Sabtu, 17 Oktober 2020

MENGAJI RASA

Ngaji diri biasanya seringkali kita mendengarnya dari orang tua atau sesepuh yang hidupnya sudah malang melintang di dunia ini. Saya tidak tahu 'ngaji diri' itu devinisinya apa. Setahu saya, orang sunda yang sudah sepuh-sepuh selalu menyarankan agar kita orang-orang muda, selain mengaji al-Quran dan kitab para ulama, mengaji kepada kiai dan ustadz, juga harus 'ngaji diri'. Maksudnya adalah mengkaji diri sendiri. Ngaji diri adalah mempertanyakan banyak hal kepada diri kita sendiri, sehingga kita bisa mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya.

Jika kita belajar bahasa arab, tentu harus ada gurunya, belajar membaca al-Quran wajib ada gurunya, begitu pula dengan ilmu lainnya, semua punya gurunya masing-masing. Tetapi mengaji diri?? Siapa gurunya?? gurunya tiada lain adalah diri kita sendiri. Kata Nabi, di dalam diri manusia terdapat segumpal daging yang apabila daging itu busuk maka busuklah perangai kita, jika baik maka baiklah akhlak kita. Segumpal daging yang dimaksud oleh Nabi itu adalah qolbu atau hati.

Hati itu ibarat suatu wadah, dimana ada setan yang menempatinya, juga ada malaikat yang bersemayam di dalamnya, ketika kita akan bermaksiat, malaikat menyeru agar jangan melakukan kemaksiatan, tetapi setan akan selalu membisikan kita agar terjerumus ke dalam lembah maksiat. Di sinilah letak pentingnya kita mengkaji diri kita sendiri. Ngaji diri tak lain melemparkan banyak pertanyaan ke dasar hati agar hati kita menjadi salim-selamat, hati menjadi fitri-suci, hati kita nanti yang ditempati para malaikat itulah yang akan menjawab semua pertanyaan kita.

Ngaji diri, oleh para sesepuh dan orang tua dikategorikan sebagai ilmu tingkat tinggi. Mengapa? karena biasanya orang-orang yang ingin mengaji diri, mereka tidak datang ke kiai atau ulama, tidak datang ke pesantren atau madrasah, tapi bersembunyi masuk ke dalam kamar lalu merenungi dan melemparkan berbagai pertanyaan tentang dirinya sendiri. Ngaji diri berasal dari hadits Nabi yang berbunyi MAN ‘Arafa Nafsahu, Faqad Arafa Rabbahu. “Siapa yang mengenal dirinya, akan mengenal Rabb-nya”. Begitulah kurang lebih ungkapan dari sabda Rasulullah SAW tersebut.

Sebenarnya Nabi mengajak kita untuk 'Ngaji diri' yakni mencari jati diri yang sejati. Awas, jangan keliru, mencari jati diri itu bukan mencari pekerjaan atau mencari solusi dalam hidup ini. Mengaji diri adalah upaya agar kita menemukan diri kita yang sejati agar kita mengenal diri kita sendiri. Bagaimana caranya?? Ho ho ho... Maaf beribu maaf, saya sendiri sebenarnya tidak tahu bagaimana caranya, sebab semua orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda mengenai ngaji diri ini. Dan pertanyaan kepada diri sendiripun akan beragam pertanyaan dan jawabannya. Meskipun persoalan ngaji diri ini sangat rumit dijelaskan. Tapi pada intinya ngaji diri ini berkaitan dengan persoalan hati dan ruh, pada hakikatnya ngaji diri adalah upaya agar kita mengenal kelemahan diri kita sendiri. Untuk apa?? tentunya untuk mengenal Allah Swt yang menciptakan diri kita sendiri.

Pertanyaan selanjutnya begini, mengapa kita harus mengenal Allah?? bukankah sudah cukup kita tahu bahwa Allah itu ada?? Allah itu wujud. dan Allah adalah Dzat yang wajib disembah. Bukankah itu sudah cukup?? Itu belum cukup. Sebab kita harus menganal Allah. bukan mengenal seperti yang di ajarkan di pesantren atau madrasah, yakni dengan mengenal melalui ciptaannya atau sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Allah. Tetapi mengenal Allah dengan cara MELIHAT Allah secara langsung, yang disebut dengan musyahadah.

Nah, bagian musyahadah ini tidak bisa saya jelaskan di sini (maaf maaf maaaaf....), karena saya bukan pakarnya. Dan saya sendiri sampai detik ini belum bisa ‘Musyahadah’ seperti musyahadahnya para hamba Allah yang soleh solehah luar biasa. Sementara mari kita simpulkan saja sampai disini, bahwa NGAJI DIRI itu tak lain dan tak bukan sebenarnya adalah 'upaya' atau kerja keras seorang manusia agar dirinya bisa Musyahadah/menyaksikan Allah Swt.

Lalu bagaimana caranya ngaji diri itu?? Bagaimana tatacaranya?? Nah ini dia pertanyaan yang sulit. Ngaji diri ini tentunya dengan melemparkan berbagai pertanyaan kepada diri kita sendiri. Pertama adalah siapa kita?? Nah tanyakan itu kepada hati anda. Nanti hati anda sendiri yang akan menjawabnya, tentunya jawabannya akan berbeda-beda di setiap manusia. Apakah saya ini manusia?? itu pertanyaan ke dua? untuk apa saya dilahirkan ke dunia ini?? itu pertanyaan yang ketiga. Begitu terus menerus sampai kita mempertanyakan apa saja dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Lalu pada tahap selanjutnya (masih dalam metode ngaji diri ini) kita akan menangis sejadi-jadinya, karena kita teringat dosa terhdap anak, dosa terhadap orang tua, dosa terhadap diri kita sendiri dan lain-lain sebagainya.

Ketika Adam dan Hawa di usir dari surga. Lalu Adam ‘Ngaji diri’ betapa bodoh dan hina dirinya, mengapa ia harus melanggar perintah Allah?. Nah ini bisa juga di sebut dengan ngaji diri, Sehingga Adam dan Hawa menangis sesenggukan lalu bersujud kepada Allah dan berdoa "Ya Allah sesungguhnya kami orang-orang yang dzolim, maka ampunilah dosa kami dan terimalah taubat kami". Ngaji diri bisa juga diartikan dengan upaya mencari-cari kesalahan diri kita sendiri, mencari-cari dosa yang pernah kita lakukan di masa lalu. Dari sana lalu kita akan "mengenal Allah". betapa kita hanyalah makhluk yang dzolim. Kita akan menyesali semua perbuatan dosa.

Penjelasan ngaji diri ini apabila saya tulis di sini, mungkin perlu berlapis-lapis halaman karena terlalu panjang pembahasannya. tapi singkat saja, ngaji diri itu sebenarnya simpel. Kuncinya hanyalah, bagaimana kita mencari kekurangan diri kita sendiri, sehingga kita bisa mengenal kegagahan dan kemahadigdayaannya Allah. Ngaji diri merupakan pengalaman ruhani, ngaji diri tidak mempunyai guru khusus, yang menjadi guru kita hanyalah hati kita sendiri. maka sering-seringlah bertanya kepada hati kita jika kita memang ingin mengaji diri kita sendiri. Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar