Rabu, 26 Juni 2019

Iman jadi dasar persatuan

Bandung, 27 Juni 2019

Landasan dan Langkah Mewujudkan Persatuan

Persatuan kaum muslimin di atas al haq dan larangan berpecah-belah, merupakan prinsip yang agung dalam agama Islam. Namun layak disesalkan, kenyataan yang nampak di kalangan kaum muslimin berbeda dengan ajaran agama yang suci ini. Maka di sini, kami sampaikan sebagian keterangan agama mengenai masalah besar ini. Semoga bermanfaat untuk kita.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara”. (QS Ali Imran:103)

Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang tafsir ayat ini: Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini, Dan berpeganglah kamu semuanya kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas  kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. [Jami’ul Bayan 4/30.]

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan. Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal itu juga. Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah. Diantaranya  terdapat satu firqah najiyah (yang selamat) menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi n dan para sahabat beliau.” [Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim, surat Ali Imran:103.]

Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]

Al Qurthubi juga mengatakan,“Maka Allah Ta’ala mewajibkan kita berpegang kepada kitabNya dan Sunnah Nab-iNya, serta -ketika berselisih- kembali kepada keduanya. Dan memerintahkan kita bersatu di atas landasan Al Kitab dan As Sunnah, baik dalam keyakinan dan perbuatan. Hal itu merupakan sebab persatuan kalimat dan tersusunnya perpecahan (menjadi persatuan), yang dengannya mashlahat-mashlahat dunia dan agama menjadi sempurna, dan selamat dari perselisihan. Dan Allah memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan yang telah terjadi pada kedua ahli kitab”. (Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/164)

Beliau juga mengatakan,“Boleh juga maknanya, janganlah kamu berpecah-belah karena mengikuti hawa nafsu dan tujuan-tujuan yang bermacam-macam. Jadilah kamu saudara-saudara di dalam agama Allah, sehingga hal itu menghalangi dari (sikap) saling memutuskan dan membelakangi.” (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159).

Asy Syaukani berkata tentang tafsir ayat ini,“Allah memerintahkan mereka bersatu di atas landasan agama Islam, atau kepada Al Qur’an. Dan melarang mereka dari perpecahan yang muncul akibat perselisihan di dalam agama.” (Fahul Qadir 1/367).

Dari penjelasan para ulama di atas, dapat diambil beberapa perkara penting berkaitan dengan masalah persatuan.

Pertama. Perkataan Imam Ath Thabari: “Berpeganglah kamu kepada janjiNya, yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah”, menunjukkan kaidah dan landasan penting tentang persatuan yang benar. Yaitu: persatuan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. Kalimat yang haq, sering diistilahkan untuk kalimat la ilaha illa Allah, termasuk Muhammad Rasulullah. Dengan demikian, asas persatuan ialah tauhid dan Sunnah. Tidak ada persatuan tanpa tauhid dan Sunnah Rasulullah n . Persatuan yang dibangun tidak berdasarkan tauhid, merupakan model persatuan orang-orang musyrik. Dan persatuan yang tidak di atas Sunnah, merupakan persatuan ahli bid’ah. Bukan Ahlus Sunnah!

Kedua. Penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah yang menghubungkan ayat di atas -yang memerintahkan persatuan- dengan hadits firqah najiyah -menunjukkan- bahwa persatuan yang haq, ialah dengan mengikuti apa-apa yang ada pada Nabi n dan para sahabat beliau. Membangun persatuan, yaitu dengan mengikuti Al Kitab dan As Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat, kemudian menolak bid’ah. Karena seluruh bid’ah merupakan kesesatan. Bid’ah adalah perkara baru dalam agama, yang tidak ada pada zaman Rasulullah n dan para sahabatnya.

Ketiga. Perkataan Al Qurhubi rahimahullah menjadi jelas bagi kita, bahwa langkah menuju persatuan yaitu dengan berpegang kepada kitab Allah dan Sunnah NabiNya, baik dalam keyakinan maupun perbuatan. Dan jika terjadi perselisihan, maka dikembalikan kepada keduanya.

Keempat. Demikian juga penjelasan Asy Syaukani. Bahwa persatuan, ialah dengan berpegang kepada agama Allah; dengan berpegang kepada Al Qur’an.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأَنَّ هذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. (QS Al An’am:153).

Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi berkata,“Ayat ini memuat perintah agar konsisten terhadap agama Islam, dalam masalah aqidah, ibadah, hukum, akhlaq, dan adab. Ayat ini juga memuat larangan mengikuti selain Islam, yaitu seluruh agama-agama dan sekte-sekte, yang Allah istilahkan dengan ‘jalan-jalan’ (Aisarut Tafasir).

Menjelaskan firman Allah: dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain); Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,”Yaitu jalan-jalan yang menyelisihi jalan ini.” (Firman Allah: karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya), yaitu akan menyesatkan dan mencerai-beraikan kamu darinya. Maka jika kamu telah sesat dari jalan yang lurus, maka di sana tidak ada lagi, kecuali jalan-jalan yang akan menghantarkan menuju neraka jahim.” (Taisir Karimir Rahman).

Kemudian dari ayat di atas dapat diambil petunjuk, bahwa diantara langkah menuju dan menjaga persatuan ialah dengan menetapi agama Islam sampai mati, dan berlepas diri dari selainnya, yang berupa: madzhab-madzhab, agama-agama, dan jalan-jalan selain Islam.

YD1JNI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar