Minggu, 02 Februari 2020

*keutamaan ilmu dan ulama*

Keutamaan Ilmu dan Ulama” (Lubabul Hadits bagian 1)

Oleh: Mustamsikin

(Pegiat Literasi di PSP IAIN Tulungagung)

 

Imam Syuyuthi (W. 911 H.) Mengutip tidak kurang dari empat ratus hadits dalam kitab yang ia sebut dengan _Lubab al-Hadits_ (intisari hadits). Dari sejumlah hadits tersebut beliau petakan ke dalam empat puluh bab. Setiap bab tidak kurang memuat sepuluh hadits.

 

Menurut penjelasan Imam al-Syuyuthi, hadits-hadits yang beliau kutip merupakan hadits yang memiliki sanad _sahih_ dan terpercaya. Sedang beliau dalam kitab ini tidak mencantumkan sanad hadits yang beliau kutip besertaan juga hanya mencantumkan _matan_ haditsnya saja.

 

Oleh sebab itulah, kitab ini kendati mencantumkan ratusan hadits, namun kitab ini tidak terlalu tebal. Sehingga tidak memunculkan kesan “membosankan” ketika di baca. Bagitu pula dapat kita lihat pada bab awal kitab ini yang bertema keutamaan ilmu dan ulama.

 

Pada bab awal ini, berisikan penjelasan tentang hadits-hadits yang menyinggung tentang keutamaan ilmu dab keutamaan ulama. Berkenaan dengan keutamaan ilmu, Nabi Saw. menjelaskan bahwa duduk dalam majlis ilmu satu jam meski tidak membawa alat tulis dan menuliskan sebuah ilmu itu lebih baik dari pada memerdekakan seribu budak. Begitu pula memandang wajah orang alim lebih baik dari pada sedekah seribu kuda untuk perjuangan di jalan Allah Swt. Bahkan, berucap salam kepada orang alim lebih baik dari ibadah satu tahun.

 

Dari penjelasan Nabi Saw. Di atas, dapat kita pahami bahwa mendapati majlis ilmu dan menahan diri untuk bersimpuh di dalam majlis merupakan amal yang sangat utama. Kebaikan yang jelas tinggi derajatnya. Bahkan kata nabi berikutnya, seorang yang hendak melangkahkan kaki untuk belajar ilmu adalah pengampunan. Ia diampuni dosa dan kesalahannya sebelum kakinya melangkah menuju majlis ilmu.

 

Sebanding dengan keutamaan majlis ilmu, para ulama yang mempunyai ilmu dan mengamalkannya pun memiliki keutamaan yang besar. Bahkan memandanginya mempunyai kebaikan yang amat tinggi nilainya.

 

Mengapa orang alim sedemikian memilik derajat tinggi? Nabi Saw. menambahkan, karena orang alim wara’ satu lebih berat–untuk digoda–oleh setan dari pada ahli ibadah yang bersungguh-sungguh namun bodoh. Meskipun ia sama-sama wara’.

 

Orang alim diibaratkan oleh nabi seperti bulan purnama, sedang seorang hamba ibarat seperti bintang. Sehingga orang alim memilik keutamaan berlebih dari seorang hamba sekalipun ia ahli ibadah.

 

Oleh sebab itulah karena derajat tinggi yang dimiliki oleh orang alim, tidak heran bila nabi mengatakan, barang siapa memuliakan orang alim, maka sungguhnya ia memuliakanku. Sedang orang yang memuliakanku berarti ia memuliakan Allah. Sudah barangtentu orang yang memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga.

 

Dari penjelasan di atas tentu dapat kita pahami bahwa orang alim memiliki derajat luhur. Derajat luhur tersebut tentu diperoleh dengan usaha yang sungguh-sungguh. Termasuk dalam berproses untuk menjadi orang alim. Bukan alim–berpengetahuan–saja, namun ia juga mengamalkan ilmunya.

 

Orang yang mengamalkan ilmunya lah yang pantas disebut sebagai orang alim–meskipun dalam satu hadits diungkap orang yang mempelajari satu ilmu kendati sudah maupun belum mengamalkannya lebih utama dari orang yang salat seribu rakaat. Karena orang yang mengamalkan ilmunya sesungguhnya ia telah membuahkan apa yang ia ketahui. Ibarat pohon adalah pohon yang dapat berbuah.

 

Nah demikialah ulasan bab  awal dari kitab _Lubab al-Hadits_. Semoga dapat menginspirasi kita untuk terus mepelajari ilmu. Menggugah dan menyadarkan kita betapa tinggi kedudukan seorang yang berilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar