua telinga.

7. Menyela-nyela rambut jenggot yang tebal adalah sunah hukumnya. Sedangkan menyela-nyela jenggot yang tipis adalah wajib. Ini dilakukan dengan cara memasukkan jari-jari ke bagian bawah janggut.

8. Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki hukumnya sunah meskipun air wudhu bisa sampai tanpa menyela-nyela. Namun bila dengan tidak menyela-nyela air tidak bisa sampai ke sela-sela jari maka wajib hukumnya untuk menyela-nyela.

9. Mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri untuk kedua tangan dan kedua kaki. Adapun untuk dua anggota badan yang bisa dengan mudah dibasuh dengan sekali basuhan seperti kedua pipi maka cukup dibasuh dengan sekali basuhan secara bersamaan tanpa harus mendahulukan yang kanan dari yang kiri.

10. Menigakalikan basuhan. Yakni setiap anggota badan yang dibasuh pada saat berwudhu dibasuh atau diusap sebanyak masing-masing tiga kali.

11. Berturut-turut. Artinya tidak ada jeda yang lama di antara basuhan dua anggota badan. Setiap anggota badan dibasuh segera setelah anggota sebelumnya selesai dibasuh dan belum mengering. Berturut- turut ini dihukumi sunah bagi orang yang tidak dalam kondisi darurat. Adapun bagi orang yang dalam kondisi darurat, seperti berpenyakit beser, selalu buang air, atau terkena istihadlah, maka hukum berturut-turut dalam berwudhu menjadi wajib.

 


Billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar