Senin, 14 Juni 2021

tafsir surat Al Baqarah ayat 62

Ayat ini menunjukkan betapa Allah Maha Pengampun lagi Maha Pemberi rahmat bagi semua manusia, karena sesungguhnya orang-orang yang beriman, yaitu umat Nabi Muhammad, orang-orang Yahudi yang merupakan umat Nabi Musa, orang-orang Nasrani yang merupakan umat Nabi Isa, dan orang-orang Sabi'in, yaitu umat sebelum Nabi .

Tafsir Buya Hamka Soal Nasib Yahudi, Nasrani, dan Shabiin

Buya Hamka mendudukkan ayat nasib Yahudi, Nasrani, dan Shabiin.

Buya Hamka mendudukkan ayat nasib Yahudi, Nasrani, dan Shabiin. Alquran/Ilustrasi
Buya Hamka mendudukkan ayat nasib Yahudi, Nasrani, dan Shabiin. Alquran/Ilustrasi
Red: Ustadz Yachya Yusliha


, إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِـِٔينَ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Baca Juga
Sesungguhnya orang-orang beriman, dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabi'in, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan beramal yang shalih, maka untuk mereka adalah ganjaran dari sisi Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita." ( QS Al Baqarah [2]: 62) 

 إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلصَّٰبِـُٔونَ وَٱلنَّصَٰرَىٰ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang Yahudi dan (begitu juga) orang Shabi'un, dan Nashara, barangsipa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan dia pun mengamalkan yang shalih.

 Maka tidaklah ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita." (QS Al Maidah [5]: 69)

Memahami dua makna ayat tersebut menarik untuk membuka Tafsir Al Azhar karangan Buya Hamka. Uraiannya sebagai berikut:

 "Inilah janjian yang adil dari Tuhan kepada seluruh manusia, tidak pandang dalam agama yang mana mereka hidup, atau merk apa yang diletakkan kepada diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shalih yang telah mereka kerjakan itu.

Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita (ujung ayat 62/hlm 21).

Yang menarik, Hamka dengan santun menolak bahwa ayat telah dihapuskan (mansukh) oleh ayat 85 surat surat Ali 'Imran yang artinya: 

Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi agama, sekali-kali tidaklah tidaklah akan diterima daripadanya. 

Dan di Hari Akhirat akan termasuk orang-orang yang rugi." (hlm 217).

Alasan Hamka bahwa ayat ini tidak menghapuskan ayat 62 itu sebagai berikut: "Ayat ini bukanlah menghapuskan (nasikh) ayat yang sedang kita tafsirkan ini melainkan memperkuatnya. 

Sebab hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dan Hari Akhirat.

Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada segala firmannya, segala Rasulnya dengan tidak terkecuali.

Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih." (Hlm 217).

"Kalau dikatakan bahwa ayat ini dinasikhkan oleh ayat 85 surat Ali 'Imran itu, yang akan tumbuh ialah fanatik; mengakui diri Islam, walaupun tidak pernah mengamalkannya. 

Dan surga itu hanya dijamin untuk kita saja. 

Tetapi kalau kita pahamkan bahwa di antara kedua ayat ini adalah lengkap melengkapi, maka pintu da'wah senantiasa terbuka, dan kedudukan Islam tetap menjadi agama fitrah, tetap (tertulis tetapi) dalam kemurniannya, sesuai dengan jiwa asli manusia." (Hlm 217).

Tentang neraka, Hamka bertutur:

Dan neraka bukanlah lobang-lobang api yang disediakan di dunia ini bagi siapa yang tidak mau masuk Islam, sebagaimana yang disediakan oleh Dzi Nuwas Raja Yahudi di Yaman Selatan, yang memaksa penduduk Najran memeluk agama Yahudi, padahal mereka telah memegang agama Tauhid. 

Neraka adalah ancaman di hari akhirat esok, karena menolak kebenaran." (Hlm  218). 

Sikap Hamka yang menolak bahwa ayat 62 Al Baqarah dan ayat 69 Al Maidah telah dimansukhkan oleh ayat 85 surat Ali 'Imran adalah sebuah keberanian seorang mufasir yang rindu melihat dunia ini aman untuk didiami siapa saja, mengaku beragama atau tidak, asal saling menghormati dan saling menjaga pendirian masing-masing. 


Bagaimana Fitrah Manusia Menurut Alquran? 

Ibnu Katsir mendasarkan pendapatnya pada ayat-ayat Alquran


Ada suatu kata-kata bijak yang berbunyi, "Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh dia telah mengenal Tuhannya.”

Terlepas dari perdebatan apakah ungkapan itu hadits Nabi Muhammad SAW atau bukan, suatu pesan dapat diambil darinya.

Manusia dibekali akal dan hati. Dengan dua instrumen itu, manusia dapat menjalani kehidupan di muka bumi tidak sebagaimana hewan, tumbuhan, atau benda mati. 

Selalu ada keinginan untuk menemukan hakikat diri.

Lantas, bagaimana Islam mengajarkan tentang pembawaan manusia? Seperti dijabarkan Prof Yunahar Ilyas dalam bukunya, Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an , para ilmuwan Muslim telah memberikan pendapatnya masing-masing, dengan bersandar pada Alquran dan Sunnah Nabi SAW.

Misalnya, Ibnu Katsir, yang membahas surah al-A'raf ayat ke-172. Terjemahannya sebagai berikut. 

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

 "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: 

"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."

Menurut pakar ilmu tafsir Alquran itu, ayat tersebut menjelaskan, setiap anak cucu Nabi Adam AS telah memberikan kesaksian sebelum mereka dilahirkan ke dunia. 

Kesaksian itu pada intinya menegaskan, Allah SWT adalah Rabb, Malik, dan Ilah-nya. 

Tidak ada satu zat pun yang berhak disembah selain Allah saja.

Pendapat itu, ungkap Yunahar Ilyas, termaktub dalam kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir II. Berangkat dari penjelasan Ibnu Katsir itu, dapatlah dipahami setiap manusia memiliki fitrah bertauhid. 

Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia untuk tetap berada dalam fitrah tersebut.

Caranya dengan manusia itu mengikuti agama Allah yang lurus (Islam).

Hal itu sudah ditunjukkan oleh Sang Pencipta, melalui misalnya surah ar-Rum ayat ke-30. 

Terjemahannya, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. 

Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar