Selasa, 13 April 2021

Hukum Makan dan Minum Karena Lupa Saat Puasa..


Sebagaimana penjelasan di dalam kitab-kitab fikih, puasa didefenisikan sebagai menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, atau defenisi yang serupa dengan ini. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

"Makan dan minumlah kamu hingga nampak benang putih dari benang hitam, yaitu fajar kemudian sempurnakan lah puasamu hingga malam tiba" [Q.S. al-Baqarah (2): 187].

Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menuturkan, Allah swt membolehkan makan dan minum sebagaimana Allah membolehkan bagi suami istri untuk melakukan hubungan badan pada malam hari ketika puasa.

(Batasan) waktunya adalah sampai jelas cahaya subuh dari gelapnya malam. Allah mengungkapkan hal tersebut dengan kata benang putih dari benang hitam. (Kalimat ini masih membingungkan) hingga Allah mengangkatnya dengan kalimat dari waktu fajar.

Hal ini sebagaimana riwayat dan imam al-Bukhari (no. 4511 –pent), dari Sahl bin Sa'ad, ia berkata: "Turun ayat Makan dan minumlah kamu hingga nampak benang putih dari benang hitam, kemudian sempurnakan lah puasamu hingga malam tiba, dan kalimat dari waktu fajar belum Allah turunkan. Sehingga apabila orang-orang ingin berpuasa, mereka mengikatkan benang putih dan benang hitam pada kedua kaki mereka.

Mereka tetap makan sampai terlihat jelas (warna) kedua benang itu. Kemudian Allah swt menurunkan kalimat dari waktu fajar sehingga orang-orang mengetahui bahwa maksud ayat tersebut adalah malam dan siang (Tafsir Ibnu Katsir, I: 512-513).

Berkaitan dengan makan dan atau minum, terkadang sebagian kita lupa bahwa ia sedang berpuasa, baik wajib maupun puasan sunnah. Kejadian ini tentunya menimbulkan tanya terkait dengan status puasa yang dijalani; apakah harus qadla -bahkan kafarat atau tetap melanjutkan. Berikut paparan singkat untuk menjawab pertanyaan diatas.

Terkait dengan makan dan atau minum yang dilakukan oleh orang yang sedang puasa, terdapat beberapa keterangan berupa hadits dari Rasulallah saw.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ

"Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulallah saw bersabda: ‘Siapa saja yang lupa bahwa ia sedang puasa kemudian ia makan atau minum, maka sempurnakanlah puasanya. Sebab Allah yang memberinya makan dan minum" (H.R. al-Bukhari no. 1933 dan Muslim no. 1155).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَفْطَرَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ نَاسِيًا لَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَا كَفَّارَةَ

"Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulallah saw bersabda: Barang siapa yang makan dan atau minum pada (siang hari) Ramadhan karena lupa, maka tidak ada qadla dan kafarat baginya’ [H.R. Ibnu Khuzaimah (no. 1990). Syaikh al-Albani berkomentar hadits ini hasan" (lihat Irwa’ al-Ghalil, VI: 87, no. 938)].

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَكَلْتُ وَشَرِبْتُ نَاسِيًا وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ اللَّهُ أَطْعَمَكَ وَسَقَاكَ

"Dari Abu Hurairah, ia berkata; Seorang laki-laki datang kepada Rasulallah saw kemudian bertanya, Wahai Rasulallah! Aku makan dan minum ketika puasa karena lupa.’Rasulallah sw menjawab: ‘Allah yang memberimu makan dan minum" [H.R. Abu Dawud (no. 2398).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

"Dari Ibnu 'Abbas, dari nabi saw beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengampuni dosa umatku karena kekeliruan (tidak sengaja), lupa, dan apa saja yang dipaksakan kepada mereka" (H.R. Ibnu Majah no. 2045. Dinilai sahih oleh Syaikh Syu’aib al-Arna’ut).

Beberapa hadits diatas secara jelas menerangkan tentang sahnya puasa orang yang makan dan minum karena lupa, baik puasa wajib maupun puasa sunnah. Keterangan ini diperkuat oleh riwayat dari Ibnu ‘Abbas tentang tidak adanya dosa bagi orang melakukan suatu hal terlarang karena lalai (tidak sengaja), lupa, atau terpaksa. Ini adalah pendapat yang rajih di kalangan para ulama.

Keterangan dari hadits di atas juga sejalan dengan firman Allah:

وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

"Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang dihitung dosa) adalah apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Q.S. al-Ahzab (33): 5].

Dan juga doa yang tercantum di dalam surat al-Baqarah:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

"Wahai Rabb kami, jangan engkau hukum kami jika kami lupa atau berbuat salah/lalai" [Q.S. al-Baqarah (2): 286].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar