Oleh: Ustadz Yachya Yusliha
Allah SWT menciptakan manusia dengan beberapa kemampuan, agar mereka dapat berinteraksi dengan sesamanya sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial.
Diantara kemampuan itu adalah, dengan mulut atau lisan manusia bertutur, dengan akhlak manusia bisa berperilaku dan dengan jiwa empati, simpati, dan segala bentuk perasaan lainnya, manusia bisa berinteraksi satu sama lain.
Pada dasarnya, dengan kemampuan itu manusia ingin mewujudkan keinginan dan tujuannya di persada bumi ini, nah. Apa tujuan manusia? Tujuan manusia ada dua, yaitu kebaikan dan kebahagiaan
Kaum muslimin jamaah Jumat yang berbahagia
Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa pandangan seseorang terhadap kebahagiaan dan kebaikan itu berbeda-beda satu sama lain, tidak menutup kemungkinan, pandangan kami terhadap kebaikan dan kebahagiaan berbeda dengan jama’ah sekalian, atau diantara jama’ah juga saling berbeda pandangan terhadap kebaikan dan kebahagiaan itu, bahkan bisa jadi saling bertolak belakang.
Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut, selanjutnya akan melahirkan cara berperilaku yang berbeda, dan prilaku yang berbeda itu akhirnya menimbulkan kebudayaan yang berbeda pula, karena pada dasarnya budaya itu lahir dari interaksi prilaku manusia.
Dalam pandangan Islam, dari perbedaan itu, setidaknya ada dua budaya yang berkembang besar, hingga menjadi dua landansan umat manusia dalam menjalani fungsinya sebagai makhluk sosial:
Pertama: Siapa saja yang memandang bahwa kebaikan dan kebahagiaan itu tolak ukurnya dunia semata
Tanpa ada tujuan terhadap akhirat, maka kebaikan dan kebahagiaan hanya berupa harta wanita dan tahta, maka ia akan melakukan apa saja untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan menurut ukurannya, berinteraksi dengan pola pikir dunia, bersosialisasi dengan tujuan meraup harta, mendapat pasangan hidup yang cantik dan menduduki kekuasaan yang tinggi, dan segala tindak tanduk lainnya yang didasarkan pada kesenangan dunia, dari itu akan terbentuk interaksi dunia semata, yaitu interaksi yang tak mengindahkan tujuan akhirat, interaksi yang kosong dari ajaran Islam. Dari interaksi inilah muncul budaya yang sering kita sebut sebagai “budaya jahiliyah”.
Hal yang perlu disadari bersama bahwa, budaya jahiliyah ini sejatinya adalah budaya yang merusak, menjadi virus disetiap segi, tidak hanya pada kehidupan manusia, juga merusak pada tatanan alam semesta.
Bagaimana tidak, interaksi yang terbentuk didalam budaya jahiliyah ini, adalah interaksi syahwat belaka, ajaran Islam yang telah ditiadakan digantikan oleh system brutal untuk mewujudkan kesenangan dunia semata, akibatnya segala cara ditempuh untuk tujuan itu, segala cara dipergunakan, meski harus mengorbankan banyak orang, atau meski merusak banyak lini. Baik dari aspek jiwa, hingga aspek di luar jiwa.
Lihat saja, korupsi merajalela, perampokan dimana-mana, permerkosaan dan perzianahan semakin meningkat juga semakin keji dan masih banyak lagi penyakit-penyakit sosial yang diakibatkan oleh budaya jahiliyah yang terbentuk dari interaksi-interaksi hewaniyah.
Sehingga secara jelas, budaya jahiliyah ini akan menurukan derajat manusia menjadi lebih hina dari pada hewan. Sehingga dampak yang paling parah yaitu orang muslim yang menjadi musuh Islam, sebab keisalaman dicampakkan lalu diganti dangan pola hidup jahiliyah, atau barat, dewasa ini yang hanya memuaskan nafsu belaka. Padahal Rasululllah SAW telah mengultimatum kita semua sebagai umatnya dengan sabdanya:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (أبي داود
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia tergolong didalam golongan tersebut” (HR. Abu Daud)
Kedua: siapa-siapa saja yang memandang bahwa kebaikan dan kebahagiaan itu tolak ukurnya adalah penilaian Allah SWT.
Kebaikan dan kebahagiaan itu adalah wujud dari Ridho-Nya, sehingga untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan tersebut harus sesuai dengan ajaran-Nya, yaitu syariat Islam, maka mereka-mereka inilah yang akan membentuk suatu budaya yang kita sebut sebagai “budaya Islami” sebab, tentunya dengan interaksi-interaksi mereka yang sesuai dengan tuntunan Islam, itu akan melahirkan kondisi sosial yang seluruhnya didasari oleh aturan-aturan Islam.
Dan jika telah terwujud yang demikian, maka segala aspek kehidupan, baik manusia maupun diluar manusia, di dunia ini, akan tercegah dari perusakan dan pergeseran sunnatullah atau hukum alam yang menjadi hukum asal dari setiap benda yang ada di dunia ini, sebab sudah sangat jelas, bahwa Allah SWT yang menciptakan seluruh alam semesta, sehingga Allah SWT lah yang paling tau pemeliharaan dan penjagaannya, dan disinilah peran kita sebagai khalifatullah fil Ardhi untuk mewujudkan tugas pemeliharaan tersebut.
Penjagaan dan pemeliharaan dapat berjalan dengan baik harus berpedoman dengan syari’at Islam sebagai Rahmatan lil Alamin, sesuai dengan konsep di atas. Untuk itu, langkah yang harus kita tempuh untuk membudayakan ajaran Islam disekitar kita adalah dengan cara merubah terlebih dahulu prilaku kita menjadi perilaku Islami, dan untuk mewujudkan perilaku yang Islami, maka ada empat hal yang harus di benahi:
Aqidah yang selamat: Aqidah yang meng-Esakan Allah SWT, Aqidah yang mempercayai dan mengakui seluruh kekuasaan Allah SWT dan Aqidah yang melahirkan cinta, takut dan patuh kepada Allah SWT
Ibadah yang benar: ibadah yang didasari oleh aqidah yang selamat, ibadah yang dituntukan oleh Rasulullah SAW
Akhlak yang utama: akhlak yang telah dicontohkan oleh seluruh nabi dan Rasulullah SAW , yaitu akhlak yang betul-betul mewujudkan sabda Nabi sebagai ciri Islam “muslim ialah muslim lain aman dari gangguan lisan dan tangannya”
Al-Hukmul Al-‘adil: hukum yang didalamnya tidak terdapat unsur-unsur yang dapat menurunkan harkat dan martabat manusia, hukum yang sesuai dengan kebutuhan seluruh Alam, hukum yang membawa keamanan, kedamaian dan kesejahteraan yang sebenar-benarnya
Maka apabila keempat unsur tersebut terpenuhi dalam jiwa seorang muslim, niscaya secara otomatis perilakunya akan sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh aturan Islam, dan dari perilaku ini, terbentuklah budaya Islam yang kita idam-idamkan.
Kaum Muslimin jamaah jumat yang berbahagia.
Poin penting yang harus kita pahami bersama bahwa, jika ada yang beranggapan, budaya jahiliyah dapat disatu padukan dengan budaya Islami, sungguh hal itu adalah sebuah anggapan yang sangat keliru dan tak berdasar.
Karena telah kita paparkan sebelumnya, budaya jahiliyah hanyalah sebuah system yang merusak tatanan masyarakat, sementara budaya Islam datang untuk memelihara dan memberikan kedamaian bagi seluruh umat manusia.
Maka bagaimana mungkin dua kebudayaan yang saling bertolak belakang, saling tolak menolak satu sama lain bisa disatukan, hal ini sama saja ingin menyatukan air dengan minyak takkan pernah menyatu, hingga langit runtuh sekalipun.
Disinilah peran kita sebagai umat Islam, yaitu menegakkan budaya Islami yang langkah awalnya adalah membersihkan pondasi sosial kita dari segala bentuk kejahiliyahan, barulah setelah itu, kita mulai membangun tonggak budaya Islam kita, mengembangkan payung syari’at Islam, lalu dengan di bawah payung tersebut, bernaung beragam budaya yang terdapat di negara kita, sehingga dengan demikian setiap interaksi yang terjadi dari beragam budaya tersebut takkan keluar dari batas penaungnya, yaitu payung syari’at Islam,
Pada akhirnya kepada Allah SWT kita serahkan segalanya, dan semoga kita termasuk dalam
golongan umat yang terbaik, umat yang mendapat keberuntungan.
بَارَكَاللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَا وَتَهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Jumat Kedua Keniscayaan Budaya Islam
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ … أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىإِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَّبَّنَآإِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبِّكُمْ فَئَامَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْعَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَاوَعَدتَنَا عَلَىرُسُلِكَ وَلاَتُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيعَادَ.
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar