Senin, 28 Februari 2022

ACARA PAPAJAR

*Assalamualaikum diberitaukan kepada seluruh keluarga besar paguyuban kultum 141.200 mhz hasil keputusan panitia mapag bulan suci Ramadhan 1443  H telah di putuskan Sebagai*
berikut:

Tempat : di rumah bundring
Alamat TCI (taman Cibaduyut indah blok B no 225.

Waktu : hari Minggu
Tgl.      : 20 Maret 2022
PKL.     ; 10:00 s/d 15:30
Kepada rekan rekan yang mau ikut partisipasi agar menghubungi Bundring no WA 081220330711 Catatan daftar Ahir tgl 15 Maret 2022 M

*DAFTAR PESERTA*
001. Yachya Yusliha✓
002. Ketua Atang bren✓ 141.200
003. Ketua paguyuban DS✓
004. Bundring✓
005. Bentar✓
006. Oma Azam✓
007. Opa Kinan✓
008. Om etoy✓
009. Teh Mia✓
010. Om Deden Dodi✓
011. Teh intan✓
012. Om Aim✓
013. Bravo✓
014. Opes✓
015. teh Maci✓
016. Sesepuh om jabrig✓
017. Papap✓
018. AA Kamarung
019. Babah carly
020. Ambu sera
121.
122
123
124
125


Lanjutkan 

CEK SPPDI

https://iar-ikrap.postel.go.id/index.php/registrant/detail/F_2vLZ1JiJJCawVX0VgiYQ~~

Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Bumi

Khutbah Pertama:

﴿ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (1) يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ ﴾ [سبأ: 1–٢] ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اَلْحَلِيْمُ الشَّكُوْرُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا .

أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،

Takwa adalah pondasi kebahagiaan dan jalan menuju kesuksesan di dunia dan akhirat.

 Ketauhilah wahai hamba Allah, Allah ﷻ mengajak hamba-hamba-Nya berpikir dan merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya yang telah Dia ciptakan. 

Merenungi tentang ciptaan-Nya yang sempurna dan agung yang menunjukkan betapa agung dan mulianya pencipta makhluk-makhluk tersebut. 

Betapa banyak ayat-ayat Alquran yang memberi penjelasan yang begitu gamblang akan kesempurnaah sang Khalik, Allah ﷻ.

Ada yang menyatakan, “Dalam segala sesuatu terdapat tanda-tanda keagungan-Nya, Yang menunjukkan ke-Maha Esaannya”.

Jamaah kultum

Di antara tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah ﷻ yang menunjukkan ke-Maha Sempurnaan-Nya adalah bumi ini. 

Bumi yang menjadi tempat manusia hidup dan berjalan di atasanya. 

Di dalam bumi sendiri sangat banyak tanda-tanda kebesaran Allah yang menunjukkan Dialah Yang Maha Sempurna. Allah ﷻ,

إِنَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman.” (QS:Al-Jaatsiyah | Ayat: 3).

وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS:Adz-Dzaariyat | Ayat: 20).

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS:Al-Ghaasyiyah | Ayat: 17-20).

Betapa agungnya ayat-ayat Allah ﷻ ini. 

Semuanya menujukkan betapa sempurnanya Dia ﷻ. 

Bumi ini, Allah adakan bukan untuk main-main, sia-sia, atau bahkan berbuat kebatilan. 

Yang demikian jauh dari hikmah dan kebaikan. 

Maha Suci Allah dari melakukan perbuatan yang sia-sia seperti ini. 

Allah ﷻ tidak menciptakannya sia-sia. 

Malah Dia berikan kepada penghuni bumi kenikmatan yang banyak. 

Kenikmatan yang tidak hingga jumlahnya.

وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ (10) فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ (11) وَالْحَبُّ ذُو الْعَصْفِ وَالرَّيْحَانُ (12) فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

“Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). 

Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. 

Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. 

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS:Ar-Rahmaan | Ayat: 13).

Ibadallah,

Di antara tanda kebesaran dan kekuasaan Allah ﷻ di bumi adalah Allah tidak menjadikan bumi itu bergoncang atau hancur menghilang. 

Padahal ia berada di alam yang memiliki ruang. Ada benda-benda tata surya yang bisa saling menghancurkan. Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah.

Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS:Faathir | Ayat: 41).

Dia ﷻ juga berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya.” (QS:Ar-Ruum | Ayat: 25).

Maha Besar dan Maha Suci Allah. Betapa agungnya kekuasaan-Nya. 

Dia berkemampuan menahan bumi agar tidak bergoncang dan menghilang. 

Ini adalah tanda kekuasaan-Nya dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Tidak ada sesembahan-sesembahan selain Allah yang dapat melakukan demikian.

Bahkan sesembahan selain Allah ﷻ tidak mampu menolak bahaya dan mendatangkan manfaat untuk diri mereka sendiri. 

Dia-lah Allah ﷻ, Rabb Yang Maha Agung.

Allah menyempurnakan penciptaan bumi dengan memancangkan gunung-gunung sebagai pengokoh dumi dan juga sebagai keindahan serta nikmat-nikmat lainnya.

وَأَلْقَى فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ

“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu.” (QS:An-Nahl | Ayat: 15).

وَالْجِبَالَ أَرْسَاه

“Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.” (QS:An-Naazi’aat | Ayat: 32).

Allah ﷻ menjadikan gunung untuk menjaga agar bumi tidak bergoncang. 

Gunung-gunung itu tegak dan menghujam ke dalam bumi.

 Allah ﷻ menjadikannya bagaikan paku untuk bumi agar ia tetap kuat dan kokoh.

Kemudian Allah menghamparkan bumi ini untuk para hamba-Nya. 

Agar hamba-hamba tersebut bisa hidup di atasnya. Allah ﷻ berfirman,

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا

“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan.” (QS:Nuh | Ayat: 19).

Dan firman-Nya juga,

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. 

Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS:Al-Mulk | Ayat: 15).

وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا

“Dan Kami hamparkan bumi itu.” (QS:Qaaf | Ayat: 7).

Alangkah agung penciptan-Nya. Allah menghamparkan bumi. Di atasnya ada jalan-jalan. 

Padanya juga kapal-kapal bisa berlayar. 

Di bumi itu pula manusia dan makhluk-makhluk lainnya mengais rezeki mereka dan mencari kenikmatan-kenimatan yang telah Allah anugerahkan.

 Alangkah agung dan sempurna ciptaan-Nya.

Ibadallah,

Di antara tanda kebesaran Allah yang lainnya, yang ada di bumi adalah Anda melihat ada bagian bumi yang kering yang tidak tumbuh di sana tumbuh-tumbuhan, kemudian Allah ﷻ turunkan air lalu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang hijau menyejukkan pandangan. 

Dan ini adalah ayat-ayat Allah ﷻ yang menunjukkan kebesaran-Nya. Menunjukkan Dialah Tuhan yang sebenarnya. 

Dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu. Allah ﷻ berfirman,

وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (5) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِ الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (6) وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ

“Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.

Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (QS:Al-Hajj | Ayat: 5-7).

Ibadallah,

Tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya yang lain, yang ada di muka bumi adalah variasinya jenis-jenis tumbuhan.

Beda bentuknya, warnanya, buahnya, rasanya, dll. padahal tumbuh-tumbuhan itu disirami dengan air yang sama. 

Yaitu air yang berasal dari langit yang sama. 

Alangkah agungnya tanda-tanda kebesaran-Nya. Allah ﷻ berfirman,

وَفِي الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي الْأُكُلِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. 

Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. 

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS:Ar-Ra’d | Ayat: 4).

Ibadallah,

Allah jadikan bumi ini kokoh bagi para hamba-Nya. 

Bumi itu tenang tidak membuat orang yang tinggal di atasnya berdesak-desakan. Allah ﷻ berfirman,

اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا

“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap…” (QS:Al-Mu’min | Ayat: 64).

Bumi itu kokoh, orang yang berjalan di atasnya tenang tidak terombang-ambing. 

Alangkah besar tanda kekuasaan Allah ﷻ di bumi.

Perhatikan dan renungkanlah, ketika bumi ini bergoncang, goncangan gempa yang hanya terjadi pada suatu waktu dan pada bagian tertentu saja.

Lihatlah manusia kehilangan ketenangan mereka. Itu hanya terjadi di sebagian tempat dan dalam waktu yang singkat.

Apabila gempa itu sangat kuat, maka ia bisa membinasakan manusia.

Kita mendengar baru-baru ini terjadi gempa di sebagian wilayah dunia. 

Terjadi dalam suatu malam, namun mengakibatkan ribuan nyawa melayang. Ribuan manusia binasa dalam satu waktu saja. 

Rumah-rumah mereka hancur. Kebun dan ladang mereka rusak. Ini adalah tanda kebesaran Allah. Allah ﷻ mampu mematikan ribuan manusia dalam satu waktu. 

Dialah yang kuasa atas segala sesuatu. Allah ﷻ berfirman,

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

“Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (QS:Al-Israa’ | Ayat: 59).

Allah ﷻ memberi pengajaran dan pelajaran bagi hamba-hamba-Nya. 

Agar mereka kembali ingat betapa mereka itu lemah dan Allah ﷻ adalah yang Maha Kuat, Maha Mulia, dan Maha Sempurna. Dia kuasa atas segala sesuatu.

Tidakkah hamba-hamba Allah mengingat nikmat tenang dan tidak bergoncangnya bumi. 

Bumi tempat mereka tinggal dan berjalan. 

Renungkanlah wahai hamba Allah, kalau sekiranya bumi yang ada di bawah kita ini, yang kita sedang duduk dan berjalan di atasnya, ia terus bergetar, bagaimana keadaan kita? Bagaimana keadaan manusia? Bagimana keadaan rumah-rumah dan bangunan? Bagaimana keadaan tanaman di perkebunan?

Ibadallah,

Manfaat itulah yang kadang tidak kita rasakan seabgai kenikmatan. 

Ketenangan bumi inilah yang sudah kita anggap biasa sehingga sedikitnya syukur kita kepada-Nya. 

Hendaknya kita merenungkan tanda kebesaran Allah. Hendaknya kita menyambut seruan dan perintah-Nya. Ada seorang ulama salaf yang berkata ketika terjadi gempa.

Ia berkata kepada orang-orang, “Sesungguhnya Rabb kalian mengingatkan kalian agar kembali kepada-Nya”. Hendaknya seorang hamba kembali dan bertaubat kepada Allah. 

Mengingat kebesaran-Nya. Mengingat kembali bahwasanya Allah menciptakan mereka untuk menaati mereka.

Dijelaskan dalam buku-buku sirah bahwasanya terjadi gempa bumi di Kota Madinah, di zaman Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu

Umar pun berdiri dan berkhotbah menasihati dan mengingatkan masyarakat.

Di antara yang beliau katakana adalah, “Kalau gempa ini terjadi lagi, aku tidak akan tinggal bersama kalian lagi di kota ini”. Maksud beliau tidak mau lagi, karena kalian setelah bersalah tidak segera kembali kepada Allah.

Ibadallah,

Hendaknya kita bertaubat kepada Allah. 

Mengingat nikmat-nikmat dan anugerah-Nya kepada kita.

 Mengingat apa yang telah Dia beri kepada kita di bumi ini. 

Dia mengadakan kita dari tidak ada. 

Dia telah membuat bumi tenang sehingga kita bisa hidup dan berjalan di atasnya dengan tenang pula. 

Kepada Allah lah kita semestinya taat. Dan kepada-Nya pula mestinya kita merasa takut.

 Wajib agi kita para hamba menerima perintah-perintah-Nya. Dan rahmat serta kasih sayang-Nya lah yang kita harapkan.

اَللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَى وَ أَعِنَّا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ المُتَعَظِّيْنَ المُعْتَبِرِيْنَ، وَاجْعَلْ لَنَا فِيْمَنِ ابْتَلَيْتَهُمْ مِنْ عِبَادِكَ عِظَةً وَعِبْرَةً، وَلَا تَجْعَلْنَا لِغَيْرِنَا عِظَةٍ وَعِبْرَةٍ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا سَوَاءَ السَّبِيْلِ وَأَعِنَّا يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ.

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى.

Ibadallah,

Marilah kita merenungkan dan memikirkan keadaan kita dan keadaan bumi ini. Allah ﷻ berfirman,

وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا (17) ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا

“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.” (QS:Nuh | Ayat: 18).

Sesungguhnya manusia itu berasal dari bumi ini. Karena bapak mereka, Adam, dan keturunannya diciptakan dari tanah. Allah ﷻ menciptakan manusia dari tanah dan akan mengembalikan mereka kepadanya pula. Orang-orang yang wafat akan dikubur di bumi. Allah telah mencukupkan bumi bagi manusia, baik saat mereka masih hidup ataupun telah meninggal dunia.

أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ كِفَاتًا (25) أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا

“Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-orang hidup dan orang-orang mati?” (QS:Al-Mursalaat | Ayat: 26).

Allah ﷻ telah mencukupkan bumi kepada manusia. Mereka hidup dan tinggal di atasnya semasa hidup mereka. Kemudian mereka berada di dalam bumi saat mereka telah meninggal dunia.

ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا

“Kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.” (QS:Nuh | Ayat: 18).

Kemudian manusia kembali dibangkitkan dan dikeluarkan dari bumi untuk berdiri di hadapan Allah ﷻ mempertanggung-jawabkan amalan mereka. allah ﷻ akan menghisab amalan-amalan yang telah mereka perbuat selama tinggal di muka bumi. Apakah mereka hidup di bumi dalam keadaan beribadah kepada Allah, khusyuk menunaikan perintah-Nya. Sebagaiman firman Allah ﷻ tentang ibadurrahman?

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati.” (QS:Al-Furqaan | Ayat: 63).

Ataukah mereka hidup di bumi dengan berbuat kerusakan, sombong, dan congkak? Hisab dan perhitungan amal di hadapan Allah pada hari kiamat tergantung dengan amalan seorang hamba selamA hidup di dunia.

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ

“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit…” (QS:Ibrahim | Ayat: 48).

Ibadallah,

Kembalilah kepada-Nya. Kembalilah kepada-Nya dengan menaati-Nya. Melaksanakan perintah-Nya dan mempersiapkan diri saat berdiri di hadapan-Nya. Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu menundukkan hawa nafsunya, beramal untuk persiapan kehidupan setelah kematian. Dan orang yang lemah adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya dan panjang angan-angannya.

وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى خَيْرِ مَنْ مَشِي عَلَى الأَرْضِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ صَلَوَاتُهُ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ .

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَّ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدْيْق، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَ كَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى، اَللَّهُمَّ وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِحَّةَ العَافِيَةَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .

اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَامْكُرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا وَيَسِّرْ الهُدَى لَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ وَبَارَكَ وَأَنْعَمَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .



Minggu, 27 Februari 2022

Pengaruh Shalat dan Maksiat Terhadap Rezeki

Khutbah Pertama:

إِنَّ الحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ ؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ

Allah Ta’ala berfirman,

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-‘Ankabut/29: 45).

Ibadallah,

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran),” Allah Azza wa Jallamemerintahkan kepada kita untuk membaca wahyu-Nya, yaitu Alquran. Arti dari membaca adalah mengikuti semua yang terkandung di dalamnya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berjalan di atas petunjuk-Nya, membenarkan seluruh yang dikabarkan, merenungi makna-makna yang terkandung di dalamnya dan membaca lafaz-lafaznya.

Maksud dari penyebutan “bacalah” dalam ayat ini hanyalah penyebutan sebagian makna untuk mewakili makna yang lain. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa arti dari kata perintah “bacalah” adalah menjalankan agama seluruhnya. Sehingga perintah berikutnya, yaitu “dan dirikanlah shalat!” hanyalah penyebutan sebagian hal dari keumuman perintah untuk menjalankan seluruh agama.

Dalam ayat ini terdapat perintah khusus untuk mengerjakan shalat, karena shalat memiliki banyak keutamaan, kemuliaan dan membuahkan berbagai kebaikan, di antaranya  “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”

Al-fahsya’ (perbuatan-perbuatan keji) artinya seluruh dosa besar dan sangat buruk namun jiwa terpancing untuk melakukannya. Al-Munkar adalah setiap maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah manusia.

Mengapa shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Karena seorang hamba jika mengerjakannya dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syarat shalat serta khusyu’, maka itu dapat menerangi dan membersihkan hatinya, menambah keimanannya, dan menambah keinginan untuk berbuat baik. Semakin kuat keinginannya untuk berbuat baik dan semakin sedikit atau bahkan tidak ada keinginan untuk melakukan keburukan.

Oleh karena itu, dengan selalu mengerjakan dan menjaga shalat dengan baik, maka shalat akan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Ini termasuk tujuan dan buah dari shalat.

Dzikir di dalam shalat mencakup dzikir dalam hati, lisan dan badan. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menciptakan manusia hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah yang paling afdhal yang dilakukan manusia adalah shalat. Di dalam shalat terdapat ibadah dengan menggunakan seluruh tubuh, yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla mengatakan, yang artinya, “Dan Sesungguhnya mengingat Allah Azza wa Jallaadalah lebih besar.”

“Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan,” yang baik maupun yang buruk. Allah Azza wa Jalla akan membalas dengan balasan yang sesuai.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Firman Allah Azza wa Jalla :

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.

Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya untuk mengerjakan shalat. Shalat memiliki banyak manfaat. Diantaranya adalah seseorang akan terhalangi dari perbuatan keji dan mungkar.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّي بِاللَّيْلِ، فَإِذَا أَصْبَحَ سَرَقَ. قَالَ: إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا تَقُولُ

Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Sesungguhnya si Fulan shalat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Sesungguhnya shalatnya tersebut akan menahannya’. (HR. Ahmad).

Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum mengatakan bahwa di dalam shalat terdapat sesuatu yang dapat menahan dan mencegah seseorang dari perbuatan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla . Barangsiapa shalatnya tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan ma’ruf (yang baik) dan tidak melarangnya dari perbuatan mungkar, maka dia hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah Azza wa Jalla dengan shalat tersebut.

Al-Qatadah rahimahullah dan al-Hasan rahimahullah berkata bahwa barangsiapa yang shalatnya tidak dapat menahannya dari perbuatan fahsya’ dan mungkar, maka shalatnya tersebut menjadi perusak dirinya.

Firman Allah Azza wa Jalla :

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan

Firman Allah Azza wa Jalla di atas ditafsirkan dengan berbagai tafsir berikut:

Mengingat Allah Azza wa Jalla lebih besar pengaruhnya dibandingkan shalat dalam hal menahan seseorang dari perbuatan keji dan mungkar, karena shalat memang dapat mencegah seseorang dari kemungkaran saat shalat, tetapi ketika di luar shalat pengaruhnya lebih kecil. Sedangkan ber-dzikir kepada Allah Azza wa Jalla bisa menjadi pelindung dari perbuatan mungkar setiap saat.

Ber-dzikir kepada Allah Azza wa Jalla termasuk amalan yang paling afdhal. Dalam riwayat Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya:

أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَرْضَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ  وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟  قَالُوا: وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: ذِكْرُ اللَّهِ

Maukah saya kabarkan kepada kalian amalan terbaik, amalan yang paling di-ridha-i oleh Rabb kalian, lebih bisa meningggikan derajat kalian, lebih baik daripada memberikan emas dan perak, serta lebih baik daripada kalian bertemu dengan musuh kalian, kalian penggal kepala-kepala mereka kemudian mereka memenggal kepala kalian? Mereka pun berkata, “Apakah itu, ya Rasulullah!” Beliau berkata, “Dzikir kepada Allah.”

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

Diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya Dzikir Allah (penyebutan Allah Azza wa Jallaterhadap para hamba-Nya di hadapan para malaikat) lebih besar (daripada dzikir hamba kepada Allah Azza wa Jalla).

Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Azza wa Jalla berfirman:

مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَمَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ مِنَ النَّاسِ ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَطْيَبَ

“Barangsiapa mengingatku di dalam dirinya maka aku akan mengingatnya di dalam diriku. Barangsiapa mengingatku ditengah sekelompok orang, maka Aku akan mengingatnya di sekelompok (makhluk) yang lebih banyak dan lebih baik dari itu.” (HR. Ahmad).

‘Abdullah bin Rabi’ah rahimahullah berkata, “Ibnu ‘Abbas pernah berkata kepadaku, ‘Apakah engkau mengetahui tafsir dari perkataan Allah Subhanahu wa Ta’ala (وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ )?’ Saya pun mengatakan, ‘Ya.’ Beliau berkata, ‘Apa tafsirnya?’ Saya menjawab, ‘Dia adalah bertasbih, bertahmid dan bertakbir dalam shalat, begitu pula membaca Alquran dan yang sejenisnya.’ Beliau berkata, ‘Engkau telah mengatakan sesuatu perkataan yang aneh. Artinya tidak sepertinya itu, tetapi yang benar adalah Allah Azza wa Jalla mengingat kalian ketika Allah Azza wa Jalla memerintahkan dan melarang di saat kalian mengingatnya, lebih besar daripada ingat kalian kepada-Nya.

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

Diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya mengingat Allah (dengan shalat) adalah lebih besar (daripada mengingatnya di selain shalat). Hal ini sebagaimana terdapat pada ayat:

فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ

Bersegeralah menuju dzikir (mengingat) Allah. (Al-Jumu’ah/62:9)

Arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat Jumat. Begitu pula dengan ayat dalam surat al-‘Ankabut ini, arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat.

Ibadallah,

Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana disebutkan dalam ayat ini. Begitu pula seperti apa yang dialami oleh Nabi Syu’aib ‘alaihissallam. Kaum Nabi Su’aib ‘alaihissallam mencela Nabi Syu’aib dengan mengatakan:

قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ

Mereka berkata, ‘Ya Syu’aib apakah shalatmu yang memerintahkan kepadamu agar kami meninggalkan apa-apa yang bapak-bapak kami ibadahi atau kami melakukan pada harta-harta kami apapun yang kami inginkan.” (Hud/11:87)

Nabi Syu’aib ‘alaihissallam terkenal dengan kerajinannya dalam mengerjakan shalat, sehingga kaumnya terheran-heran ketika mereka disuruh untuk meninggalkan kesyirikan dan meninggalkan perbuatan haram mereka dalam mencari harta.

Ini menunjukkan bahwa shalat berpengaruh terhadap ketaatan seseorang kepada Allah dan dapat menahannya dari mencari harta dengan jalan yang diharamkan.

Ibadallah,

Abul-‘Aliyah rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat tiga hal. Setiap shalat yang kehilangan satu saja dari tiga hal ini maka itu bukan shalat, yaitu: keikhlasan, rasa takut dan mengingat Allah. Keikhlasan akan menyuruhnya untuk berbuat ma’ruf, ketakutannya kepada Allah akan melarangnya dari perbuatan mungkar dan dzikirullah dengan membaca Alquran akan menyuruhnya dan juga melarangnya.

Ibnu ‘Aun Al-Anshari rahimahullah berkata, “Apabila engkau sedang shalat, maka engkau berada dalam hal yang ma’ruf (baik). Engkau telah menahan dirimu dari mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.”

Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi hafidzhahullah berkata, “Dalam shalat, hal pertama yang dilakukan adalah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla, kemudian kedua adalah menjaga kebersihan hati agar tidak memalingkan ibadah kepada selain Rabb Azza wa Jalla ketika mengerjakannya. Kemudian mengerjakan shalat pada waktunya di masjid-masjid, rumah Allah, dan bersama jamaah kaum Muslimin, hamba-hamba Allah dan wali-walinya. Kemudian memperhatikan rukun-rukunnya, di antaranya: membaca al-Fatihah, ruku’ serta ber-thuma’ninah di dalamnya, bangkit dari ruku’ serta ber-thuma’ninah di dalamnya, kemudian sujud di atas dahi dan hidung serta ber-thuma’ninah di dalamnya dan rukun terakhirnya adalah khusyu’, yaitu ketenangan, kelembutan hati dan meneteskan air mata. Shalat yang seperti inilah yang memunculkan cahaya energi yang dapat menghalangi seseorang agar tidak tercebur ke dalam syahwat dan dosa, serta tidak mendatangi perbuatan keji dan tidak mengerjakan perbuatan mungkar.”

Ibadallah,

Dosa yang dilakukan oleh seseorang dapat berpengaruh terhadap rezeki yang Allah Azza wa Jalla berikan kepadanya. Allah Azza wa Jalla menahan rezeki orang yang berbuat maksiat. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. (Al-A’raf/7:96)

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ ﴿٦٥﴾ وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ

Dan sekiranya ahli kitab beriman dan bertakwa, tentulah kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Alquran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah/5: 65-66)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq/65:2-3)

Ayat-ayat di atas menunjukkan kaitan yang erat antara rezeki seseorang dengan ketakwaannya kepada Allah Azza wa Jalla . Orang yang berbuat maksiat kepada Allah Azza wa Jalla bukanlah orang yang bertakwa kepada-Nya.

Saudaraku kaum muslimin,

Orang yang meninggalkan shalat telah melakukan dosa yang sangat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

Sesungguhnya pembeda antara seseorang dengan kesyirikan atau kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim).

Orang yang meninggalkan shalat bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla .

Allah Azza wa Jalla menyebutkan kaitan yang erat antara shalat dan rezeki seseorang di dalam ayat berikut, Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ ﴿١٣١﴾ وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabb kamu lebih baik dan lebih kekal. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thaha/20:131-132)

Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa orang yang mengerjakan shalat kemudian memiliki kesabaran yang kuat ketika mengerjakannya, maka dia akan diberikan rezeki oleh Allah Azza wa Jalla tanpa bersusah payah mencarinya. Inilah ganjaran bagi orang yang bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla.

Dalam kisah Nabi Syu’aib ‘alaihissallam, Allah Azza wa Jalla menyebutkan perkataan Nabi Syu’aib ‘alaihissallam setelah kaumnya memahami bahwa shalatlah yang menahan beliau dari perbuatan mungkar:

قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا

Syu’aib berkata, “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti nyata dari Rabbku dan dianugerahi-Nya aku dari rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? (Hud/11:88)

Nabi Syu’aib ‘alaihissallam menjelaskan kepada mereka bahwa dengan shalat dan penjelasan yang nyata dari Rabb-nya, maka Allah Azza wa Jalla memberikannya rezeki yang baik dan halal. Berbeda dengan mereka yang sibuk mencari harta-harta haram.

Meski demikian, sebagian orang tidak percaya akan adanya kaitan erat antara shalat dengan rezeki. Ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissallam:

قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ

Wahai Syu’aib! Kami tidak paham banyak hal dari apa yang kamu katakan. (Hud/11:91)

Mereka mengatakan ini karena hati-hati mereka lebih terikat dan lebih tertarik pada dunia dibandingkan dengan shalat.

أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .

أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ تَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا هِيَ خَيْرُ زَادِ يُبَلِّغُ إِلَى رِضْوَانِ اللهِ ، وَتَقْوَى اللهَ جَلَّ وَعَلَا : أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَرْجُوْ ثَوَابَ اللهِ ، وَأَنْ تَتْرَكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَخَافُ عِقَابَ اللهِ .

Ibadallah,

Orang-orang yang belum bisa mengerjakan shalat lima waktu wajib bertaubat kepada Allah dengan segera. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Mengampuni para hamba-Nya yang mau bertaubat.

Di antara yang dapat meleburkan dosa adalah mengerjakan shalat lima waktu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau radhiyallahu ‘anhu mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ ؟ قَالُوا : لاَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا

Bagaimana menurut kalian jika di depan pintu seorang di antara kalian terdapat sungai yang setiap hari dia mandi di dalamnya. Apakah akan tersisa kotoran di tubuhnya?” Para sahabat menjawab, “Tidak tersisa kotoran sedikit pun di tubuhnya.” Beliau berkata, “Seperti itulah shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa”

Allah Azza wa Jalla menjanjikan rezeki yang berlimpah untuk orang yang mau bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu! Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh/71:10-12)

Ibadallah,

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama: Shalat dan Dzikir kepada Allah Azza wa Jalla dapat menahan seseorang dari pekerjaan keji dan mungkar.

Kedua: Shalat yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar adalah shalat yang terpenuhi rukun-rukun shalat, keikhlasan, kekusyu’an, ketakutan kepada Allah dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla.

Ketiga: Perbuatan dosa seseorang dapat menahan rezeki Allah kepadanya dan ketakwaan dapat melancarkannya.

Keempat: Shalat sangat berpengaruh kepada ketakwaan seseorang dan dapat menjadi sebab dibukakannya pintu rezeki yang halal dan baik.

Kelima: Shalat lima waktu dapat menghapuskan dosa-dosa seseorang yang telah lalu.

وَاعْلَمُوْا أَنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كَلَامُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعُةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ .

وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ عَلِيٍّ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي أَرْضِ الشَامِ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَهُمْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا،

اَللَّهُمَّ وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَّنَهُ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ العَمَلَ الَّذِيْ يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ. اَللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ الإِيْمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ. اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.


Memacu Diri Agar Istiqomah Beribadah

Khutbah Pertama:

إن الحمد لله ؛ نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ، من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له , وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله بلّغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح الأمة ؛ فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله وصحبه أجمعين .

أما بعد معاشر المؤمنين :

Bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Karena takwa akan menjaga dan menunjuki seseorang kepada hal yang terbaik untuk permsalahan dunia dan akhiratnya.

Ibadallah,

Sesungguhnya maksud dari diciptakannya manusia dan jin adalah untuk mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya. Dalil tentang tujuan diciptakannya manusia untuk mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah:

﴿ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا ﴾

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS:Ath-Thalaaq | Ayat: 12).

Dan dalil bahwasanya tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya:

﴿ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴾

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS:Adz-Dzaariyat | Ayat: 56).

Allah Ta’ala menciptakan jin dan manusia untuk mengenal-Nya melalui ayat-ayat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, keagungan dan kesempurnaan-Nya. Agar manusia tahu bahwa Allah lah Sang Pencipta, Rabb Yang Maha Agung. Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Beriman dengan semua hal ini dengan tauhid dan penetapan. Mentauhidkan Allah dalam peribadatan. Menjadikan-Nya satu-satunya yang berhak disembah, satu-satunya yang ditaati. Tidak boleh menyembah selain Allah. tidak boleh mempersembahkan suatu peribadatan kepada selain Allah.

Ibadallah,

Ibadah yang menjadi tujuan hamba diciptakan pengertiannya adalah segala sesuatu yang Allah cintai dan ridhai, baik berbentuk ucapan atau perbuatan, yang zahir maupun yang batin. Ibadah ada yang merupakan ibadah hati. Seperti: berharap, takut, taubat, tawakkal, dll. Ada juga ibadah dengan lisan. Seperti: berdzikir mengingat Allah ﷻ, membaca Alquran, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan seluruh ucapan yang benar yang diperuntukkan untuk Allah. Ada juga ibadah dengan anggota badan. Seperti: mengerjakan ketaatan, berdiri untuk beribadah dan mendekatkan diri dengan amalan yang Allah Ta’ala perintahkan.

Ibadah itu juga diartikan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Meninggalkan yang dilarang dan menjauhinya termasuk ibadah yang Allah perintahkan. Rasulullah ﷺ bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Tanda baiknya keislaman seseorang adalah dengan meninggalkan hal yang tidak bermanfaat untuknya.”

Dalam hadits lainnya, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Pezina tidak berzina ketika ia berzina sedang ia dalam keadaan mukmin; pencuri tidak mencuri ketika ia mencuri sedang ia dalam keadaan mukmin; dan orang tidak minum minuman keras ketika ia meminumnya sedang ia dalam keadaan beriman.”

Ibadallah,

Ibadah seseorang tidak akan diterima kecuali dengan dua syarat yang asasi. Pertama, mengikhlaskan ibadah. Dan kedua, meneladani Rasulullah ﷺ. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

﴿ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا﴾

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS:Al-Kahfi | Ayat: 110).

Allah ﷻ tidak menerima amalan seseorang apabila amalan tersebut tidak ikhlas untuk-Nya. Dalam hadits qudsi, Allah ﷻ berfirman,

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim).

Dan Allah Ta’ala juga tidak menerima ibadah yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah ﷺ. Suatu amalan dalam agama yang tidak ada tuntunannya dari Nabi ﷺ, maka malan tersebut tertolak. Tidak terima oleh Allah ﷻ. Dalah Shahihain, Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak berasal dari kami, maka amal tersebut tertolak.”

﴿ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ﴾

“Agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS:Huud | Ayat: 7).

Fudhail bin Iyadh rahimahullah menjelaskan makna ayat ini dengan mengatakan, “Yang paling ikhlas dan paling benar”. Kemudian ada yang bertanya, “Wahai Abu Ali, apa yang dimaksud yang paling ikhlas dan paling benar?” Ia menjawab, “Sesungguhnya apabila amal itu ikhlas, tapi tidak benar, maka dia tidak diterima. Demikian juga jika benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima. Ikhlas adalah semata-mata karena Allah. Dan benar adalah yang sesuai contoh sunnah.”

Ibadallah,

Ibadah memiliki ragam yang banyak dan jenis yang berbeda-beda. Semuanya dijelaskan dalam Kitabullah dan sunnah Rasulullah ﷺ. Ibadah yang paling agung dalam Islam adalah sebagaimana yang terdapat dalam sabda Nabi ﷺ,

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan”. (HR. Bukhari).

Ibadallah,

Kemudian, setiap ibadah yang kita jadikan jalan mendekatkan diri kepada Allah, seperti: shalat, puasa, haji, dll, semuanya harus mencukupi rukunnya. Rukun ibadah adalah dilakukan dengan perasaan cinta kepada Allah, berharap pahala darin-Nya, dan takut akan adzab-Nya. Semua ibadah yang kita lakukan harus ditegakkan dengan ketiga rukun ini: cinta, harap, dan takut. Jadi, kita beribadah kepada Allah karena kita cinta kepada Allah, karena kita berharap pahala dari-Nya, dank arena kita takut akan hukuman-Nya. Kita shalat karena kita mencintai Allah, kita berharap pahala shalat tersebut, dan kita takut dihukum kalau tidak mengerjakannya. Kita berpuasa karena mencintai Allah, karena berharap pahala-Nya, dan karena takut akan hukuman-Nya. Demikianlah dalam semua ketaatan dan semua ibadah. Inilah yang Allah firmankan dalam Alquran:

﴿ أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا ﴾

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS:Al-Israa’ | Ayat: 57).

Ibadallah,

Ahli ibadah dan orang-orang yang beramal untuk akhirat, serta orang-orang yang menempuh perjalanan untuk menggapai ridha Allah ﷻ, sesungguhnya mereka sedang berlomba. Oleh karena itulah Rasulullah ﷺ bersabda,

سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ ، قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ

“al-Mufarridun telah mendahului.” Para sahabat berkata, “Siapa al-Mufarridun wahai Rasulullah?” Nabi ﷺ bersabda, “Kaum laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim).

Orang-orang yang beramal untuk akhirat dan beribadah kepada Allah, hakikatnya mereka menjadikan kehidupan dunia mereka sebagai medan perlombaan. Allah ﷻ berfirman,

﴿ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ ﴾

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu´ kepada Kami.” (QS:Al-Anbiyaa | Ayat: 90).

Dan firman Allah ﷻ,

﴿ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ ﴾

“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS:Al-Mu’minuun | Ayat: 61).

Dan banyak ayat serupa dengan ayat-ayat ini.

Ibadallah,

Barangsiapa yang beramal untuk akhirat, sungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang Allah cintai dan ridhai dari amalan-amalan shaleh dan ucapan yang benar, ia akan sukses dan untung. Usaha mereka adalah usaha yang besar yang akan menghasilkan buah yang agung di dunia dan akhirat. Ini adalah anugerah Allah ﷻ untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Untuk golongan-Nya yang jujur. Dan wali-wali-Nya yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Buah dari ibadah dan ketaatan sangatlah banyak. Allah ﷻ berfirman,

﴿ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴾

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS:An-Nahl | Ayat: 97).

Ya Allah, berilah kami taufik untuk beribadah kepada-Mu. Tolong kami untuk menaati-Mu. Tunjukilah kami, wahai Rabb kami, ke jalan yang lurus. Ya Allah berilah kami pencerahan dengan agama-Mu. Tolong kami untuk menaati-Mu, ya Dzal Jalali wal Ikram. Perbaiki untuk kami, wahai Tuhan kami, agama kami yang menjadi pokok urusan kami. perbaiki untuk kami dunia kami, yang menjadi tempat kami mencari penghidupan. Perbaiki untuk kami, akhirat kami, yang merupakan tempat kembali kami. jadikan kehidupan dunia kami ini tambahan kebaikan. Dan kematian kami istirahat dari segala keburukan.

أقول هذا القول وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المؤمنين من كل ذنب فاستغفروه يغفر لكم إنه هو الغفور الرحيم .

Khutbah Kedua:

الحمد لله عظيم الإحسان واسع الفضل والجود والامتنان ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله ؛ صلى الله وسلم عليه وعلى آله وصحبه أجمعين .

Ibadallah,

Seungguhnya sikap terbaik seorang hamba dalam menjaga ketaatan kepada Allah adalah perhatian besar mereka tentang bagaimana orang-orang shaleh menempuh perjalanannya. Seonga ahli ibadah membutuhkan perkara-perkara yang dapat membantunya untuk terus giat beribadah dan menaati Allah. Di antara yang dibutuhkan ahli ibadaha adalah:

Pertama: sabar.

Sabar memiliki tiga bentuk. Sabar dalam menaati Allah, sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah, dan sabar dalam menghadapi takdir yang Allah tetapkan.

Kedua: Tawakal.

Tawakal kepada Allah adalah meminta tolong kepada Allah dengan bersandar kepada-Nya dalam menggapai kebaikan agama dan dunia. Nabi ﷺ bersabda kepada Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu,

يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).” (HR. Abu Dawud).

Ketiga: Apabila ibadah terasa berat bagi seorang hamba, maka yang paling mudah untuknya adalah ibadah hati dengan mengingat Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dalam hadits riwayat at-Turmudzi, dari Abdullah bin Busr radhiallahu ‘anhu,

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ

“Ada seseorang yang berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam begitu banyak untukku (amalkan). Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang kurutinkan?’ Nabi ﷺ bersabda, ‘Hendaklah lidahmu senantiasa berdzikir kepada Allah’.”

Hadits ini adalah dalil tentang betapa besarnya faidah dzikir. Dzikir merupakan bentuk ketaatan yang mudah yang menolong seseirang untuk senantiasa beribadah dan merendahkan dirinya di hadapan Allah ﷻ.

Keempat: Bersyukur atas nikmat Allah, memuji-Nya atas pemberian dan karunia-Nya.

Sebesar-besar karunia Allah kepada kita adalah Dia memberi kita taufik untuk memeluk agama ini. sehingga kita menjadi seorang yang mengerjakan shalat dan puasa. Ini adalah karunia yang sangat besar. Seorang mukmin adalah mereka yang bersyukur kepada Allah ﷻ atas nikmat dan pemberian-Nya. Dan rasa syukur akan menambah nikmat. Allah ﷻ berfirman,

﴿وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ﴾

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” (QS:Ibrahim | Ayat: 7).

PENGASUH SHOLAT DAN RIZKI

SELAMAT MEMPERINGATI ISRA MI'RAJ

DO'A KHATAM AL-QURAN

اللهم أوزعنا شكر نعمك ,  اللهم أوزعنا شكر نعمك , ووفقنا لاستعمال نعمك في طاعتك وما يقرب إليك , وجنِّبنا إلهنا منكرات الأخلاق والأهواء والأدواء إنك سميع الدعاء وأنت أهل الرجاء وأنت وليُّنا ونعم الوكيل .

هذا وصلوا وسلموا رعاكم الله على محمد بن عبد الله كما أمركم الله بذلك في كتابه فقال: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد ، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد , وارض اللهم عن الخلفاء الراشدين الأئمة المهديين ؛ أبي بكر الصديق ، وعمر الفاروق ، وعثمان ذي النورين ، وأبي الحسنين علي , وارض اللهم عن الصحابة أجمعين وعن التابعين ومن اتبعهم بإحسان إلى يوم الدين ، وعنا معهم بمنك وكرمك وإحسانك يا أكرم الأكرمين .

اللهم أعز الإسلام والمسلمين وأذل الشرك والمشركين ودمر أعداء الدين واحم حوزة الدين يا رب العالمين , اللهم آمنا في أوطاننا وأصلح أئمتنا وولاة أمورنا واجعل ولايتنا فيمن خافك واتقاك واتبع رضاك يا رب العالمين , اللهم وفق ولي أمرنا لما تحب وترضى ، وأعنه اللهم على البر والتقوى ، وسدّده في أقواله وأعماله وارزقه البطانة الصالحة الناصحة يا رب العالمين , اللهم وفق جميع ولاة أمر المسلمين للعمل بكتابك واتباع سنة نبيك محمد صلى الله عليه وسلم واجعلهم رحمة ورأفة على عبادك المؤمنين.

اللهم آت نفوسنا تقواها ، زكها أنت خير من زكاها ، أنت وليها ومولاها , اللهم إنا نسألك الهدى والتقوى والعفة والغنى , اللهم لك أسلمنا وبك آمنا وعليك توكلنا وإليك أنبنا وبك خاصمنا نعوذ بعزتك لا إله إلا أنت أن تضلنا فأنت الحي الذي لا يموت والجن والإنس يموتون.

اللهم إنا نسألك من كل خير خزائنه بيدك ، ونعوذ بك اللهم من كل شر خزائنه بيدك , ونسألك اللهم الجنة وما قرب إليها من قول أو عمل ، ونعوذ بك من النار وما قرب إليها من قول أو عمل , اللهم اغفر لنا ولوالدينا وللمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات ، اللهم اغفر ذنوب المذنبين من المسلمين وتبْ على التائبين ، اللهم ارحم موتانا وموتى المسلمين ، واشف مرضانا ومرضى المسلمين , اللهم وفرج همّ المهمومين من المسلمين ، ونفّس كرب المكروبين ، واقض الدين عن المدنين ، اللهم وارفع عنا الغلاء والوباء والزلازل والفتن والمحن والفتن كلها ما ظهر منها وما بطن ؛ عن بلدنا هذا خاصة وعن سائر بلاد المسلمين عامة يا أرحم الراحمين, ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار , ربنا إنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين .

عباد الله : اذكروا الله يذكركم ، واشكروه على نعمه يزدكم ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .

Sabtu, 26 Februari 2022

Keniscayaan Budaya Islam.


Oleh: Ustadz Yachya Yusliha

Allah SWT menciptakan manusia dengan beberapa kemampuan, agar mereka dapat berinteraksi dengan sesamanya sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial.

Diantara kemampuan itu adalah, dengan mulut atau lisan manusia bertutur, dengan akhlak manusia bisa berperilaku dan dengan jiwa empati, simpati, dan segala bentuk perasaan lainnya, manusia bisa berinteraksi satu sama lain.

Pada dasarnya, dengan kemampuan itu manusia ingin mewujudkan keinginan dan tujuannya di persada bumi ini, nah. Apa tujuan manusia? Tujuan manusia ada dua, yaitu kebaikan dan kebahagiaan

Kaum muslimin jamaah Jumat yang berbahagia

Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa pandangan seseorang terhadap kebahagiaan dan kebaikan itu berbeda-beda satu sama lain, tidak menutup kemungkinan, pandangan kami terhadap kebaikan dan kebahagiaan berbeda dengan jama’ah sekalian, atau diantara jama’ah juga saling berbeda pandangan terhadap kebaikan dan kebahagiaan itu, bahkan bisa jadi saling bertolak belakang.

Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut, selanjutnya akan melahirkan cara berperilaku yang berbeda, dan prilaku yang berbeda itu akhirnya menimbulkan kebudayaan yang berbeda pula, karena pada dasarnya budaya itu lahir dari interaksi prilaku manusia.

Dalam pandangan Islam, dari perbedaan itu, setidaknya ada dua budaya yang berkembang besar, hingga menjadi dua landansan umat manusia dalam menjalani fungsinya sebagai makhluk sosial:

Pertama: Siapa saja yang memandang bahwa kebaikan dan kebahagiaan itu tolak ukurnya dunia semata

Tanpa ada tujuan terhadap akhirat, maka kebaikan dan kebahagiaan hanya berupa harta wanita dan tahta, maka ia akan melakukan apa saja untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan menurut ukurannya, berinteraksi dengan pola pikir dunia, bersosialisasi dengan tujuan meraup harta, mendapat pasangan hidup yang cantik dan menduduki kekuasaan yang tinggi, dan segala tindak tanduk lainnya yang didasarkan pada kesenangan dunia, dari itu akan terbentuk interaksi dunia semata, yaitu interaksi yang tak mengindahkan tujuan akhirat, interaksi yang kosong dari ajaran Islam. Dari interaksi inilah muncul budaya yang sering kita sebut sebagai “budaya jahiliyah”.

Hal yang perlu disadari bersama bahwa, budaya jahiliyah ini sejatinya adalah budaya yang merusak, menjadi virus disetiap segi, tidak hanya pada kehidupan manusia, juga merusak pada tatanan alam semesta.

Bagaimana tidak, interaksi yang terbentuk didalam budaya jahiliyah ini, adalah interaksi syahwat belaka, ajaran Islam yang telah ditiadakan digantikan oleh system brutal untuk mewujudkan kesenangan dunia semata, akibatnya segala cara ditempuh untuk tujuan itu, segala cara dipergunakan, meski harus mengorbankan banyak orang, atau meski merusak banyak lini. Baik dari aspek jiwa, hingga aspek di luar jiwa.

Lihat saja, korupsi merajalela, perampokan dimana-mana, permerkosaan dan perzianahan semakin meningkat juga semakin keji dan masih banyak lagi penyakit-penyakit sosial yang diakibatkan oleh budaya jahiliyah yang terbentuk dari interaksi-interaksi hewaniyah.

Sehingga secara jelas, budaya jahiliyah ini akan menurukan derajat manusia menjadi lebih hina dari pada hewan. Sehingga dampak yang paling parah yaitu orang muslim yang menjadi musuh Islam, sebab keisalaman dicampakkan lalu diganti dangan pola hidup jahiliyah, atau barat, dewasa ini yang hanya memuaskan nafsu belaka. Padahal Rasululllah SAW telah mengultimatum kita semua sebagai umatnya dengan sabdanya:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (أبي داود

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia tergolong didalam golongan tersebut” (HR. Abu Daud)

Kedua: siapa-siapa saja yang memandang bahwa kebaikan dan kebahagiaan itu tolak ukurnya adalah penilaian Allah SWT.

Kebaikan dan kebahagiaan itu adalah wujud dari Ridho-Nya, sehingga untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan tersebut harus sesuai dengan ajaran-Nya, yaitu syariat Islam, maka mereka-mereka inilah yang akan membentuk suatu budaya yang kita sebut sebagai “budaya Islami” sebab, tentunya dengan interaksi-interaksi mereka yang sesuai dengan tuntunan Islam, itu akan melahirkan kondisi sosial yang seluruhnya didasari oleh aturan-aturan Islam.

Dan jika telah terwujud yang demikian, maka segala aspek kehidupan, baik manusia maupun diluar manusia, di dunia ini, akan tercegah dari perusakan dan pergeseran sunnatullah atau hukum alam yang menjadi hukum asal dari setiap benda yang ada di dunia ini, sebab sudah sangat jelas, bahwa Allah SWT yang menciptakan seluruh alam semesta, sehingga Allah SWT lah yang paling tau pemeliharaan dan penjagaannya, dan disinilah peran kita sebagai khalifatullah fil Ardhi untuk mewujudkan tugas pemeliharaan tersebut.

Penjagaan dan pemeliharaan dapat berjalan dengan baik harus berpedoman dengan syari’at Islam sebagai Rahmatan lil Alamin, sesuai dengan konsep di atas. Untuk itu, langkah yang harus kita tempuh untuk membudayakan ajaran Islam disekitar kita adalah dengan cara merubah terlebih dahulu prilaku kita menjadi perilaku Islami, dan untuk mewujudkan perilaku yang Islami, maka ada empat hal yang harus di benahi:

Aqidah yang selamat: Aqidah yang meng-Esakan Allah SWT, Aqidah yang mempercayai dan mengakui seluruh kekuasaan Allah SWT dan Aqidah yang melahirkan cinta, takut dan patuh kepada Allah SWT

Ibadah yang benar: ibadah yang didasari oleh aqidah yang selamat, ibadah yang dituntukan oleh Rasulullah SAW

Akhlak yang utama: akhlak yang telah dicontohkan oleh seluruh nabi dan Rasulullah SAW , yaitu akhlak yang betul-betul mewujudkan sabda Nabi sebagai ciri Islam “muslim ialah muslim lain aman dari gangguan lisan dan tangannya”

Al-Hukmul Al-‘adil: hukum yang didalamnya tidak terdapat unsur-unsur yang dapat menurunkan harkat dan martabat manusia, hukum yang sesuai dengan kebutuhan seluruh Alam, hukum yang membawa keamanan, kedamaian dan kesejahteraan yang sebenar-benarnya

Maka apabila keempat unsur tersebut terpenuhi dalam jiwa seorang muslim, niscaya secara otomatis perilakunya akan sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh aturan Islam, dan dari perilaku ini, terbentuklah budaya Islam yang kita idam-idamkan.

Kaum Muslimin jamaah jumat yang berbahagia.

Poin penting yang harus kita pahami bersama bahwa, jika ada yang beranggapan, budaya jahiliyah dapat disatu padukan dengan budaya Islami, sungguh hal itu adalah sebuah anggapan yang sangat keliru dan tak berdasar.

Karena telah kita paparkan sebelumnya, budaya jahiliyah hanyalah sebuah system yang merusak tatanan masyarakat, sementara budaya Islam datang untuk memelihara dan memberikan kedamaian bagi seluruh umat manusia.

Maka bagaimana mungkin dua kebudayaan yang saling bertolak belakang, saling tolak menolak satu sama lain bisa disatukan, hal ini sama saja ingin menyatukan air dengan minyak takkan pernah menyatu, hingga langit runtuh sekalipun.

Disinilah peran kita sebagai umat Islam, yaitu menegakkan budaya Islami yang langkah awalnya adalah membersihkan pondasi sosial kita dari segala bentuk kejahiliyahan, barulah setelah itu, kita mulai membangun tonggak budaya Islam kita, mengembangkan payung syari’at Islam, lalu dengan di bawah payung tersebut, bernaung beragam budaya yang terdapat di negara kita, sehingga dengan demikian setiap interaksi yang terjadi dari beragam budaya tersebut takkan keluar dari batas penaungnya, yaitu payung syari’at Islam,

Pada akhirnya kepada Allah SWT kita serahkan segalanya, dan semoga kita termasuk dalam

golongan umat yang terbaik, umat yang mendapat keberuntungan.

بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua Keniscayaan Budaya Islam

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ … أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىإِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

رَّبَّنَآإِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبِّكُمْ فَئَامَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْعَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَاوَعَدتَنَا عَلَىرُسُلِكَ وَلاَتُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيعَادَ.

رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

 

Jumat, 25 Februari 2022

Menuju Manusia Terbaik


Oleh: Ustadz Yusliha

الحمد لله الذي هدانا لهذا, وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله، و الحمد لله المنزه عن أن يكون له نظراء وأشباه، المقدس فلا تقرب الحوادث حماه، الذي اختار الإسلام ديناً وارتضاه، فأرسل به محمد – صلى الله عليه وسلم – واصطفاه، وجعل له أصحاباً فاختار كلاً منهم لصحبته واجتباه، وجعلهم كالنجوم بأيهم اقتدى الإنسان اهتدى إلى الحق واقتفاه، فصلى الله عليه وعلى آله وأصحابه صلاة توجب لهم رضاه، أحمده على نعمه كلها حمداً يقتضي الزيادة من نعمه، ويجزل لنا النصيب من قسمه }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا (۷٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوااللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hadirin jama’ah jumat rakhimakumullah Tiada kata yang paling pantas kita senandungkan pada hari yang berbahagia ini melainkan kata-kata syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan dan mencucurkan berbagai kenikmatan kepada kita semua, sehingga kita semua dapat berkumpul dalam majelis ini dalam keadaan sehat wal ‘afiyat. Dan marilah kita merealisasikan rasa syukur kita dengan menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-larangan-Nya.

Sholawat seiring salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan insya Allah SWT terlimpah pula kepada kita selaku umatnya yang senantiasa berusaha untuk meneladani Beliau. Amin.

Hadirin jama’ah jumat rakhimakumullah

Sebelum khatib menyampaikan khutbahnya, sudah barang tentu menjadi kewajiban seorang khatib untuk menyampaikan wasiat taqwa. Marilah senantiasa kita tingkatkan mutu kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, karena iman dan taqwa itulah satu-satunya bekal bagi kita untuk menuju kehidupan yang kekal dan abadi yakni kehidupan akhirat.

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَاب

“Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal”. (QS. Al-Baqoroh: 197)

Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.

Allah SWT. berfirman dalam surat At-tin ayat 3-4:

لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”,

Dalam surat At-Tin di atas Allah SWT menggambarkan tentang dua keadaan manusia, yang pertama yakni manusia Ahsani taqwim (manusia yang paling baik) kemudian yang kedua yakni manusia Asfala safilin (manusia yang paling rendah).

Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa Ahsani taqwim adalah manusia yang memilki bentuk yang paling baik dibandingkan dengan makhluk yang lain, sedangkan Asfal safilin adalah gambaran manusia pada saat usia tuanya yang tidak lagi mampu untuk mengerjakan aktifitas sehari-hari sebagaimana yang dilakukan pada waktu mudanya. Kemudian tafsir ini melanjutkan bahwa pahala dan dosa itu diberikan oleh Allah SWT pada saat seseorang itu mulai aqil balig lebih-lebih pada waktu mudanya.

Kemudian dalam tafsir Muyassar disebutkan bahwa Ahsani taqwim adalah sama pengertiannya dalam tafsir Jalalain yakni manusia memiliki bentuk paling baik dibandingkan dengan makhluk yang lain, sedangkan pengertian Asfala safilin sendiri adalah manusia yang tidak taat pada Allah SWT dan rasul-Nya, kelak akan dikembalikan pada tempat yang paling buruk dari pada tempat yang lain yakni neraka jahannam yang panas lagi berkobar-kobar apinya.

Dan sebaliknya manusia yang mentaati perintah Allah SWT dan rasul-Nya serta menjauhi segala larangannya, akan ditempatkan pada tempat yang paling indah yakni surga yang didalamnya penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang abadi.

Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.

Lalu bagaimana kita meraih kedudukan Ahsani taqwim dan menjauhi dengan sejauh-jauhnya Asfala safilin?

Pertama, kita harus mensyukuri karunia Allah SWT yang berupa dua mata, dua telinga, dua tangan, dan dua kaki yang masih sempurna ini dengan syukur yang sebenar-benarnya.

قُلْ هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ

“Katakanlah: “Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur.” (QS. Al-Mulk: 23)

Dan Allah SWT juga berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7)

Kedua, kita harus menggunakan karunia badan yang masih sempurna ini dengan menggunakannya sesuai dengan fungsi dan kegunaannya, karena Allah SWT akan meminta pertanggung jawabannya di akhirat kelak.

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَوَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”. (QS. Al-Isra’: 36)

Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.

Dari ayat di atas kita dapat mengambil hikmahnya, bahwa semua tindakan yang kita lakukan baik itu dari mata, telinga, tangan, dan kaki semuanya akan di mintai pertanggung jawabannya. Maka jangan sampai tangan yang seharusnya kita gunakan untuk membantu serta memberikan sedekah kepada orang yang membutuhkan, malah kita gunakan untuk menganiaya, menyiksa, bahkan membunuh orang lain hanya karena hal yang sepele. Dan jangan sampai tangan yang kita miliki ini kita biarkan untuk mengurangi timbangan, mengurangi yang seharusnya menjadi hak orang lain, lebih-lebih korupsi yang sangat-sangat merugikan orang lain.

Begitu juga dengan mata, jangan sampai kita biarkan mata kita melihat hal-hal yang di larang oleh agama bahkan hal-hal yang jelas-jelas di laknat oleh Allah SWT. Begitu juga telinga mulut dan kaki, jangan sampai telinga dan mulut kita, kita gunakan untuk mendengar dan mengucapkan hal-hal yang tidak sewajarnya, tetapi marilah kita gunakan mulut dan telinga ini dengan memperbanyak membaca al-qur’an, berzikir kepada Allah SWT serta membaca kalimat-kalimat Thoyyibah. Karena tangan, kaki, serta mulut kita ini akan menjadi saksi di akhirat kelak.

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dulu mereka usahakan”. (QS. Yasin: 65)

Ketiga, dengan bertambah besarnya seseorang, dari mulai kecil hingga ia menginjak masa muda inilah, yang seharusnya diperhatikan oleh semua orang. Ada pepatah mengatakan ‘muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’, pepatah ini sangat salah dan keliru, tidak mungkin seseorang yang tanpa berusaha payah ketika masa mudanya dengan banyak menggali ilmu agama, begitu saja masuk surga.

Mustahil sungguh-sungguh mustahil, nabi Muhammad SAW saja orang yang kita kenal sebagai orang yang nomor satu dalam agama, ketika hendak wafatnya beliau merasakan sakaratul maut yang benar-benar menyakitkan. Oleh karena itu, mari kita gunakan masa-masa emas ini yakni masa-masa muda ini dengan banyak menuntut ilmu agama dan pastinya tidak begitu saja mengabaikan kehidupan dunia ini.

Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.

Keempat, mari kita gunakan hati dan fikiran ini sebagai anugrah terbesar yang di berikan oleh Allah SWT kepada kita dengan sebaik-baiknya. Hati inilah yang menjadi motor atau penggerak bagi seluruh anggota tubuh kita, hati ini pula yang menjadi raja bagi seluruh anggota tubuh kita ini, sebagaimana termaktub dalam hadits Rasulullah SAW yang artinya “Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal darah, manakala ia baik maka baiklah seluruhnya tapi manakala ia buruk maka buruklah seluruhnya, ia adalah hati” (HR. Muslim).

Allah SWT juga berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 36

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَوَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.

Kelima, mari kita gunakan agama Islam ini, sebagai ruh utama bagi kita. Segala apa yang kita kerjakan dan lakukan hendaklah sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama Islam. Karena agama Islam inilah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman di dalam surat Ali-Imran ayat 19. Yang berbunyi:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah SWT hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah SWT maka sesungguhnya Allah SWT sangat cepat hisab-Nya.”

Hadirin jama’ah jumat rahimakumullah.

Yang keenam atau yang terakhir adalah dengan menyatukan semua unsur-unsur dan komponen yang telah kami sebutkan di atas yakni antara anggota badan jasmani dan rohani haruslah senantiasa di bingkai dengan nilai-nilai agama Islam.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. (QS. Ali-Imron: 102)

بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

Bagian 2 Khutbah Jumat 

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِمًا. أَمَّا بَعْدُ: إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلَّونَ عَلَى الَّنِبْيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفُ رَّحِيْمٌ.

اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبِلاً.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ

 

Allah menghidupkan orang mati.”

وَاِذۡ قَالَ اِبۡرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِىۡ كَيۡفَ تُحۡىِ الۡمَوۡتٰى ؕ قَالَ اَوَلَمۡ تُؤۡمِنۡ‌ؕ قَالَ بَلٰى وَلٰـكِنۡ لِّيَطۡمَٮِٕنَّ قَلۡبِىۡ‌ؕ قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَةً مِّنَ الطَّيۡرِ فَصُرۡهُنَّ اِلَيۡكَ ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنۡهُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ ادۡعُهُنَّ يَاۡتِيۡنَكَ سَعۡيًا ‌ؕ وَاعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ 

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.”

 Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).”

 Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. Al-Baqarah:260)


Kamis, 24 Februari 2022

Fenomena Penistaan Terhadap Agama

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ، فَبَلَّغَ الرِسَالَةَ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الْأُمَّةَ، وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَأَسْأَلُ اللهَ – تَعَالَى – بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ أَنْ يَجْعَلَنَا مِمَّنِ اتَّبَعُوْهُمْ بِإِحْسَانٍ، إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ.

أَمَّا بَعْدُ:

Ibadallah

Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Takwa dalam arti yang sebenar; menaati perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Ibadallah,

Mencaci Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau mencerca agama-Nya, bersikap lancang dengan menanggalkan sikap pengagungan dan pemuliaan yang menjadi hak Allah, mencerca dan mengalamatkan kata-kata brutal terhadap Allah yang mana langit dan bumi pun akan hancur berkeping-keping kala mendengarnya! Pun, kata-kata yang dituntunkan syetan untuk diucapkan lidah orang-orang yang tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenarnya dan tidak tidak mau tunduk pada perintah-Nya. Ini semua merupakan di antara hal yang bertentangan dengan pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah. Suatu hal yang meremehkan kebesaran-Nya dan menentang perintah-Nya. Suatu fenomena yang begitu menyeruak di masa sekarang ini di kalangan banyak manusia. Yaitu mereka yang lalai, yang tidak mengerti tentang Allah dan keagungan-Nya. Dan sebelum itu semua, mereka adalah orang-orang yang membuat perintah dan larangan Allah diabaikan dan terbengkalai.

Yang membuat banyak orang terbuai sehingga mudah terjerumus dalam tindakan ini adalah (sangkaan) bahwa mereka tidak memaksudkan makna dari ungkapan tersebut, dan bahwa mereka tidak berkehendak untuk mencerca Allah Ar-Rabb Azza wa Jalla. Mungkin saja mereka menganggap ungkapan tersebut hanya sebatas ucapan tak berarti atau ungkapan sia-sia tanpa maksud yang tidak berkonsekuensi suatu hukum terhadapnya, atau tidak mengakibatkan dosa.

Itu semua –dan Allah yang kita pinta pertolongan-Nya- timbul disebabkan lengangnya hati dari pengagungan terhadap Dzat Yang memberi perintah Subhanahu wa Ta’ala, hati yang kosong dari pengagungan terhadap perintah dan larangan-Nya. Sebab tidaklah muncul sikap melenceng terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali karena tidak tahu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala , tentang asma’ dan sifat-Nya, meremehkan keagungan-Nya serta mengabaikan hukum dan batasan-batasan-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Nuh Alaihissallam berkata kepada kaumnya:

مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا

Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? [Nuh/ 71: 13]

Maksudnya mengapakah kalian tidak mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar pengagungan?!

Cacian di sini maksudnya adalah setiap ucapan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk mencerca Allah Al-Khaliq dan menyepelekan-Nya, atau agama, syariat, ataupun para rasul-Nya. Dan cacian ini benar-benar merupakan bentuk kekufuran, di mana ulama Islam sepakat betapa besar dosanya dan betapa buruk tindakannya. Sama saja apakah cacian ini dilakukan dengan tindakan mengejek secara serius, atau gurauan dan main-main belaka, ataupun karena teledor dan kebodohan. Tidak ada bedanya antara maksud dan niat orang dalam hal tersebut. Karena yang menjadi patokan adalah bentuk dan sikap secara zahir (yang nampak), sedangkan niat dan batin seseorang tidak diperhitungkan. Seandainya bentuk-pentuk penyelewengan yang sifatnya lahiriyah lagi jelas harus dikembalikan kepada klaim dari hati yang menyelisihi sikap lahirnya, tentulah nama-nama atau istilah-istilah syar’i akan berguguran. Begitu pula hukum dan sanksi serta hukuman had akan tertolak. Hak dan harga diri pun akan dilanggar sia-sia. Pun tak akan bisa dibedakan antara seorang muslim dengan orang kafir, begitu pula antara seorang mukmin dengan munafik.

Allah Azza wa Jalla telah memvonis kafir terhadap orang yang mengejek terhadap Allah, kitab dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihin wa sallam. Allah Azza wa Jalla tidak menerima alasan mereka bahwa ejekan yang dilontarkan tidaklah dimaksudkan dengan sebenarnya. Allah berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. [At-Taubah / 9: 65-66]

Kalau ayat di atas terkait dengan olokan dan ejekan, lalu bagaimana pula dengan cacian dan hinaan? Tentunya lebih parah dan keras lagi konsekuensinya.

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang mencaci agama. Beliau menjawab, “Ini adalah permasalahan yang sangat besar dan berbahaya. Mencaci agama ini adalah di antara dosa besar dan pembatal keislaman yang paling besar. Sesungguhnya tindakan mencaci dan menista agama adalah riddah (keluar dari Islam, di mana pelakunya menjadi murtad) menurut semua ahli ilmu. Perilaku ini lebih parah daripada mengolok-olok (agama).”

Mengingat betapa besar kejahatan mencaci agama, maka para ulama Islam tidak hanya sekedar sepakat atas kafirnya pelaku penistaan ini, akan tetapi mereka juga sepakat bahwa ia berhak untuk dibunuh. Para ulama tidak berbeda pendapat tentang hal tersebut. Yang mereka selisihkan hanyalah apakah taubatnya diterima ataukah tidak? Dan juga apakah taubatnya tersebut –apabila ia memang bertaubat- menghalanginya untuk dihukum bunuh, ataukah tidak? Ini berdasarkan dua pendapat yang masyhur di kalangan para ulama.

Abu Zaid Al-Qairuwani Al-Maliki rahimahullah yang wafat tahun 386 H pernah ditanya tentang seorang lelaki yang melaknat seseorang, dan di samping melaknat orang tersebut iapun juga melaknat Allah, lalu orang tersebut (yang melaknat) berkata mengungkapkan udzurnya: yang aku maksudkan adalah aku hendak melaknat syetan, namun lidahku terpeleset (sehingga menyebut laknat terhadap Allah)? Maka Ibnu Abi Zaid menjawab, “Ia dihukum bunuh berdasarkan keadaan lahiriyah dari kekufurannya, alasannya tidak bisa diterima. Sama saja apakah ia mengucapkannya karena sekedar bergurau ataupun sungguh-sungguh.” Hal ini diungkapkan oleh Al-Qadhi Iyadh dalam kitabnya Asy-Syifa 2/271.

Semua ini agar agama tetap senantiasa terjaga, jauh dari jangkauan lidah orang-orang bodoh yang melontarkan ungkapan buruk atau hinaan terhadap agama ini. Sehingga pihak-pihak yang punya wewenang tidak lemah dalam menjatuhkan sanksi dan hukuman terhadap orang yang berhak untuk mendapatkannya . Juga agar pena para pemberi fatwa dan hukum yang ditetapkan para qadhi (hakim) tidak bermudah-mudah menyepelekan vonis kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mencerca Allah, yang merendahkan agama-Nya dan menghina syariat-Nya.

Sungguh, fenomena mencaci agama benar-benar merupakan di antara tindak kriminal yang paling berbahaya dan paling bobrok yang menjangkiti masyarakat muslim, baik di belahan timur maupun barat. Bahkan fenomena ini –dan ini sangat disayangkan- sudah menjadi suatu ciri atas beberapa daerah tertentu dari sebagian negeri. Ketika iman di hati telah melemah, pengontrol muru’ah telah menyusut dari jiwa manusia, maka fenomena ini pun merambah menuju rumah-rumah, sekolah–sekolah dan berbagai lembaga pendidikan, terlebih lagi di jalan-jalan, tempat kerja dan lapangan serta pusat perbelanjaan. Dan jadilah ifrit penghasut cacian -(‘ifrit as-sibab) meminjam istilah Syaikh Al-Ibrahimi rahimahullah – menunggangi setiap orang yang disulut amarah, perseteruan atau perbantahan. Sebagian dari mereka sangat lihai dalam merangkai variasi ungkapannya (yang mengandung unsur menista agama), yang diumbar oleh mulut orang-orang tanpa ada kekuatan yang mencegah dan menghalanginya. Ungkapan yang kemudian menjadi terbiasa dan familier di dengar telinga, dan didapatkan anak-anak kecil dari orang-orang dewasa. Dan mungkin saja dicari-carikan alasan untuk (membenarkan) sang penista tersebut, ditunaikan keperluan dan tuntutannya, dan ditakutkan kekuatan dan amarahnya.

Hal ini merupakan salah satu dari bencana amat besar! Yaitu kala jiwa yang beriman kepada Allah tidak marah disebabkannya; ketika jiwa tidak merasa cemburu atas penistaan terhadap agama dan syariat-Nya; ketika tidak ada reaksi menjatuhkan sanksi terhadap lidah dan tangan si pendusta besar ini. Padahal kejahatannya itu lebih parah daripada semua kejahatan atau daripada setiap dosa besar, yang dilakukan oleh orang-orang yang terhimpun satu sama lain.

Yang lebih mengenaskan lagi adalah, sekiranya ungkapan pencacian terhadap agama ini hanya terjadi dalam lingkup trotoar jalanan, stadion lapangan, atau di gang-gang pasar, tentulah masalahnya terasa lebih ringan, meskipun itu bukan perkara yang sepele. Mengingat itu semua adalah tempat-tempat yang dipenuhi dengan para rakyat jelata nan awam yang nota bene mereka tidak mengerti. Akan tetapi ketika hal ini muncul dari pihak orang tua atau salah seorang dari mereka, yang didengar oleh anak-anaknya di lingkup rumah dan otoritasnya; atau muncul dari guru yang ia ajarkan kepada para anak didiknya di berbagai lembaga pengajaran dan pendidikan; atau dari seorang pejabat yang tengah menyampaikan kalimatnya di tengah audien, kemudian tindakannya menista dan mencerca agama disiarkan lewat berbagai media informasi, di mana itu semua didengar mereka yang mengikuti perkembangan berita dan peristiwa; kemudian tidak ada tindakan penghujatan atau pengingkaran, tanpa ada upaya untuk mengunjukkan alasan dalam rangka untuk membebaskan dirinya dari tuduhan penistaan tersebut, atau tidak meminta maaf, maka tegas-tegas ini menunjukkan bahwa menurut hemat mereka, musibah yang menimpa agama mereka lebih ringan daripada musibah yang menimpa dunia.

Sekiranya ada suatu simbol lain yang dilecehkan, tentulah sudah ditetapkan keadaan gawat darurat; dan semua kalangan, baik para tokoh, lembaga dan lainnya, pasti sudah serta merta menghujat dan mengingkarinya, serta sudah dilakukan investigasi mengenai situasi dan kondisi kejadian tersebut, dan siapakah kiranya dalang dan otak intelektual di balik itu semua?! Jika demikian, lalu mengapakah kita semua terjerembab dalam kondisi hina ini, menyepelekan urusan membela agama Allah dan syariat-Nya?! Padahal agama Islam adalah komponen pertama dari identitas jati diri umat ini.

Umat yang sejati adalah yang memberikan hukuman keras terhadap tangan-tangan yang dibuai nafsunya untuk mengusik prinsip-prinsip permanen yang paling berharga dan paling tinggi; yaitu agama umat ini yang merupakan sumber kemuliaan dan eksistensi serta kelanggengannya. Umat yang lurus adalah yang memvonis jahat terhadap orang yang sewenang-sewenang dan melewati batas, di mana hatinya yang sakit dan lidahnya yang kotor mendiktenya untuk mencerca atau menistakan agama Allah, baik dengan sengaja ataupun karena kebodohannya.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا،

أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،

Ibadallah,

Suatu negeri dibangun seperti halnya rumah; yaitu dengan rekat kuatnya pondasi dan dindingnya. Dan sungguh, pondasinya adalah agama yang agung ini; sedangkan dindingnya adalah para warga penduduknya yang mengagungkan agama ini dan mencari perlindungan dengan agama ini; yang punya ghirah (semangat dan kecemburuan bila agama ini diusik) terhadap agama ini. sedangkan para pemuda adalah para pembangun negeri. Ini seperti halnya Syaikh Basyir Al-Ibrahimi rahimahullah mendeskripsikan para pemuda Al-Jazair dalam lintasan-lintasan hatinya (khawathir) di mana ia mengakatan:

“Aku membayangkan pemuda sebagai pembangun kemuliaan negeri atas dasar lima pilar; sebagaimana sebelum semua ini, agama dibangun di atas lima pilar: mencaci adalah penyakitnya para pemuda. Putus asa menghancurkan kekuatan. Angan-angan tidak bisa digapai tanpa kerja nyata. Khayalan itu awal mulanya kenikmatan, namun berujung pada kehancuran. Dan negeri tidak bisa diberdayakan dengan mengikuti langkah-langkah setan [atsar Al-Ima Muhammad Al-Basyir Al-Ibrahimi 3/ 517].

Beliau juga berkata sembari memberi peringatan terhadap berbagai metode cacian yang didoktrinkan kepada para pemuda:

Sungguh, membina dan melatih pemuda untuk mencaci dan mencerca adalah tindak kejahatan yang tidak bisa ditolerir… Sesungguhnya pemuda dari umat ini adalah pasokan darah baru untuk keberlangsungan hidup umat ini. Maka sudah menjadi kewajiban agar kesucian, keutamaan dan kebaikan terpatri dalam diri mereka. Dan merupakan kewajiban pula agar lidah mereka terdidik untuk selalu berkata jujur dan menuturkan kebenaran; bukan malah untuk selalu berkata-kata keji dan ungkapan-ungkapan yang mengandung aib. [Al-atsar 3/67].

ثُمَّ اعْلَمُوْا عِبَادَ اللهِ، أَنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابَ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ(إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا) اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ اَلرَّاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَفَضْلِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ انْصُرْ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِنّاً وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَلِيَّ عَلَيْنَا خِيَارَنَا، وَكْفِيْنَا شَرَّ شِرَارَنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَا لَا يَخَافُكَ وَلَا يَرْحَمُنَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْ وَلِيَتَنَا فِيْمَا خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا لِمَا فِيْهِ خَيْرَ صَلَاحِ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا لِمَا فِيْهِ صَلاَحِهِ وَصَلَاحِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ بِطَانَتَهُ وَجُلَسَائِهِ وَمُسْتَشَارِيْهِ وَأَبْعِدْ عَنْهُ بِطَانَةً السُّوْءِ وَالمُفْسِدِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، ( رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ).

عبادَ الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)،(وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ)، فاذكروا اللهَ يذكُرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبر، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.