Sunah-sunah dalam shalat terdiri atas dua bagian:
1- Sunah Ab’adh
Sunah Ab’adh adalah amalan amalan dalam sholat yang sangat dituntut, jika ditinggalkan dengan sengaja atau tidak, disunatkan sujud sahwi
- Membaca tasyahud awal (kesatu) serta
- Duduk di saat tasyahud awal
- Membaca shalawat atas Nabi saw pada tasyahud awal
- Membaca shalawat atas keluarganya pada tasyahhud awal
- Membaca do’a qunut yaitu membacanya sewaktu bangkit (berdiri) dari ruku pada raka’at kedua di shalat subuh
- Membaca shalawat atas Rasulallah saw dan keluarganya sebagai penutup do’a qunut pada shalat subuh.
2- Sunah Haiat
Sunah Haiat adalah amalan amalan sunat dalam sholat , jika ditinggalkan dengan sengaja atau tidak , tidak disunatkan sujud sahwi. Sunah haiat ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan agar menambah banyak pahala. Sunah-sunah tersebut di antaranya:
1. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu ketika bertakbiratul ihram, ketika akan ruku, ketika bangkit dari ruku, ketika berdiri setelah tasyahud awal.
عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ، وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, “Bahwasanya Nabi saw apabila beliau melaksanakan shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahu beliau, kemudian membaca takbir. Apabila beliau ingin ruku, beliau pun mengangkat kedua tangannya seperti itu, dan begitu pula kalau beliau bangkit dari ruku” (HR Bukhari Muslim).
عَنْ عَلِيّ بن ابي طالب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاةِ الْمَكْتُوبَةِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ، وَيَصْنَعُ مِثْلَ ذَلِكَ إِذَا قَضَى قِرَاءَتَهُ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ ، وَيَصْنَعُهُ إِذَا فَرَغَ وَرَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ ، وَلا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ صَلاتِهِ وَهُوَ قَاعِدٌ ، وَإِذَا قَامَ مِنَ السَّجْدَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ كَذَلِكَ كَبَّرَ (البخاري و أبو داودو الترمذي)
Begitu pula Hadits Ali bin Abi Thalib ra “Bahwasanya Rasulallah saw apabila hendak melakukan shalat lima waktu, beliau memulai dengan takbir, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahu beliau, dan beliau melakukan seperti itu jika selesai dari bacaanya dan ingin ruku, dan beliau melakukan seperti itu kalau beliau bangkit dari ruku, dan beliau tidak mengangkat kedua tanganya dalam shalatnya ketika duduk, dan begitu pula jika beliau bangkit dari kedua sujud beliau mengangkat kedua tangannya dan takbir” (HR Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi)
2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah dada dan di atas pusar. Hal ini berdasarkan hadist:
عَنْ وَائِل بِنْ حِجْر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : صَلَّيْت مَعَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَ يَده الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ (ابن حزيمة في صحيحه)
Dari Wail bin Hijr ra, “Saya pernah salat bersama Nabi saw, kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri di atas dadanya” (HR Ibnu Huzaimah dalam shahih-nya)
3. Membaca do’a iftitah dilakukan sebelum membaca ta’awwudh (‘Audzubillahi minas syaitonir rajim), yaitu:
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً إني وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah dengan banyaknya. Maha suci Allah sepanjang pagi dan petang. Aku hadapkan wajahku bagi Tuhan yang mencipta langit dan bumi, dengan suasana lurus dan berserah diri dan aku bukan dari golongan orang musyrik. Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku, matiku adalah untuk Allah Tuhan sekelian alam. Tidak ada sekutu bagiNya dan kepadaku diperintahkan untuk tidak menyekutukan bagiNya dan aku dari golongan orang Islam.
Sesuai dengan hadits dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: “Rasulullah saw apabila shalat, beliau membaca (do’a iftitah) sebagai berikut:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Aku hadapkan wajahku kepada Allah, Maha pencipta langit dan bumi dengan keadaan ikhlas dan tidak mempersekutukanNya. Sesungguhnya shalatku, segala ibadahku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya, dan karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan berserah diri kepadaNya. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang berwenang untuk mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Labbaik wa sa’daik (Aku patuhi segala perintahMu, dan aku tolong agamaMu). Segala kebaikan berada di tanganMu. Sedangkan kejahatan tidak datang daripadaMu. Aku berpegang teguh denganMu dan kepadaMu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampun dariMu dan aku bertobat kepadaMu).” (HR. Muslim)
4. Membaca ta’awwudh (A’udzubillaahi minasy syaithoonirojiim) sebelum membaca surat al-Fatihah dengan perlahan-lahan.
Firman Allah,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ – النحل ﴿٩٨﴾
Artinya: “Maka apabila kamu membaca Al-quran, maka hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Qs An-Nahl ayat: 98)
5. Membaca amin (aamiin) setelah membaca surat al-Fatihah. Hal ini disunahkan kepada setiap orang yang shalat, baik sebagai imam maupun makmum jika mendengar bacaan imamnya atau shalat sendirian.
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فأمِّنوا؛ فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ المَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه الشيخان)
Sabda Rasulullah saw dari Abu Hurairah ra, “Apabila imam membaca amin, malaikat pun membaca amin maka ucapkanlah pula amin olehmu. Maka sesungguhnya barangsiapa yang bacaan aminnya berbarengan dengan aminnya malaikat, maka akan diampuni segala dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Bukhari dan Muslim)
6. Membaca sesuatu dari ayat al-Qur’an setelah membaca surat al-Fatihah pada shalat Subuh atau shalat-shalat lainya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ : وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ ، وَفِي الصُّبْحِ بِأَطْوَلَ مِنْ ذَلِكَ (رواه الشيخان)
Dari Jabir bin Samrah ra, “Rasulullah saw ketika shalat Duhur membaca surat “Wallaili idza yaghsya”, dan pada shalat Ashar sama seperti itu panjangnya, dan pada shalat subuh membaca surat lebih panjang dari itu” (HR Bukhari Muslim).
عن جُبَيْر بْن مُطْعِم عَنْ أَبِيهِ سَمِعْت النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأ فِي الْمَغْرِب بِالطُّورِ (البخاري)
Dari Jubair bin Muth’im ra, ia berfkata: “saya mendengar Nabi saw membaca surat At-Thur pada shalat maghrib”. (HR. Bukhari)
عَنِ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِشَاءِ { وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ } فَمَا سَمِعْتُ أَحَدًا أَحْسَنَ صَوْتًا أَوْ قِرَاءَةً مِنْهُ (رواه الشيخان)
Dari Al-Barra’ ra, ia berkata: “saya mendengar Rasulallah saw membaca surat (Wat thini wazaitun) pada shalat isya’. Saya tidak pernah mendengar seseorang lebih bagus dari suara Rasulallah saw dalam bacaanya” (HR Bukhari Muslim)
7. Memperpanjang raka’at pertama dari raka’at yang kedua.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِنْ صَلاةِ الظُّهْرِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ ، يُطَوِّلُ فِي الأُولَى ، وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ ، وَيُسْمِعُ الآيَةَ أَحْيَانًا ، وَكَانَ يَقْرَأُ فِي الْعَصْرِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ ، وَكَانَ يُطَوِّلُ فِي الأُولَى ، وَكَانَ يُطَوِّلُ فِي الرَّكْعَةِ الأُولَى مِنْ صَلاةِ الصُّبْحِ ، وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ (رواه البخاري)
Sesuai dengan hadits dari Abu Qatadah ra, ia berkata: Nabi saw pernah membaca dalam dua rakaat pertama pada shalat dzuhur surat al-Fatihah dan dua surat. Beliau membaca surat yang panjang pada raka’at pertama dan membaca surat yang pendek pada raka’at kedua, dan kadang-kadang memperdengarkan kepada kami dalam membaca ayat. Dan beliau membaca pada shalat ashar surat Fatihah dan dua surat, beliau membaca surat yang panjang pada raka’at pertama dan surat yang pendek pada raka’at kedua, begitu pula beliau membaca surat yang panjang pada raka’at pertama pada shalat subuh dan membaca surat pendek pada raka’at yang kedua” (HR. Bukhari)
8. Mengeraskan bacaan Al-Fatihah dan surat pada waktu shalat jahriah (yang dikeraskan bacaannya). Yaitu mengeraskan suara pada kedua raka’at shalat subuh, dan dua rakaat yang pertama pada shalat Magrib dan Isya, dan kedua raka’at shalat Jumat.. Hal ini disunahkan bagi imam dan bagi yang shalat sendiri.
9. Merendahkan suara pada shalat yang dipelankan bacaannya (sirriah), yaitu pada shalat dzuhur, ashar, dan di raka’at ketiga pada shalat maghrib, dan di raka’at ketiga dan keempat pada shalat isya. (mengikuti perbuatan salaf)
10. Merenggangkan kedua tangan dari lambung saat sujud dan ruku.
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ وَهُوَ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدُهُمْ أَبُو قَتَادَةَ : أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا : فَاعْرِضْ، فَقَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا قَامَ إلَى الصَّلَاةِ اعْتَدَلَ قَائِمًا وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ وَرَكَعَ، ثُمَّ اعْتَدَلَ فَلَمْ يُصَوِّبْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُقْنِعْ، وَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ، ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلًا، ثُمَّ هَوَى إلَى الْأَرْض سَاجِدًا، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ ثَنَى رِجْلَهُ وَقَعَدَ عَلَيْهَا، وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ، ثُمَّ نَهَضَ، ثُمَّ صَنَعَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ، حَتَّى إذَا قَامَ مِنْ السَّجْدَتَيْنِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ كَمَا صَنَعَ حِينَ افْتَتَحَ الصَّلَاةَ، ثُمَّ صَنَعَ كَذَلِكَ حَتَّى إذَا كَانَتْ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا صَلَاتُهُ، أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ، قَالُوا: صَدَقْت، هَكَذَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (صحيح أبو داود و الترمذي و أخرجه البخاري مختصر)
Sesuai dengan hadits Abu Humaid As Sa’idi berkata: Aku di tengah-tengah sepuluh sahabat Rasulullah saw, salah satunya adalah Abu Qatadah. Aku lebih mengetahui tentang shalat Rasulullah saw.”Mereka berkata; “Jika demikian, jelaskanlah” Abu Humaid berkata; “Apabila Rasulullah saw hendak memulai shalatnya, beliau mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahunya, kemudian beliau bertakbir sehingga semua tulang beliau kembali pada tempat semula dengan lurus, lalu beliau membaca (bacaan shalat) kemudian beliau bertakbir sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua bahu, lalu ruku dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut, kemudian meluruskan (punggung dan kepala) tidak menundukkan kepala dan juga tidak mengangkatnya (menongak-kannya). Setelah itu beliau mengangkat kepala sambil mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah.”Kemudian beliau mengangkat kedua tangan sehingga sejajar dengan kedua bahu sampai lurus, lalu mengucapkan: “Allahu akbar.” Setelah itu beliau turun ke lantai, lalu merenggangkan kedua tangannya dari lambungnya, kemudian beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya dan mendudukinya, dengan membuka kedua jari-jari kakinya apabila bersujud, kemudian mengucapkan: “Allahu akbar.” Setelah itu, beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya serta mendudukinya, sehingga tulang beliau kembali ke posisinya, kemudian beliau mengerjakan seperti itu di raka’at yang lain. Apabila beliau berdiri setelah dua rakaat, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua bahu, sebagaimana beliau bertakbir ketika memulai shalat, beliau melakukan cara seperti itu pada shalat-shalat yang lain, dan ketika beliau duduk (tahiyyat) yang terdapat salam, beliau merubah posisi kaki kiri dan duduk secara tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan).” Setelah itu sepuluh sahabat tersebut berkata; “Benar kamu, demikianlah Rasulullah saw melaksanakan shalat (HR.Shahih Abu Dawud, at-Tirmdzi, dan Bukhari)
11. Bertasbih pada waktu ruku dan sujud. Yaitu membaca “Subhana Rabbiyal ‘adzim” waktu ruku dan membaca: ” Subhana rabbiyal ‘ala”.waktu sujud.
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ، فَقُلْتُ : يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ، فَمَضَى، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَتَيْنِ، فَمَضَى، فَقُلْتُ: يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ، فَمَضَى، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا بِقِرَاءَةٍ مُتَرَسِّلا، إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ، ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ فَكَانَ رُكُوْعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ: (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) ثُمَّ قَامَ قِيَاماً قَرِيْباً مِمَّا رَكَعَ، ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ: (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى) فَكَانَ سُجُوْدُهُ قَرِيْباً مِنْ قِيَامِهِ (رواه مسلم)
Dari Khudzaifah ra., ia berkata, “Pada suatu malam, aku pernah shalat bersama Nabi saw.. Beliau membuka (membaca) surat al-Baqarah. Aku berkata: Beliau akan ruku ketika selesai ayat 100. Tetapi (ayat 100 pun) lewat. Lalu aku berkata lagi: Beliau akan ruku ketika selesai ayat 200’. Tetapi (ayat 200 pun) lewat. Aku berkata kembali: Beliau akan shalat dengan membaca al-Baqarah dalam satu rakaat’. Tetapi al-Baqarah pun lewat. Kemudian Beliau melanjutkan dengan membaca surat an-Nisa. Lalu membaca surat Ali Imran dengan bacaan yang perlahan. Ketika lewat pada suatu ayat yang di dalamnya ada tasbih, Beliau bertasbih. Ketika lewat lewat pada suatu ayat yang ada doa, Beliau berdoa. Dan, ketika lewat pada suatu ayat yang ada ta’awudz (minta perlindungan), Beliau ber-ta’awudz.
Kemudian Beliau ruku dan membaca “Subhana rabbiyal ‘azhim” (Maha Suci Allah yang Maha Agung). Keadaan rukunya seperti berdirinya (lama). Kemudian ia membaca “Sami’allahu liman hamidah, rabbana wa lakal hamdu” (Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya, ya Allah hanya milik-Mu pujian itu). Kemudian Beliau berdiri dari ruku mendekati lamanya Beliau ruku. Kemudian Beliau sujud dan membaca “Subhana rabbiyal a’la” (Maha Suci Allah yang Maha Tinggi). Keadaan sujudnya mendekati lamanya berdiri”. (H.R. Muslim).
12.Membaca “sami’allahu liman hamidah” sewaktu bangkit dari ruku’. Sesuai dengan hadist:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ قَالَ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ، أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ، وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ: اللهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa’id al-Khudhri, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw jika bangkit dari rukunya membaca: “Pujian sepenuh langit, pujian sepenuh bumi, pujian sepenuh antara keduanya dan pujian sepenuh apa saja yang Engkau kehendakinya setelah itu. Pemilik segala sanjungan dan pujian, sepantasnya apa yang dikatakan seorang hamba dan kita semua hamba bagiMu. Ya Allah tidak ada Dzat yang mampu menghalangi terhadap orang yang Engkau berikan sesuatu kepadanya. Dan tidak ada Dzat yang mampu memberikan sesuatu kepada orang yang Engkau halangi. Dan tiada berguna orang yang mempunyai keberuntungan di hadapan keberuntungan dari pada-Mu”. (HR Muslim)
13. Membaca do’a Qunut sewaktu bangkit (berdiri) dari ruku’ pada raka’at kedua shalat subuh dan membaca shalawat atas Rasulallah saw dan keluarganya sebagai penutup do’a. Perbuatan ini merupakan sunah ab’adh yang jika ditinggalkan harus diganti dengan sujud sahwi. Disunahkan pada saat berdo’a mengangkat kedua tangan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى قَاتِلِي أَصْحَابِهِ بِبِئْرِ مَعُونَةَ ثُمَّ تَرَكَ فَأَمَّا الصُّبْحُ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (الحاكم و البيهقي و الدارالقطني بإسانيد صحيحة)
Dari Anas bin malik ra, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw qunut selama satu bulan mendo’akan atas orang orang yang membunuh sahabatnya di Sumur Maunah kemudian ditinggalkannya, kecuali di shalat subuh, beliau tidak pernah meninggalkan qunut subuh sampai beliau wafat (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Darquthni, dengan sanad-sanad shahih)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ .. وَزَادَ : أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ يَدْعُوهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ فَقَتَلُوْهُمْ (رواه البخاري)
Dari Anas ra bahwa Nabi mengutus utusan khusus (untuk berdakwah) yang disebut alqurra’ lalu mereka dibunuh, maka aku tidak melihat Rasulullah sangat sedih sebagaimana sedihnya beliau terhadap sahabat itu, maka beliau berqunut selama satu bulan setelah ruku’ (HR Bukhari)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا صَلَّى الْغَدَاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُو عَلَيْهِمْ ، يَعْنِى عَلَى الَّذِينَ قَتَلُوهُمْ (صحيح البيهقي)
Dari Anas ra, ia berkata: “Saya melihat Rasulallah saw setiap shalat subuh mengangkat kedua tanganya memohon (mendo’akan) kecelakaan bagi mereka yakni kaum yang membunuh mereka (sahabatnya).” (Shahih Baihaqi)
عَنْ أَبِي رَافِعٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَقَـنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ وَرَفَعَ يَدَيْهِ ، وَجَهَرَ بِالدُّعَاءِ (البيهقي صحيح)
Dari Abi Rafi’ ra ia berkata: “Saya shalat di belakang Umar bin Khathab ra, kami qunut setelah ruku’, ia mengangkat kedua tangannya dan mengeraskan do’anya” (Shahih Baihaqi)
عن الْحَسَن بْن عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قال : عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ : اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ ، فإِنَّكَ تَقْضِي وَلا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ و صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (أبو داود و الترمذي و الحاكم بإسناد صحيح)
Do’a qunut yang sempurna sesuai dengan riwayat al-Hasan bin Ali ra ia berkata: “Rasulallah saw mengajarkan aku do’a yang dibaca dalam qunut shalat witir:
“Ya Allah! Berilah aku petunjuk sebagaimana orang yg telah Engkau beri petunjuk berilah aku perlindungan sebagaimana orang yg telah Engkau lindungi sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berilah berkah apa yg Engkau berikan kepadaku jauhkan aku dari kejelekan apa yg Engkau takdirkan sesungguhnya Engkau yg menjatuhkan qadha dan tidak ada orang yg memberikan hukuman kepadaMu. Sesungguhnya orang yg Engkau bela tidak akan terhina dan orang yg Engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Allah memberi shalat dan salam atas Nabi” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dengan sanad shahih)
14. Mendahulukan kedua lutut kemudian kedua tangan, hidung, dan kening jika hendak sujud.
عَنْ وَائِلٍ ابْنِ حِجْر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ (حسن أبو داود و الترمذي و النسائي)
Dari Wail bin Hijr ra, ia berkata: “Saya melihat Nabi saw sujud, ia meletakan kedua lututnya sebelum kedua tangannya” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai’)
15. Iftirasy yaitu duduk diatas tumit kaki pada setiap duduk setelah sujud dan pada tasyahud awal kecuali pada tasyahud akhir maka disunahkan duduk tawarruk yaitu memasukan kaki kiri ke kaki kanan dengan posisi di atas paha.
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قال: …. حَتَّى إذَا كَانَتْ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا صَلَاتُهُ، أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ، قَالُوا: صَدَقْت، هَكَذَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (صحيح أبو داود و الترمذي و أخرجه البخاري مختصر)
Sesuai dengan hadits panjang dari Abu Humaid as-Saa’idi tersebut di atas: “dan ketika beliau duduk (tahiyyat) yang terdapat salam, beliau merubah posisi kaki kiri dan duduk secara tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan).” Setelah itu sepuluh sahabat tersebut berkata; “Benar kamu, demikianlah Rasulullah saw melaksanakan shalat (HR. Abu Dawud, at-Tirmdzi, Bukhari)
16. Do’a ketika duduk antara dua sujud.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ يَقُوْلُ بَيْنَ السَجْدَتَيْنِ رَبّ اغْفِرْ لِي وارْحَمْنِي واجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِني (أبو داود و الترمذي و الحاكم بإسناد جيد)
Sesuai dengan yang diajarkan Nabi saw dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Sesungguhnya Rasulallah saw berdo’a antara dua sujud: “Rabbighfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa’afini”
“Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, tunjukkanlah aku (ke jalan yang benar), selamatkan aku (sehat afiyah)” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim, dengan sanad jayyid)
17. Duduk istirahat yaitu duduk sebentar setelah bangun dari sujud yang kedua dalam raka’at pertama dan raka’at ketiga.
عَنْ مَالِكٍ بْنِ الحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا كَانَ فِي الرَكْعَةِ الْأُولَى وَالثَّالِثَةُ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا (رواه البخاري)
Dari Malik bin al-Huwairist ra ia berkata: “Sesungguhnya Rasulallah saw (setelah bangun dari sujud) pada raka’at pertama dan ketiga, beliau tidak langsung berdiri kecuali duduk sempurna (sembentar)” (HR Bukhari)
18. Membaca shalawat kepada Nabi saw dengan bacaan yang sempurna (shalawat Ibrahimiyyah) pada tasyahhud akhir:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ وبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Artinya: Ya Allah, berilah shalawat atas Sayyidina Muhammad dan atas keluarganya. Sebagaimana Engkau telah beri shalawat atas Sayyidina Ibrahim dan atas keluarga sayyidina Ibrahim. Berkatilah atas sayyidina Muhammad dan atas keluarganya sebagaimana Engkau berkahi atas sayyidina Ibrahim dan atas keluarga sayyidina Ibrahim di dalam alam ini. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung
عَنْ كَعْب بْنُ عُجْرَةَ فَقَالَ : خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا : قَدْ عَرَفْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ قَالَ قُولُوا : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ (رواه مسلم)
Dari Ka’ab bin ‘Urjah ra, ia berkata: “Telah keluar Rasulullah saw kepada kami dan kami berkata: Wahai Rasulullah saw kami telah tahu bagaimana memberi salam kepada kamu, maka bagaimana cara berselawat? Sabda Rasulullah saw “Katakanlah
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Ya Allah, berilah shalawat atas Muhammad. Sebagaimana Engkau telah beri shalawat Ibrahim Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung. Berkatilah atas Muhammad sebagaimana Engkau berkahi atas Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung (HR Muslim)
عن أَبُي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ ، أَنَّهُمْ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ قَالَ : قُولُوا ” اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ” (رواه الشيخان)
Dari Abi Humaid as-Sa’idi ra sesungguhnya mereka berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami berselawat kepada kamu? Beliau menjawab: “Katakanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad, isteri-isterinya, dan zuriatnya sebagaimana Engkau memberikan shalawat kepada keluarga Ibrahim, dan berkatilah Muhammad, isteri-isterinya, dan zuriatnya sebagaimana Engkau memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung (HR Bukhari Muslim)
19. Membaca do’a setelah tasyahud akhir sebelum salam
عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْلُ بَيْنَ التَشَهُّدِ وَ التَسْلِيْمِ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ المُقَدِّمُ، وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ، لا إلَهَ إلَّا أَنْتَ (رواه مسلم)
Dari Ali bin Abi Thalib ra ia berkata: “Sesungguhnya Rasulallah saw membaca doa antara tasyahhud dan salam:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah! Ampunilah aku akan (dosaku) yang aku lewatkan dan yang aku akhirkan, apa yang aku rahasiakan dan yang kutampakkan, yang aku lakukan secara berlebihan, serta apa yang Engkau lebih mengetahui dari pada aku, Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau. (HR Muslim)
عن أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الأَخِيرِ , فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ , عَذَابِ جَهَنَّمَ , وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ , وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ , وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ (رواه الشيخان)
Dari Abu Hurairah ra ia berkata: :Sesungguhnya Rasulallah saw bersabda: Jika seseorang selesai dari membaca tasyahud akhir maka mintalah perlindungan dari 4 perlindungan dari: siksa neraka Jahanam, siksaan kubur, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal (HR Bukhari Muslim)
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
Artinya: “Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal”
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلاتِي . قَالَ : قُلْ : اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْماً كَثِيرَاً ، وَلا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلاَّ أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي , إنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (رواه الشيخان)
Dari Abu Bakar as-Shiddiq ra, ia berkata kepada Rasulallah saw: “Ajarkanlah do’a yang aku baca dalam shalatku. Rasulallah saw bersabda, ucapkanlah:
اَللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ اَلْغَفُورُ اَلرَّحِيمُ
Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah diriku sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (HR Bukhari Muslim).
20- Memberi salam dengan memalingkan kepalanya ke kiri dan kanan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ (حسن صحيح أبو داود والترمذي)
Dari Abdullah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw memberi salam ke kiri dan ke kanan sehingga terlihat pipi beliau yang putih ”Assalamu ’alaikum warahmatullh, assalamu ’alikum wa rahmatallah” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, hadist hasan shahih)
21. Membaca takbir (Allahu Akbar) pada setiap perpindahan antara rukun
عن أَبَي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاةِ يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْكَعُ ثُمَّ يَقُولُ : ” سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ” حِينَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ : ” رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ” ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَسْجُدُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ثُمَّ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي الصَّلاةِ كُلِّهَا حَتَّى يَقْضِيَهَا (رواه الشيخان)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw di waktu shalat ia bertakbir (Allahu Akbar) ketika berdiri begitu pula ia bertakbir ketika ruku’, dan membaca “Sami’allahu liman hamidah” ketika mengangkat pinggangnya dari ruku’, dan membaca “Rabbana wa lakal hadu” kemudian bertakbir “Allahu Akbar” ketika sujud begitu pula ketika mengangkat kepalanya dari sujud. Kedudian bertakbir ketika sujud dan bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud. Demikianlah beliau lakukan dalam shalat seluruhnya sehingga selesai” (HR Bukhari Muslim)
22. Melakukan setiap shalat dengan semangat dan mengosongkan hati dari segala kesibukan, begitu pula melakukannya dengan punuh khusyu’ yaitu tidak menghadirkan didalam hati kecuali sesuatu yang ada didalam shalat, dengan sakinah, thuma’ninah, dan tadbbur yaitu menghayati semua bacaan shalat baik bacaan al-Qur’an atau bacaan dzikir dan do’a karena hal itu dapat menyempurnakan kekhusyuan dalam shalat.
Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾- المؤمنون
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya,” (Qs Al-Mu’minun ayat: 1-2)
عَنْ عُقْبَةَ بِنْ عَامِر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُومُ فَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ يُقْبِلُ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ (رواه مسلم)
Dari Uqbah bin Amir ra, Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim berwudhu lalu membaguskan wudhunya kemudian berdiri melakukan shalat dua raka’at dengan ketundukan hati dan wajahnya kecuali wajib baginya surga.” (HR. Muslim)
23. Mengarahkan pandangan ke tempat sujud sepanjang shalat karena hal itu dapat mendekatkan diri kepada kekhusyuan dalam shalat