BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM



وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ وَرَفَعۡنَا فَوۡقَكُمُ ٱلطُّورَ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم بِقُوَّةٖ وَٱذۡكُرُواْ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ٦٣ 

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Ka­mi angkatkan gunung (Tursina) di atas kalian (seraya Kami ber­firman), "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar ka­lian bertakwa."

Allah Ta’ala mengingatkan Bani Israil akan janji mereka kepada Allah Ta’ala untuk senantiasa beriman kepada-Nya semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengikuti para rasul-Nya.

Selain itu Allah Ta’ala juga memberitahukan bahwa ketika mengambil janji dari mereka, Dia mengangkat gunung di atas kepala mereka agar mereka mengakui janji yang telah mereka ikrarkan dan memegangnya dengan teguh, niat yang kuat untuk melaksanakannya serta tunduk patuh sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-A’raaf ayat 171 yang artinya: 

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka se­akan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bu­kit itu akan jatuh menimpa mereka. 

(Dan Kami katakan kepada mereka), "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada kalian, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang terse-but di dalamnya supaya kalian menjadi orang-orang yang ber­takwa."

Thur adalah gunung, sebagaimana ditafsirkan dalam Surah Al-A’raaf. 

Dan hal itu telah ditegaskan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Hasan Al-Bashri, Adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas dan ulama lainnya. Dan inilah pendapat yang jelas. 

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, thur adalah gunung yang ditumbuhi pepohonan sedangkan yang tidak ditumbuhi pepohonan tidak disebut sebagai thur. 

dalam hadis mengenai fitnah diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

 “Ketika mereka menolak berbuat ketaatan, maka Allah Ta’ala mengangkat gunung di atas kepala mereka supaya mereka mendengar.” 

Sedangkan As-Suddi mengatakan: “

Ketika mereka menolak bersujud, Allah Ta’ala memerintahkan kepada gunung untuk runtuh menimpa mereka, ketika mereka melihat gunung telah menutupi, mereka pun jatuh tersungkur dalam keadaan bersujud.

 Mereka bersujud pada satu sisi dan melihat pada sisi yang lain.

 Maka Allah Ta’ala pun merahmati mereka dengan menyingkirkan gunung itu dari mereka. 

Setelah itu mereka mengatakan: ‘Demi Allah, tiada satu wujud pun yang leibh disukai Allah Ta’ala melebihi sujud yang dengannya Dia menyingkirkan azab dari mereka, dan demikianlah mereka bersujud. 

Itulah makna firman Allah Ta’ala (ورفعنا فوقكم الطور).”

Firman-Nya (خذوا ما آتيناكم بقوة) menurut Qatadah:

 “Al-Quwwah berarti sungguh-sungguh, dan jika kalian tidak mengamalkannya, maka gunung itu akan kutimpakan kepada kalian. 

Karenanya mereka mau mengakui bahwa mereka akan berpegang pada apa yang telah diberikan kepada mereka dengan kuat. 

Namun jika tidak, maka Allah Ta’ala akan menimpakan gunung itu kepada mereka.”

 Firman-Nya

 (واذكروا ما فيه) menurut Abu Al-‘Aliyah dan Rabi’ bin Anas artinya: “Baca dan amalkanlah apa yang terdapat di dalam kitab Taurat


timbul keinginan dalam hati Nabi Musa untuk memperoleh kemuliaan lain di samping kata-kata langsung dari Allah, yaitu mendapat kemuliaan melihat Pencipta-nya tersebut dengan jelas.


Hal ini terabadikan dalam surat Al-A’raf ayat 143 yang artinya:

"Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau." (Allah) berfirman, "Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku." Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. 


Setelah Musa sadar, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman."

Nabi Musa Mendapat Wahyu dari Allah


Mengutip Nilai-nilai Pendidikan Pada Kisah Nabi Musa AS dalam Alquran tulisan Indra Syahfari (2016), Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk mengingatkan Bani Israil akan berbagai nikmat yang telah Ia berikan kepada mereka serta mewasiatkan 10 kalimat.


Banyak ulama yang berpendapat 10 kalimat yang diwasiatkan kepada Bani Israil tersebut termuat dalam surat Al-An’am ayat 151-153 yang artinya:

“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. 


Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”.

Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). 

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. 

Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. 

Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.


Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah.

Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. 

Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Al-an’am 151-153).

Nabi Muhammad Mengunjungi Bukit Tursina


Dalam peristiwa Isra, sebelum melangkahkan kaki di Baitul Maqdis, Nabi Muhammad SAW singgah di beberapa tempat untuk mendirikan sholat dua rakaat. 

Salah satu tempat istimewa tersebut adalah Bukit Tursina.

Dalam hadits riwayat Anas, Rasulullah bersabda:

"Aku mengendarai Buraq ditemani Jibril dan terus berjalan. 

Tiba-tiba Jibril berkata, "Turunlah wahai Muhammad dan lakukanlah salat.” 

Aku melakukannya dan Jibril kemudian berkata, “Apakah kau tahu di mana tadi kau melakukan salat? Kau tadi melakukan salat di tempat yang baik, kelak ke sana kau akan berhijrah.”


Selanjutnya Jibril kembali berkata, “Turunlah kembali dan salatlah.” 

Setelah aku melakukannya, Jibril berkata, “Apakah kau tahu di mana kau tadi melakukan salat? Tadi kau melakukan salat di bukit Sinai, tempat di mana Nabi Musa berdialog dengan Allah."

Lalu Jibril berkata lagi, "Turunlah lagi dan lakukan salat”. Aku pun melakukannya. 

Jibril bertanya kembali, “Tahukah engkau di mana tadi engkau melakukan salat? Kau tadi melakukan salat di Betlehem, tempat di mana Nabi lsa dilahirkan."


Di Mana Bukit Tursina Berada?

Keberadaan Bukit Tursina disebutkan dalam Alquran.

Di Mana Bukit Tursina Berada?

 Allah SWT berfirman dalam surah at-Tin ayat 1-3. Artinya, "Demi buah tin dan zaitun. Demi (Bukit) Tursina. Dan, demi negeri yang aman ini."

Berbagai pertanyaan muncul dari ayat tersebut. Salah satunya, di manakah sesungguhnya keberadaan Bukit Tursina?

Hampir semua ahli tafsir menyepakati, Bukit Tursina adalah lokasi di mana Nabi Musa AS menerima wahyu dari Allah. Namun, mereka berbeda pendapat dalam memutuskan letak Bukit Tursina tersebut.

Setidaknya, ada tiga versi tentang Bukit Tursina.

Versi pertama, Bukit Tursina berada di wilayah Mesir. Lokasinya berada di Gunung Munajah, di sisi Gunung Musa. Lokasi ini dikaitkan dengan keberadaan Semenanjung Sinai.

Pendapat ini didukung oleh Sayyid Quthb dalam Fi Zhilal al-Qur'an. Menurut dia, Tursina atau Sinai itu adalah gunung tempat Musa dipanggil dan berdialog dengan Allah SWT.

Namun, hal ini dibantah Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam bukunya, Atlas Sejarah Nabi dan Rasul. Bagi dia, pendapat yang mengatakan Tursina berada di wilayah Mesir sangat lemah. Sebab, perkataan itu hanya mengandung kekeliruan pemahaman yang diidentikkan dengan kata 'Sinai'.

"Siapa yang bisa memastikan bahwa yang dimaksud Allah SWT dengan Tursina itu adalah Sinai, Mesir? Sekiranya memang benar demikian, tentunya Allah SWT tidak mengatakan Siniin jika maksudnya Sinai."

Versi kedua. Mengutip pendapat Muhammad bin Abdul Mun'im al-Himyari dalam bukunya, Al-Raudh al-Mi'thar fi Khabari al-Aqthar. Dikatakan, Tursina adalah bukit yang terletak di barat daya negeri Syam (Suriah). Di sini pula, demikian pendapat itu, Allah SWT berbicara secara langsung dengan Nabi Musa AS.

Sementara itu, dalam al-Qamus al-Islam, kata Tursina dijelaskan sebagai "gunung yang tandus." Nama Bukit Tursina disebutkan dalam Alquran sebagaimana surah at-Tin ayat 1 dan surah al-Mu'minun ayat 20.

Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan, banyak dalil yang menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud Thuur Siniin adalah bukit di Baitul Maqdis.

Di antara pendapat yang disebutkan Ar-Razi adalah mufassir seperti Qatadah dan al-Kalibi yang menyatakan kata Thuur Siniin (Sinai) adalah bukit yang berpepohonan dan berbuah-buahan. Apakah ini adalah Sinai, Mesir?

Pendapat ini menyatakan, yang dimaksud dalam ayat itu adalah Thur Sina, bukit di Baitul Maqdis dan Balad al-Amin adalah Makkah.

Argumentasinya: Allah berfirman dalam surah al-Mu'minun ayat 20. Artinya, "Dan, pohon kayu yang keluar dari Tursina (pohon zaitun) yang menghasilkan minyak dan menjadi makanan bagi orang-orang yang makan."

Ayat ini menghimpun dengan kuat antara Tursina dan hasil bumi serta tumbuh-tumbuhan penghasil minyak bagi orang yang makan. Sementara itu, di Sinai (Mesir) tidak ada pohon zaitun yang mampu menghasilkan buah, apalagi mengeluarkan minyak.

Maka, ayat 20 dari surah al-Mu'minun dan ayat 1-3 dari surah at-Tin itu merujuk pada tanah suci di Palestina. Di Palestina, terdapat banyak pohon zaitun yang terus berproduksi di sepanjang tahun sehingga penduduk di sekitar Baitul Maqdis menamakannya dengan ''Bukit Zaitun."

Versi Ketiga. Selain versi-versi di atas, terdapat satu lagi tempat yang diduga sebagai Bukit Tursina. Tempat itu adalah bukit sebelah selatan Nablus (Palestina) atau yang dinamakan Jurzayem.

Pendapat ini merujuk pada Bangsa Kan'an yang membangun Kota Nablus dan menamakannya Syukaim, yaitu nama yang diubah bangsa Ibrani pertama menjadi Syukhaim, tempat tersebarnya kaum Yahudi dari sekte Samiri. Dan, mereka adalah sekte yang meyakini lima kitab dari Perjanjian Lama serta memercayai bahwa tempat suci Yahudi terletak Bukit Thur, yaitu sebelah selatan Nablus.

Wa Allahu A'lam.