وَا سْتَعِيْنُوْا بِا لصَّبْرِ وَا لصَّلٰوةِ ۗ وَاِ نَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَ
wasta'iinuu bish-shobri wash-sholaah, wa innahaa lakabiirotun illaa 'alal-khoosyi'iin
"(Mintalah pertolongan) dalam menghadapi urusan atau kesulitan-kesulitanmu (dengan jalan bersabar) menahan diri dari hal-hal yang tidak baik (dengan sholat).
Khusus disebutkan di sini untuk menyatakan bagaimana pentingnya sholat itu.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa jika Nabi saw. hatinya risau disebabkan sesuatu masalah, maka beliau segera melakukan sholat.
Ada pula yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang terhalang beriman disebabkan ketamakan dan ingin kedudukan.
Maka mereka disuruh bersabar yang maksudnya ialah berpuasa, karena berpuasa dapat melenyapkan itu.
Sholat, karena dapat menimbulkan kekhusyukan dan membasmi ketakaburan.
(Dan sesungguhnya ia) maksudnya sholat (amat berat) akan terasa berat (kecuali bagi orang-orang yang khusyuk) yang cenderung kepada berbuat taat."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 45)
Ada yang tidak biasa pada suatu sore di Madinah.
Saat itu, Rasulullah SAW dan para sahabat usai melaksanakan shalat Ashar berjamaah.
Setelah mengucapkan salam dalam shalatnya, tiba-tiba Rasulullah SAW bangkit melewati barisan para sahabat dengan tergesa-gesa.
Beliau menuju kamar salah seorang istrinya.
Semua sahabat tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Rasulullah SAW.
Sikap Rasulullah SAW yang tergesa-gesa itu membuat para sahabat terkejut dan diliputi rasa takut.
Biasanya, bila Rasulullah SAW berjalan usai shalat menuju rumah kamar seorang istrinya, Nabi SAW berjalan pelan-pelan sambil menunduk.
Namun, kali ini Rasulullah SAW berjalan dengan tergesa-gesa.
Setelah keluar dan melihat para sahabatnya itu terkejut, Rasulullah SAW pun menenangkan para sahabat.
Beliau memberitahukan hal ihwal yang membuatnya tergesa-gesa seraya bersabda, “Aku ingat sepotong emas dan aku tidak ingin hal itu menahanku (menggangguku dan membuyarkan konsentrasiku dalam tawajuh/menghadap kepada Allah SWT) maka aku menyuruh untuk membagi-bagikannya."
Sepenggal kisah di atas memberikan pelajaran yang sangat penting kepada kita berkaitan dengan cara membuat diri kita khusyuk ketika ber-tawajuh (menghadap) Allah.
Yakni, dengan cara membebaskan diri dari semua kesibukan hati yang membuat diri kita lupa kepada Allah SWT.
Makna Khusyuk
Khusyuk adalah kosongnya hati dari hal-hal yang melalaikan dari ingat kepada Allah SWT.
Tegasnya, hati dan pikiran kita terfokus hanya kepada Allah SWT, tidak kepada selain-Nya.
Kekhusyukkan merupakan bagian penting yang harus kita raih dalam hidup ini dan kita realisasikan ketika kita menghadap kepada Allah, terutama saat kita shalat dan berzikir.
Kekhusyukkan merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati dan landasan utama tegaknya shalat dan zikir.
Ketika seseorang memiliki kekhusyukan maka ia akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran surah al-Ahzab (33) ayat 35.
Artinya, “Sesungguhnya, laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."
Untuk itu, sebelum kita menghadap (tawajuh) kepada Allah SWT, selesaikan terlebih dahulu urusan-urusan yang kiranya dapat mengganggu konsentrasi kita.
Buang hal-hal yang dapat membuyarkan konsentrasi kita ketika akan bertawajuh (menghadap) kepada Allah SWT.
Selain itu, senantiasa berdoa kepada Allah agar kita terhindar dari hati yang tidak khusyuk dan bisa meraih kekhusukan sebagaimana doa yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepada kita, “
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR Muslim).
Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 45:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Wasta‘īnū bis shabri was shalāti, wa innahā la kabīratun illā ‘alal khāsyi‘īna. Artinya, “Jadikan sabar dan shalat sebagai penolong kalian.
Sungguh hal itu teramat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (Surat Al-Baqarah ayat 45).
Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 45 Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, “Jadikan sabar (menahan diri dari segala yang tidak diridhai) dan shalat sebagai penolong (atas masalah) kalian.”
Kata “shalat” disebut secara khusus sebagai tanda pentingnya urusan ibadah shalat.
Sebuah hadits meriwayatkan, Rasulullah SAW bila dirundung oleh sebuah persoalan segera melakukan shalat.
Sebagian ulama, kata Imam Jalaluddin, mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 45 ditujukan untuk Yahudi Madinah ketika enggan beriman karena terhalangi oleh kerakusan dan mabuk kekuasaan.
Mereka kemudian diperintahkan untuk bersabar, yaitu ibadah puasa yang dapat mengendurkan syahwat; dan melakukan ibadah shalat yang dapat membuahkan kekhusukan dan mengikis kesombongan.
Sungguh, kata Imam Jalaluddin, ibadah shalat itu memang teramat sulit dan berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang tenteram jiwanya pada ketaatan.
Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 45 berkaitan dengan ayat sebelumnya, Surat Al-Baqarah ayat 44.
Setelah diperintahkan tugas berat yaitu meninggalkan kekuasaan dan berpaling dari kerakusan pada harta duniawi, kalangan Ahli Kitab diberikan resep obat pada Surat Al-Baqarah ayat 45.
Surat Al-Baqarah ayat 45 dimaknai sebagai berikut, “Jadikan penantian atas keberhasilan dan kemudahan sebagai bentuk tawakal kepada Allah; puasa yang melatih kesabaran dari hal yang membatalkan dan meredakan syahwat serta pembersihan jiwa; dan ibadah shalat yang menjadi wasilah dan sandaran sebagai penolong kalian.”
Al-Baidhawi menyebutkan keutamaan ibadah sembahyang.
Ibadah sembahyang lima waktu mengandung berbagai jenis ibadah baik rohani maupun jasmani.
Sembahyang lima waktu terdiri atas bersuci, tutup aurat, tawajuh ke Ka’bah, fokus pada ibadah, menyatakan tunduk secara jasmani, mengikhlaskan niat, memerangi setan, munajat dengan Allah, membaca Al-Qur’an, melafalkan kalimat syahadat, menahan diri sejenak dari makan sehingga mereka diijabah untuk menerima kebaikan akhirat dan mengatasi musibah.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa ketika dirundung sebuah masalah Rasulullah SAW berlindung kepada shalat.
Tetapi shalat di sini, kata Imam Al-Baidhawi, dapat juga dimaknai dengan doa.
Kata “innahā” atau “hal itu” dapat merujuk pada shalat secara khusus, perlindungan diri dengan sabar dan shalat, atau ketentuan perintah dan larangan terhadap mereka secara umum.
Sedangkan “khusyu‘” adalah ketundukan secara jasmani.
Sementara “khudhu‘” adalah ketundukan batin.
Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 45 menganjurkan shalat dan sabar sebagai penolong dalam menghadapi berbagai jenis ujian.
Sebagian ulama mengatakan, keduanya dapat menjadi penolong dalam meraih kebahagiaan akhirat.
Sabar, kata Imam Al-Baghowi, adalah upaya menahan diri dari segala maksiat.
Tetapi ada juga ulama yang memaknainya sebagai kesabaran dalam menjalankan kewajiban agama.
Sementara Imam Mujahid memaknai sabar sebagai ibadah puasa sebagaimana sebutan,
“Bulan Ramadhan bulan sabar.” Sedangkan sembahyang dapat menimbulkan cinta seseorang pada akhirat.
Imam Al-Baghowi mengutip ulama yang memaknai anjuran sabar sebagai penolong dalam menjalankan ibadah sembahyang karena huruf “wawu” dimaknai “‘alā”
sebagaimana keterangan pada Surat Thaha ayat 132, “Perintahkan keluargamu untuk sembahyang dan bersabarlah dalam menjalankannya.”
Husen bin Fadhal, kutip Imam Al-Baghowi, memaknai “al-khāsyi‘īna” sebagai orang-orang beriman.
Al-Hasan memaknainya sebagai orang-orang yang takut.
Ada ulama yang menafsirkannya sebagai orang-orang yang taat.
Muqatil bin Hayyan memaknainya sebagai orang-orang yang tawadhu’. Khusyuk, kata Al-Baghowi, asalnya berarti tenteram sebagaimana keterangan Surat Thaha ayat 108, “Suara-suara tunduk tenteram kepada Zat yang maha rahman.”
Jadi orang yang khusysuk adalah orang yang tenang tenteram bergantung pada ketaatan terhadap Allah.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip Ibnu Jarir yang memaknai Surat Al-Baqarah ayat 45,
“Wahai pemuka agama Ahli Kitab, jadikanlah kesabaran menahan diri dan ibadah sembahyang yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar serta dapat mendekatkan diri kepada Allah sebagai penolong kalian dalam menjalankan perintah-Nya.”
Semua itu, kata Ibnu Jarir sebagaimana dikutip oleh Imam Ibnu Katsir, teramat suli dan berat kecuali bagi orang yang tunduk pasrah kepada Allah, orang yang tenang tenteram dalam menjalankan perintah-Nya, dan orang yang merendahkan diri karena takut kepada-Nya.
Surat Al-Baqarah ayat 45 secara zahir meski konteksnya ditujukan untuk mengingatkan Bani Israil Madinah tidak ditujukan khusus untuk mereka saja.
Surat Al-Baqarah ayat 45 secara makna zahirnya ditujukan secara umum bagi Bani Israil Madinah dan masyarakat selain mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar