Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَاٰ مِنُوْا بِمَاۤ اَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُوْنُوْاۤ اَوَّلَ كَا فِرٍ بِۢهٖ ۖ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰ يٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۖ وَّاِيَّايَ فَا تَّقُوْنِ
wa aaminuu bimaaa angzaltu mushoddiqol limaa ma'akum wa laa takuunuuu awwala kaafirim bihii wa laa tasytaruu bi-aayaatii samanang qoliilaw wa iyyaaya fattaquun
"(Dan berimanlah kalian pada apa yang Kuturunkan), yakni Alquran (yang membenarkan apa yang ada beserta kalian), yaitu Taurat berupa kesamaan dalam ketauhidan kenabian Muhammad (dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya), yakni dari golongan Ahlul Kitab karena orang-orang yang di belakang itu hanya akan mengikuti sikap dan tindakan kalian, sehingga dosa kekafiran mereka akan terpikul di atas pundak kalian (dan janganlah kalian jual) janganlah kalian tukar (ayat-ayat-Ku) yang terdapat dalam Kitab Suci kalian tentang sifat-sifat dan ciri-ciri Muhammad (dengan harga yang rendah) dengan pengganti yang rendah nilainya berupa harta dunia.
SIFAT-SIFAT ORANG-ORANG KAFIR Oleh Syaikh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qâsim
Allâh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan makhluk dengan qudrah-Nya, kemudian dengan anugerah-Nya, Allah Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan dengan keadilan-Nya, Allah Azza wa Jalla menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.
Semua ini tertulis pada lauhul mahfûdz. Allâh berfirman :
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin.
dan Allâh Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” [at-Taghâbun/64 : 2] Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan jalan orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan serta orang-orang yang celaka.
Allah Azza wa Jalla memuji para hamba yang bertakwa dan mencela orang-orang kafir. Allah Azza wa Jalla juga mengingatkan para hamba-Nya agar tidak latah meniru sifat-sifat orang kafir.
Dalam al-Qur’ân banyak penjelasan tentang perbuatan dan keyakinan rusak orang-orang kafir serta perangai dan sifat-sifat mereka yang buruk.
Diantaranya, mengingkari hari kebangkitan dan menganggapnya mustahil, tidak beriman kepada takdir, mengeluh dan berkeluh kesah ketika tertimpa musibah, tidak punya harapan kepada Allah Azza wa Jalla , dusta, sombong, berpaling dari ayat-ayat-Nya, hati mereka penuh hasad (rasa iri) terhadap kaum Mukminin yang telah mendapatkan nikmat iman dan mereka berharap nikmat iman itu sirna dari kaum Muslimin.
Hasad inilah yang mendorong mereka berusaha menyesatkan orang beriman.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).
[an-Nisâ/4:89] Tak henti-hentinya, orang-orang kafir membuat makar dan menipu kaum Muslimin, berusaha mencelakakan dan merampas kenikmatan dari kaum Muslimin. Mereka berpura-pura amanah, berprilaku dan berperangai terpuji supaya bisa mengambil manfaat dibalik semua ini.
Namun, Allah Azza wa Jalla membongkar kedok mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang yang di luar kalanganmu menjadi teman kepercayaanmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu.
telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.” [Ali Imrân/3:118)] Membungkus kedustaan dengan kejujuran, khianat dengan amanah, sering membela kebatilan dan menyembunyikan kebenaran.
Meski tipu daya mereka terhadap kaum Muslimin sangat luar biasa, namun Allah Azza wa Jalla tidak akan tinggal diam.
Allah Azza wa Jalla pasti akan menghancur leburkan tipu daya mereka serta akan merendahkan dan menghinakan mereka. Allah melarang rasul-Nya mentaati orang-orang kafir.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ
Hai Nabi, bertakwalah kepada Allâh dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik.
[al-Ahzâb/33:1] Karena ilmu mereka hanya sebatas dunia. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah mengatakan, “Seluruh amalan dan urusan orang kafir pasti ada cacatnya sehingga manfaatnya tidak pernah maksimal.”
Orang-orang kafir tidak tahu menahu ilmu akhirat.
Allah Azza wa Jalla berfirman : Baca Juga Contoh Perbedaan Pendapat Diantara Ulama Ahlus Sunnah Akan Tetapi Mereka Tidak Saling Mengingkarinya
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” [ar-Rûm/30:7] Mereka hidup penuh kebingungan dan kebimbangan.
Tujuan yang selalu mereka kejar dalam hidup hanya sebatas bersenang-senang, makan dan minum, tanpa peduli halal dan haram. Orang-orang kafir itu selalu menghalangi perbuatan baik, tidak bisa berterima kasih dan mengkonsumsi barang haram. Allâh berfirman :
يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ
Mereka mengetahui nikmat Allâh, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.
[an-Nahl/16:83] Mereka hidup dalam kegelapan, kesesatan serta hanya memperturutkan hawa nafsu.
Anggota tubuh yang mestinya merupakan sarana menggapai hidayah sudah tidak berfungsi lagi. Hati mereka mati, telinga mereka tuli dan mata mereka buta, tidak mau mendengar dan melihat kebenaran.
Setan menggiring mereka untuk selalu bermaksiat dan mencari kesenangan-kesenangan nafsu sesaat.
Sehingga apa yang mereka lakukan seperti debu yang berterbangan. Amal kebaikan mereka tidak berguna.
Di dunia mereka letih dan di akherat mereka akan merintih tersiksa.
Allâh tidak mencintai mereka bahkan Allah Azza wa Jalla mengkhabarkan bahwa Dia musuh orang-orang kafir.
Jika Allah Azza wa Jalla benci terhadap seorang hamba, Dia memanggil malaikat Jibril Alaihissallam, “Wahai Jibril sesunggunya Aku benci kepada Fulan, maka bencilah dia ! Dan Jibril pun membencinya.
Kemudian Jibril menyeru seluruh penduduk langit bahwa Allah Azza wa Jalla membenci Fulan, maka bencilah dia ! Maka penghuni langit pun membencinya.
Kemudian ditetapkan baginya kebencian di muka bumi.” [HR. Bukhâri dan Muslim] Jiwa orang kafir menjerit pedih akibat dosa-dosa yang telah ia perbuat dan karena jauh dari Allah Azza wa Jalla , dadanya terasa sesak serta tidak pernah merasakan manisnya iman. Laknat dan murka menimpa mereka. Mereka adalah makhluk Allâh yang paling buruk. Allah Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya.
Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. [al-Bayyinah/98 : 6] Kematian seorang kafir akan menimbulkan ketenangan dan ketentraman bagi penduduk dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ketika melihat rombongan membawa jenazah :
الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
Hamba yang beriman akan istirahat dari keletihan dan derita dunia menuju rahmat Allah sementara hamba yang fâjir (bergelimang maksiat, jika dia mati-red) maka manusia, negeri, pepohonan dan binatang melata akan terbebas dari keburukannya [HR. Bukhâri] Pada hari kiamat, orang-orang kafir akan dibangkit untuk dihisab dengan wajah hitam pekat, berdebu serta bermuka masam.
Kedua mata mereka terbelalak karena terperangah kaget dan takut; leher mereka terikat dengan rantai sebagai balasan yang setimpal.
Inilah ini sebagian dari sifat-sifat buruk orang-orang kafir beserta balasan yang akan mereka terima.
Keburukan yang bertumpuk-tumpuk tanpa henti, maka hendaklah kita berhati-hati dan tetap menjaga diri kita agar tidak terjerumus kedalam kekufuran.
Kepedihan akibat dari sifat-sifat buruk mereka, hendaknya kita jadikan pelajaran berharga agar tidak mudah membeo prilaku mereka yang terkadang menipu dan tidak mudah mengamini ucapan-ucapan dan janji-janji manis mereka.
Ingatlah sabda nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Maksudnya janganlah kalian sembunyikan karena khawatir tidak akan memperoleh lagi keuntungan-keuntungan yang kalian dapatkan selama ini dari nenek moyang kalian (dan hanya kepada-Kulah kalian harus bertakwa) maksudnya harus takut dalam hal itu dan bukan kepada selain-Ku."
Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 41:
وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Wa āminū bi mā anzaltu mushaddiqan li mā ma‘akum, wa lā takūnū awwala kāfirim bihī, wa lā tasytarū bi āyātī tsamanan qalīlan, wa iyyāya fattaqūni.
Artinya, “Imanlah kalian (Yahudi-yahudi Madinah) kepada apa yang telah Kuturunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat).
Janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya.
Jangan kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah.
Hanya kepada-Ku hendaknya kalian takut,” (Surat Al-Baqarah ayat 41).
Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 41 Syekh Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 41 mengajak Ahli Kitab untuk beriman kepada Al-Qur’an karena Al-Qur’an dan Taurat memiliki kesamaan kandungan dalam hal tauhid dan kenabian.
Surat Al-Baqarah ayat 41 mengimbau Ahli Kitab agar tidak menjadi orang pertama yang mengingkari Al-Qur’an karena generasi mereka berikutnya akan mengikuti kekufuran mereka.
Sedangkan dosa kufur generasi berikutnya juga menjadi tanggungan mereka.
Surat Al-Baqarah ayat 41 mengingatkan Ahli Kitab agar tidak mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yang tercantum di kitab suci mereka dengan harta benda duniawi dengan menyembunyikan sifat-sifat nabi akhir zaman yang dijanjikan karena takut kehilangan “upeti” yang selama ini mereka nikmati dari kalangan awam mereka.
Surat Al-Baqarah ayat 41 mengingatkan Ahli Kitab agar takut hanya kepada Allah, bukan selain-Nya termasuk dalam bentuk kehilangan “upeti.”
Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, mengatakan Surat Al-Baqarah ayat 41 turun perihal Ka’ab bin Asyraf pemuka-pemuka agama, dan tokoh-tokoh masyarakat Yahudi Madinah.
Lalu bagaimana memahami Surat Al-Baqarah ayat 41 terkait larangan terhadap Ahli Kitab sebagai orang pertama yang ingkar terhadap Al-Qur’an? Padahal, bangsa Quraisy di Makkah telah lebih dahulu mengingkari Al-Qur’an sebelum keingkaran umat Yahudi Madinah.
Imam Al-Baghowi mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 41 melarang para pemuka Ahli Kitab di Madinah untuk ingkar terhadap Al-Qur’an karena kekufuran mereka akan diikuti oleh umat yang selama ini menjadi pengikut mereka sehingga dosa kufur pemuka Ahli Kitab memberikan jalan bagi dosa kufur pengikut mereka.
Imam Al-Baghowi juga menceritakan bahwa selama ini para pemuka dan tokoh masyarakat Yahudi setiap tahun menarik upeti dari hasil pertanian, perahan susu ternak, dan peredaran mata uang dari lingkungan masyarakat awam mereka.
Mereka khawatir akan kehilangan itu semua bila mengungkapkan jujur sifat-sifat Nabi Muhammad SAW dalam Kitab Taurat mereka karena mereka kemudian akan mengikuti ajaran nabi akhir zaman tersebut.
Mereka khawatir akan kehilangan pendapatan mereka dari upeti itu sehingga mereka mengubah sifat dan menyembunyikan nama Nabi Muhammad SAW.
Mereka memilih dunia daripada akhirat.
Imam Al-Baidhawi dalam kitab tafsirnya Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 41 menganjurkan Ahli Kitab untuk beriman kepada Al-Qur’an yang maksudnya adalah perintah untuk memenuhi janji mereka sendiri terhadap Allah.
Surat Al-Baqarah ayat 41, kata Imam Al-Baidhawi, mengatakan, Al-Qur’an membenarkan kitab-kitab suci sebelumya sesuai dengan yang disifatkan pada semua kitab tersebut atau sesuai dengan cerita-cerita nabi semelumnya, janji-janji ilahi, ajakan untuk bertauhid, perintah ibadah, perintah untuk berbuat adil, dan larangan terhadap perbuatan maksiat dan keji. Adapun perbedaan syariat yang bersifat furu’iyah, kata Imam Al-Baidhawi, didasarkan pada pertimbangan perbedaan zaman yang menuntut kemaslahatan yang juga berbeda sesuai zamannya.
Bahkan, kalau saja nabi-nabi terdahulu dihidupkan kembali di hari ini, niscaya mereka akan diberikan wahyu sesuai dengan zaman kini. Oleh karenanya, Rasulullah bersabda, “Andai Musa hidup, niscaya tidak aka nada keluasan baginya kecuali mengikuti (syariat)ku.”
Menurut Imam Al-Baidhawi, Ahli Kitab di Madinah wajib menjadi orang pertama yang beriman kepada Al-Qur;an karena mereka adalah orang yang menyaksikan dan mengetahui mukjizat Nabi Muhammad SAW.
Mereka juga kelompok yang tertolong oleh kehadiran Nabi Muhammad SAW. Mereka juga kelompok Ahli Kitab yang berbahagia karena mengalami zaman nabi akhir zaman yang dijanjikan di kitab-kitab suci sebelumnya.
Upeti sebagai kenikmatan dunia yang Ahli Kitab terima dari masyarakat awam mereka selama ini sebesar apapun itu, kata Imam Al-Baidhawi, terbilang kecil dan murah jika dinisbahkan dengan kerugian mereka di akhirat karena kekufuran mereka.
Sebagian ulama tafsir, kata Imam Al-Baidhawi, mengatakan bahwa pemuka Ahli Kitab selama ini menjadi tokoh masyarakat Yahudi dan hidup dari upeti serta hadiah masyarakatnya.
Mereka khawatir kehilangan itu semua ketika mereka bersikap jujur. Sebagian ahli tafsir yang lain mengatakan, para pemuka Ahli Kitab kerap memungut uang suap, lalu mereka mengubah dan menyembunyikan kebenaran. Adapun Imam Ibnu Katsir menambahkan, kata “bihī” pada Surat Al-Baqarah ayat 41 dapat merujuk pada Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Menurut Ibnu Katsir, keduanya mulazamah yang tidak dapat dipisahkan.
Siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an, niscaya ia mengingkari Nabi Muhammad SAW. Siapa saja yang mengingkari Nabi Muhammad SAW, niscaya ia mengingkari Al-Qur’an. Wallahu a’lam.