Rabu, 12 Mei 2021

Suara sepeda motor berderu keras di pelataran sebuah rumah di wilayah Bogor,


Suara sepeda motor berderu keras di pelataran sebuah rumah di wilayah Bogor, Jawa Barat. Hari itu, Sabtu, 8 Mei 2021, sore, Jaya, seorang pegawai swasta, tengah menyiapkan diri untuk pulang ke kampung halamannya di Pekalongan, Jawa Tengah. Alat transportasi roda dua dipilih sebagai tunggangan supaya menghemat ongkos.

Dengan modal kenekatan, Jaya berangkat dari rumahnya pada pukul 18.30 WIB menuju Kalimalang, Kota Bekasi. Di sana, dia hendak berkumpul dengan rombongan mudik yang ia temui di sebuah forum di Facebook. Jaya mengaku tak kenal satu orang pun dalam rombongan tersebut secara personal. Dia hanya tahu bahwa setiap anggota rombongan ini bakal melewati jalur mudik yang sama menuju Tegal, Pemalang, dan Pekalongan.

Dalam rombongan itu, setiap orang memiliki tugas masing-masing. Satu orang bertugas sebagai penunjuk jalan, lainnya bertanggung jawab atas keselamatan kelompok, dan Jaya sendiri berada di posisi buntut untuk memastikan tidak ada satu orang pun yang tertinggal.

Seorang pemudik dirangkul petugas saat melintas di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 11 Mei 2021, dini hari. 
Foto: Wahyu Putro A/ANTARA Foto

Itu pula alasan Jaya mudik dengan cara semi-konvoi. Selain menghindari titik-titik jalan yang dikabarkan terdapat penyekatan, mudik secara rombongan juga cenderung lebih aman. “Jadi kalau misalnya nanti saya cari jalan alternatif, jalan tikus, bisa ada barengannya,” ujar Jaya.

Daripada penyekatan, menurut saya tantangan mudik lebih pada kurangnya penerangan jalan, dan banyaknya jalanan yang rusak.”

Singkat cerita, setelah menunggu cukup lama, Jaya dan rombongan pun berangkat dari Kalimalang sekitar pukul 21.30 WIB. Total ada delapan motor yang ikut rombongan ini. Ada yang membawa anak-istri, saudara, maupun teman sekampung halaman.

Rute yang ditempuh adalah jalur Pantura. Ia mengatakan kondisi jalanan relatif ramai-lancar malam itu. Selama perjalanan, menurut Jaya, pengawasan paling ketat hanya ada di perbatasan Cikarang-Karawang. Namun, di Indramayu, Cirebon, Tegal, dan seterusnya pos-pos polisi yang ada hanya seperti formalitas belaka. Para petugas hanya duduk di pos dan mengobrol satu sama lain.

Bahkan Jaya dan rombongannya tak mengalami penyekatan atau pengecekan surat-surat jalan. Kendati dia dan rombongan sama sekali tak membawa dokumen persyaratan perjalanan luar kota, seperti tes antigen dan printilan lainnya. Jaya pun bingung mengapa pemberitaan di televisi sangat bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. “Daripada penyekatan, menurut saya tantangan mudik lebih pada kurangnya penerangan jalan dan banyaknya jalanan yang rusak,” ungkapnya kepada detikX pekan lalu.

Lain cerita dengan Aji, 27 tahun, seorang buruh pabrik di Cikarang. Sebelumnya Aji tidak punya niat pulang kampung. Begitu setidaknya sebelum dia melihat berita soal kedatangan 85 warga negara asing (WNA) asal China di Bandara Soekarno-Hatta pada 4 Mei lalu. Mereka tiba di Tangerang dengan menumpang pesawat carter. Belakangan diketahui, dua orang dalam pesawat itu terkonfirmasi positif COVID-19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar