Minggu, 06 Juni 2021

TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT : 47

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰبَنِيْۤ اِسْرَآءِيْلَ اذْكُرُوْا نِعْمَتِيَ الَّتِيْۤ اَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَاَ نِّيْ فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ
yaa baniii isrooo-iilazkuruu ni'matiyallatiii an'amtu 'alaikum wa annii fadhdholtukum 'alal-'aalamiin.

"(Hai Bani Israel! Ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Kuanugerahkan kepadamu), yaitu mensyukurinya dengan jalan menaati-Ku (dan ingatlah pula bahwa Aku telah mengistimewakan kamu) maksudnya nenek moyangmu (atas penduduk dunia) maksudnya penduduk di zaman mereka itu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 47)



Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 47: 

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ  

 Yā Banī Isrā’īladzkurū ni‘matiyallatī an‘amtu ‘alaykum, wa annī fadhdhaltukum ‘alal ‘ālamīna. 

Artinya, “Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian. 

Aku telah melebihkan kalian dari semua umat lain di alam ini,” (Surat Al-Baqarah ayat 47).

 Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 47 Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, cara mengamalkan kata “udzkurū” atau “ingatlah” pada Surat Al-Baqarah ayat 47 dilakukan dengan mensyukuri nikmat Allah SWT dalam bentuk ketaatan pada perintah-Nya.

 Sedangkan nikmat kelebihan tersebut dianugerahkan kepada bapak moyang Bani Israil Madinah. 

Bani Israil diberikan kelebihan dari sekalian umat di zaman mereka. 

 Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan perihal Surat Al-Baqarah ayat 47, Allah mengingatkan berulang kali Bani Israil atau karunia yang diberikan oleh Allah sebagai keistimewaan bagi mereka. 

Allah mengaitkan nikmat dengan ancaman keras bagi mereka yang melalaikan dan tidak memenuhi kewajiban terhadap nikmat.

 Kata “di alam” pada Surat Al-Baqarah ayat 47 mengacu pada umat manusia di zaman Bani Israil ketika mereka menerima nikmat Allah. 

Allah melebihkan bapak moyang Bani Israil yang hidup di masa Nabi Musa dan era setelahnya sebelum mereka membuat mudharat pada ilmu, keimanan, dan amal saleh yang Allah berikan kepada mereka. 

Allah menjadikan banyak orang di tengah Bani Israil sebagai nabi dan penguasa yang adil. 

Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, meskipun kenikmatan dianugerahkan oleh Allah untuk nenek moyang Bani Israil Madinah pada Surat Al-Baqarah ayat 47, kemuliaan itu tetap tersemat di dada keturunan mereka. 

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Allah pada Surat Al-Baqarah ayat 47 mengingatkan Bani Israil Madinah pada nikmat jauh sebelumnya yang diterima oleh bapak moyang dan para pendahulu mereka.

  Allah melebihkan mereka dengan pengutusan rasul dan penurunan kitab suci.

 Allah melebihkan mereka dari umat lain di zaman mereka sebagaimana keterangan Surat Ad-Dukhan ayat 32 dan Surat Al-Maidah ayat 20.

  Tetapi bagaimana pun, kata Ibnu Katsir, umat Islam lebih baik dari masyarakat Yahudi Madinah karena firman Allah pada Surat Ali Imran ayat 110, “Kuntum khaira ummatin…” yang ditujukan kepada umat Islam dan sabda nabi, “Kalian (umat Islam) menyamai 70 umat. 

Kalian itu umat terbaik dan termulia di sisi Allah.” 

Hadist perihal ini banyak disebutkan dalam menjelaskan Surat Ali Imran ayat 110. 

Ada ulama tafsir, kata Ibnu Katsir, menjelaskan, kelebihan Bani Israil yang Allah sebutkan pada Surat Al-Baqarah ayat 47 tidak bersifat mutlak sebagaimana dikatakan oleh Fakhruddin Ar-Razi dan Al-Qurthubi.

 Kelebihan mereka dari umat lain terjadi karena di tengah mereka terlahir para nabi. 

Ibnu Katsir mengatakan, meskipun kata “al-ālamīna” atau “dari umat lain di alam raya pada zamannya” bersifat umum yang mencakup para nabi sebelum dan sesudah Bani Israil, Nabi Ibrahim AS yang diutus sebelum mereka lebih utama daripada para nabi Bani Israil; dan Nabi Muhammad SAW yang datang setelah zaman mereka lebih utama dari segenap makhluk dan junjungan anak manusia (sayyidi waladi Adam AS) baik di dunia maupun di akhirat.

 Wallahu a’lam. 



Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 48: 
 وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ 

Wattaqū yauman lā tajzī nafsun ‘an nafsin syay’an, wa lā yuqbalu minhā syafā’atun, wa lā yu’khadzu minhā ‘adlun, wa lā hum yunsharūna. 

Artinya, “Takutlah kalian kepada hari di mana tak seorang pun dapat membela orang lain sedikitpun; hari di mana syafaat dan tebusan seseorang dalam bentuk apapun itu takkan diterima; dan hari di mana mereka tidak akan diulurkan pertolongan,” (Surat Al-Baqarah ayat 48). 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 48 Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, kata “wattaqū” pada Surat Al-Baqarah ayat 48 bukan berarti “takwa” tetapi “takut”. 

Sedangkan hari yang dimaksud adalah hari kiamat, yaitu hari di mana seseorang tidak memiliki syafaat yang dapat diterima.

 Hari kiamat adalah hari di mana mereka tidak cegah dari siksa Allah. 

Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, hari yang dimaksud pada Surat Al-Baqarah ayat 48 adalah hari di mana terdapat hisab dan siksa. 

Hari kiamat adalah hari di mana seseorang tidak dapat menanggung sedikit pun siksa orang lain atau menanggung balasan yang harus diterima orang lain. 

Seseorang tidak dapat menolak siksa yang seharusnya diterima oleh orang lain baik dengan paksa, pembelaan, cuma-cuma, maupun dengan tebusan pada hari hisab. 

Kelompok Muktazilah, kata Imam Al-Baidhawi, menjadikan Surat Al-Baqarah ayat 48 sebagai pegangan dalam menafikan adanya syafaat bagi pelaku dosa besar.

 Pandangan demikian dibantah oleh kelompok Ahlussunnah wal Jamaah bahwa ketentuan pada Surat Al-Baqarah ayat 48 berlaku khusus bagi orang kafir karena banyak ayat dan hadits yang menjelaskan syafaat bagi orang beriman. 

Sedangkan Surat Al-Baqarah ayat 48 turun untuk membantah anggapan Yahudi Madinah bahwa bapak moyang mereka akan memberikan syafaat untuk mereka kelak. 

Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, “Takutlah kalian kepada siksa hari kiamat di mana seseorang tidak dapat menanggung siksa yang harus dipikul orang lain.” Ada juga ulama menafsirkan, “Hari di mana seseorang tidak dapat mencukupi kesulitan-kesulitan orang lain di akhirat.”

 

 Syafaat untuk seseorang dalam bentuk apapun itu, kata Imam Al-Baghowi, takkan diterima bila orang tersebut kafir. 

Sedangkan “‘adlun” diartikan tebusan karena “al-adlu” berarti “al-mitslu” atau sebanding 

 Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, setelah mengingatkan Bani Israil atas nikmat-Nya awalnya, Allah setelah itu pada Surat Al-Baqarah ayat 48 mengingatkan mereka pada siksa-Nya di hari kiamat. 

Allah mengingatkan mereka pada hari kiamat, yaitu hari di mana seseorang tidak dapat menanggung dosa orang lain sebagaimana keterangan Surat Al-An‘am ayat 164, Surat Abasa ayat 37, dan Surat Luqman ayat 33. Pada Surat Al-Baqarah ayat 48, Allah juga menyebut kiamat sebagai hari di mana syafa'at untuk orang kafir tidak diterima sebagaimana keterangan Surat Al-Muddatsir ayat 48 dan As-Syu’ara ayat 110-111. 

Pada Surat Al-Baqarah ayat 48, Allah juga menyebut kiamat sebagai hari di mana tebusan untuk orang kafir tidak diterima sebagaimana keterangan Surat Ali Imran ayat 91, Surat Al-Maidah ayat 36, Surat Al-An‘am ayat 70, dan Surat Al-Hadid ayat 15. Allah, kata Ibnu Katsir, melalui Surat Al-Baqarah ayat 48 mengabarkan, Bani Israil ketika tidak beriman kepada para utusan-Nya dan mengikuti risalah yang dibawa oleh mereka, lalu mencoba menebus dosa mereka di hari kiamat, niscaya kedekatan kerabat, syafaat orang berpangkat, dan tebusan apapun tidak akan bermanfaat bagi mereka meski tebusan emas sepenuh bumi.

 Keterangan juga bisa didapat pada Surat Al-Baqarah ayat 254 dan Surat Ibrahim ayat 31. Ibnu Katsir mengutip riwayat Abdur Razaq dari Sayyidina Ali RA dalam hadits panjang, bahwa ibadah Bani Israil (yang tidak beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW) yang tidak diterima pada hari kiamat adalah ibadah wajib dan ibadah sunnah mereka. 

Pada akhir Surat Al-Baqarah ayat 48, Allah menyebutkan, mereka tidak akan mendapatkan pertolongan pada hari kiamat.

 Tiada seorangpun yang marah ketika mereka disiksa, lalu memnolong dan menyelamatkan mereka dari siksa Allah.

 Tiada seorang menjadi penolong bagi mereka baik oleh diri mereka sendiri maupun orang lain sebagaimana keterangan At-Thariq ayat 10, Surat Al-Mukminun ayat 88, Surat Al-Fajr ayat 25-26, Surat As-Shaffat ayat 25-26, dan Surat Al-Ahqaf ayat 28. Wallahu a’lam.

 (Ustadz Yachya Yusliha) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar