Jumat, 19 Maret 2021

PANDUAN BULAN SUCI ROMADHON

Panduan Puasa Ramadhan

Hukumnya

Alloh Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al Baqoroh: 183)

Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya puasa Romadhon dan merupakan salah satu rukun Islam yang dapat diketahui dengan pasti merupakan bagian dari agama. Barang siapa yang mengingkari kewajiban puasa Romadhon maka dia kafir, keluar dari Islam.

Keutamaannya

“Orang yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan mengharap pahala dari Alloh maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits Qudsi, “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

“Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Alloh pada hari kiamat daripada bau misk/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya dan ketika bertemu Alloh mereka bergembira karena puasanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Kewajiban Berpuasa Romadhon Dengan Melihat Hilal

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasalah karena melihat hilal Romadhon, berhari raya-lah karena melihat hilal Syawwal. Jika hilal tertutupi mendung maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (Muttafaqun ‘alaih. Lafazh Muslim)

Dengan Apa Bulan Romadhon Ditetapkan ?

Bulan Romadhon ditetapkan dengan melihat hilal meskipun dari satu orang yang sholih atau dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhu berkata, “Banyak orang berusaha melihat hilal. Kemudian aku mengabarkan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa aku sungguh-sungguh melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.” (Shohih. Al Irwa’)

Jika hilal tidak dapat dilihat karena mendung atau sejenisnya maka bulan Romadhon ditetapkan dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Untuk awal bulan Syawwal tidak boleh ditetapkan kecuali dengan persaksian dua orang. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika ada 2 orang muslim bersaksi, maka berpuasalah dan berhari raya-lah kalian.” (Shohih. Shahih Ibnu Majah)

Catatan:

Barang siapa yang melihat hilal seorang diri maka tidak boleh berpuasa sampai masyarakat berpuasa, dan tidak boleh berhari raya sampai masyarakat berhari raya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Berhari raya adalah hari di mana kalian semua berhari raya. Dan berkurban adalah hari di mana kalian semua berkurban.” (Shohih. Shahih Al-Jami’ Ash-Shoghir. At Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, ‘Maknanya bahwa puasa dan hari raya adalah bersama jama’ah [pemerintah kaum muslimin, pent] dan mayoritas manusia [masyarakat, pent].’”)

Siapa yang Diwajibkan Berpuasa ?

Ulama bersepakat bahwa puasa diwajibkan atas orang Islam, berakal, sudah baligh, sehat dan tidak sedang bepergian. Bagi wanita harus tidak dalam keadaan haid dan nifas. (Fiqh Sunnah). Jika ada orang sakit dan musafir tetap berpuasa, maka puasanya sah. Karena bolehnya berbuka bagi keduanya adalah keringanan/rukhshoh, maka jika keduanya tidak mengambil rukhsokh-nya maka itu juga hal yang baik.

Mana yang Lebih Utama, Berbuka atau Berpuasa ?

Jika orang sakit dan musafir tidak menemukan kesulitan untuk berpuasa, maka berpuasa lebih utama. Namun jika keduanya menemukan kesulitan untuk berpuasa, maka berbuka lebih utama.

Abu Sa’id Al-Khudzri rodhiallohu ‘anhu berkata, “Kami dulu berperang bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam di bulan Romadhon. Di antara kami ada yang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Orang yang berpuasa tidak memarahi orang yang tidak berpuasa begitu pula sebaliknya. Kami berpendapat bahwa barang siapa yang merasa mampu kemudian berpuasa maka hal itu baik. Dan kami juga berpendapat bahwa barang siapa yang merasa lemah kemudian tidak berpuasa maka hal itu juga baik.” (Shohih. Shohih Tirmidzi)

Adapun tentang tidak wajibnya berpuasa bagi wanita yang sedang haid dan nifas adalah karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah jika wanita sedang haid tidak boleh sholat dan berpuasa? Maka itulah kekurangan agamanya.” (HR. Bukhori)

Jika wanita yang sedang haid dan nifas berpuasa, maka puasanya tidak sah. Karena suci dari haid dan nifas termasuk salah satu syarat puasa sehingga wajib bagi keduanya untuk meng-qodho’ puasanya. ‘Aisyah rodhiallohu ‘anha berkata, “Dulu kami mengalami haid di masa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Maka kami diperintahkan untuk meng-qodho’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qodho’ sholat.” (Shohih. Shohih Tirmidzi)

Kewajiban Bagi Laki-Laki dan Wanita yang Sudah Tua Serta Orang Sakit yang Tidak Dapat Diharapkan Lagi Kesembuhannya

Bagi yang tidak mampu berpuasa karena sudah tua atau sejenisnya maka boleh untuk berbuka dengan memberi makan bagi orang miskin setiap hari yang dia tidak berpuasa karena firman Alloh Ta’ala,

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqoroh: 184)

Wanita Hamil dan Menyusui

Jika wanita hamil dan menyusui tidak mampu berpuasa atau khawatir terhadap anaknya jika berpuasa, maka boleh bagi keduanya untuk berbuka. Dan wajib bagi keduanya untuk membayar fidyah namun tidak ada kewajiban qodho’ bagi keduanya.

Ukuran Makanan yang Wajib Diberikan

Dari Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu“Sesungguhnya dia tidak mampu untuk berpuasa Ramadhan pada suatu tahun. Kemudian dia membuat roti dalam satu piring besar dan memanggil 30 orang miskin dan membuat mereka semua kenyang.” (Sanadnya Shohih. Al Irwa’)

Rukun-Rukun Puasa

Pertama, Niat. Karena sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Niat harus dilakukan setiap malam sebelum terbit fajar karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak niat berpuasa sebelum fajar terbit maka puasanya tidak sah’.” (Shohih, Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir)

Kedua, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.

Alloh Ta’ala berfirman,

فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Alloh untukmu, dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqoroh: 187)

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa Ada Enam Perkara

Pertama dan Kedua, makan dan minum dengan sengaja. Jika seseorang makan atau minum dalam keadaan lupa maka tidak ada qodho’ baginya dan juga tidak membayar kaffaroh/denda.

Ketiga, muntah dengan sengaja. Jika muntah dengan tidak sengaja maka tidak ada kewajiban qodho’ dan tidak perlu membayar kafaroh.

Keempat dan Kelima, haid dan nifas meskipun menjelang berbuka puasa mengingat adanya kesepakatan ulama tentang hal tersebut.

Keenam, hubungan suami istri. Orang yang melakukannya wajib untuk membayar kaffaroh: Memerdekakan budak jika punya, jika tidak maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin. (Muttafaqun ‘alaih)

Adab-Adab Puasa

Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk memperhatikan adab-adab berikut ini:

Pertama, makan sahur. Dianjurkan pula untuk mengakhirkan makan sahur.

Dari Anas rodhiallohu ‘anhu dari Zaid bin Tsabit rodhiallohu ‘anhu berkata, “Kami makan sahur bersama Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kemudian melaksanakan sholat.” Aku (Anas) berkata, “Berapa lama antara iqomah dan makan sahur?” Zaid bin Tsabit rodhiallohu ‘anhu berkata, “Jangka waktu untuk membaca Al Quran 50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)

Jika azan terdengar sedangkan makanan dan minuman masih berada di tangan, maka boleh untuk meneruskan makan dan minum.

Kedua, menahan diri dari kata-kata sia-sia dan kotor/menjijikkan dan sejenisnya yang bertentangan dengan puasa.

Ketiga, dermawan dan mempelajari Al Quran.

Keempat, menyegerakan berbuka puasa.

Kelima, berbuka puasa secara sederhana dengan hal-hal yang disebutkan dalam hadits berikut.

“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah sebelum sholat. Jika tidak ada kurma basah maka beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada kurma kering maka beliau minum beberapa teguk air.” (Hasan Shohih. HR. Abu Daud, Tirmidzi)

Keenam, berdoa pada saat berbuka sesuai dengan hadits berikut.

“Apabila Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berbuka beliau berdoa yang artinya, ‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, pahala telah ditetapkan, Insyaa Alloh.’” (Hasan. Shohih Sunan Abu Daud)

Hal-Hal yang Diperbolehkan Ketika Berpuasa

Pertama, mandi untuk menyegarkan badan.

Kedua, berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung namun tidak berlebihan.

Ketiga, berbekam. Hukumnya berubah menjadi makruh jika khawatir dirinya menjadi lemah. Yang dihukumi sama dengan bekam adalah donor darah. Jika orang yang ingin mendonorkan darahnya merasa khawatir menjadi lemas maka tidak boleh mendonorkan darah ketika siang hari kecuali sangat dibutuhkan.

Keempat, mencium dan bercumbu dengan istri bagi yang mampu menahan dirinya.

Kelima, dalam keadaan junub ketika sudah terbit fajar.

Keenam, menyatukan sahur dan berbuka.

Ketujuh, menggosok gigi, memakai minyak wangi, minyak rambut, celak mata, obat tetes mata dan suntik.

Dasar dibolehkannya perkara-perkara tersebut adalah kaidah baroo’ah ashliyyah (seseorang terbebas dari suatu hukum sampai ada dalil, pent) Seandainya perkara-perkara itu termasuk perkara yang diharamkan ketika berpuasa niscaya Alloh dan Rosul-Nya akan menjelaskannya.

Alloh berfirman,

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيّاً

“Dan tidaklah Robb kalian itu lupa.” (QS. Maryam: 64)

I’tikaf

I’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon adalah sunnah yang sangat dianjurkan untuk mencari kebaikan dan mencari malam Lailatul Qodar.

‘Aisyah berkata, “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir pada bulan Romadhon. Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Carilah malam Lailatul Qodar di sepuluh hari terakhir bulan Romadhon.'” (HR. Bukhori). ‘Aisyah juga berkata, “Carilah malam Lailatul Qodar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Romadhon.” (Muttafaq ‘alaih)

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga mendorong dan memotivasi umatnya untuk mencarinya. Abu Huroiroh rodhiallohu ‘anhu berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melaksanakan sholat pada malam Qodar karena keimanan dan mengharap pahala dari Alloh, maka dosanya yang telah lalu pasti diampuni.” (Muttafaqun ‘alaih)

I’tikaf tidak boleh dilakukan kecuali di dalam masjid karena firman Alloh Ta’ala,

وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“Dan janganlah kamu campuri mereka itu, pada saat kamu ber-i’tikaf di dalam masjid.” (QS. Al Baqoroh: 187)

Dan juga karena masjid adalah tempat Nabi bert-i’tikaf.

Dianjurkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan amal ketaatan kepada Alloh seperti sholat; membaca Al Quran; berzikir, sholawat kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam; dan sebagainya.

Dimakruhkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan perkataan atau perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Sebagaimana dimakruhkan pula menahan diri dari berbicara karena menyangka bahwa hal tersebut mendekatkan diri kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. (Fiqh Sunnah).

Dan diperbolehkan untuk keluar dari tempat beri’tikaf karena ada kebutuhan yang harus dilaksanakan. Sebagaimana diperbolehkan juga untuk menyisir rambut, mencukur rambut kepala, memotong kuku dan membersihkan badan. I’tikaf batal apabila seseorang keluar tanpa ada keperluan atau berhubungan suami istri. Alhamdulillaahilladzii bi ni’matihi tatimmush shoolihaat.

(Diringkas dari kitab Al Wajiiz fii Fiqhi Sunnati wal Kitaabil ‘Aziiz Kitab Shiyaam, karya Syaikh Abdul ‘Azhim Badawi Al Kholafi hafizhohullohu)

***

Penulis: Abu Ibrahim Muhammad Saifuddin Hakim (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khaira

🔍 Al HadiPeran Suami Dalam Rumah Tangga Menurut IslamDoa2 IslamCiri Wanita Sholehah

Print Friendly, PDF & Email

ABOUT AUTHOR

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013 dan 2014-2018).

View all posts by dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. »

20 COMMENTS

  1. Assalamu’alaykum..
    boleh gk kalo sekiranya ana mengambil sebagian artikel disini utk mading kampus? Karena ana lihat artikel2 di website ini sangat bagus…Ana akan mencantumkan sumbernya.. Terima Kasih sebelumnya..

    Jazakallohukhayran..

  2. Rayhan Susanto 

    Asalamu’alaikum

    Ada yang ingin saya tanyakan sehubungan dengan masalah sahur. Yang saya ketahui selama ini, berdasarkan surat Al Baqarah ayat 187 dan hadist riwayat Bukhari dan Muslim, saat berpuasa dimulai waktu fajr hingga datangnya magrib. Waktu fajr di sini adalah saat langit mulai kelihatan putih, dan waktu magrib adalah saat langit mulai terlihat gelap di ufuk barat.

    Meskipun selama ini juga saya memulai puasa sesaat sebelum azan subuh, namun apabila saya sedikit lalai sehingga terbangun setelah datangnya waktu sholat subuh namun karena langit masih gelap, saya masih sempatkan untuk sahur baru setelah itu sholat subuh. Beberapa hari yang lalu teman saya mengatakan hal ini salah dan tetap berpatokan waktu sahur berakhir dengan datangnya waktu sholat subuh.

    Dengan adanya beda pendapat ini saya mohon penjelasan apa sebenarnya yang menjadi patokan waktu sahur tersebut/ Atas penjelasannya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. InsyaAllah rahmat Allah selalu tercurah atas diri kita semua. Amin

    Wasalam,

    Rayhan Susanto

  3. Orang Awam 

    Assalamualaikum

    Sudah lah saudara2, kita ini sebagai manusia memang terbagi menjadi golongan-golongan dan kelompok-kelompok, islam juga terpecah-pecah menjadi beberapa golongan. Seharusnya kita sebagai sesama muslim itu bersatu, dan menghormati satu dengan yang lain asal masih dalam petunjuk alquran dan alhadist bersatulah saudara-saudaraku. Biar yang ga suka yasinan ya monggo, yang suka yasinan ya monggo. YASIN itu kan salah satu surat juga dalam alquran, so what gituloh kalau kita baca bersama-sama di even apapun. Toh makna yasin juga indah. Bid’ah atau tidak itu allah swt yang memutuskan.

    Yang penting sekali lagi kita harus bersatu saudara-saudara. Tingkatkan mencari ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu agama dan ilmu dunia(kususnya Technology). Supaya kita ga jadi orang yang ketinggalan dari umat-umat selain islam. masa kita terpecah belah gara-gara masalah beginian. berpikir postif, istigfar (maaf saya menggurui)

    Sayton itu dimana-mana, tidak ada manusia yang sempurna, orang memahami dan mengamalkan makna alquran dan hadist juga belum tentu masuk surga. Orang yang hati-hati dengan bid’ah juga belum tentu masuk surga. Istigfar, surga itu milik allah, bukan milik manusia.

    Jadi kita koreksi aja diri kita apa sudah benar kita. Jangan saling olok-olok dan ledek-ledekan. Kayak sudah pinter-pinter dan calon surga aja. Dibulan puasa kita tingkatkan amal ibadah kita. Dan juga jangan lupa terus belajar dan bekerja, majukan kaum muslim disektor-sektor ilmiah dan teknologi.

  4. bisa minta semua artikel di muslim.or.id dijadiin satu terus bisa di download ga? makasih

  5. Abu Syakur 

    Bismillah,
    Assalamualaikum
    “Ketika Bid’ah dikerjakan maka Sunnah ditinggalkan”itulah yang terjadi duhai saudaraku, dan umat ini selamanya tidak akan bersatu kecuali kembali kepada ajaran agama yang benar seperti yang dicontohkan Rosululloh. Orang tua kita yang sudah terlanjur terjerumus dalam ajaran kebid’ahan, mari kita dakwahi dan kita luruskan. Sementara kita yang muda,apakah kita akan mewarisi semua itu. Yang muda marilah kita belajar kemabali ke ajaran agama yang benar. Saya yakin muslim.or.id bermaksud baik ingin meluruskan umat ini.

  6. Bagaimana mengembangkan teknologi namun umat Islam tidak mau lagi mengikuti Kitabulloh dan Sunnah Nabi-nya?

    Insya Alloh, dengan kita berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman para pendahulu kita yang sholih maka Alloh akan memberikan kekuasaan dunia kepada ummat Islam dengan tidak lupa kita selalu berdoa dan berusaha. Saya melihat bahwa pengelola muslim.or.id semuanya kuliah di berbagai jurusan dan banyak juga yang telah lulus dan perhatian mereka terhadap perbaikan ummat sangatlah besar.

    Mengapa harus menambah amalan-amalan yang belum tentu (atau bahkan tidak) ada tuntunannya padahal yang ada tuntunannya saja belum tentu kita kerjakan semuanya? Juga yang wajib apa sudah mampu kita tunaikan semua? [Ini tidak berarti apabila sudah mampu melaksanakan semua sunnah kemudian kita boleh menambah amalan sendiri].

    Perhatikan wahai saudaraku…
    janganlah sampai amalan ibadah yang susah payah kita lakukan sia-sia karena apa yang kita amalkan itu ditolak oleh Alloh Ta’ala karena tidak diridhoi-Nya sebab menyelisihi tuntunan Nabi dan Rosul-Nya.

    “Barang siapa beramal dan tidaklah ada pada amalan tersebut perintah kami maka amal tersebut tertolak”(HR Muslim)

    Yang dimaksud disini adalah amalan ibadah.

    Mari kita menuju jalan memahami agama dengan benar.
    Saran saya apabila ada sesuatu yang tidak kita setujui maka sampaikanlah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shohih, jangan dulu kita bicara “ini kan bagus, ini kan baik” sebelum ada landasan shohih dan jangan pula kita bicara dengan emosi dan caci maki. Yang penting ada dalilnya dulu. Setelah ada dalilnya maka mari kita luruskan pemahaman kita terhadap dalil tersebut.

    “….jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan ia kepada Alloh (al Qur’an) dan Rasul (Sunnah yang Shohih), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’ 59)

    Mari kita menyatukan ummat Islam diatas jalan memahami agama ini dengan benar

    “Berpegang teguhlah kalian dengan tali Alloh dan janganlah kalian berpecah belah….” (Aali Imron 103)

    Marilah kita merealisasikan ayat ini

    “Katakanlah : Inilah jalanku, aku menyeru kalian kepada Alloh diatas hujjah yang nyata, Maha Suci Alloh, dan tiadalah aku termasuk orang-orang musyrik” (Yusuf 108)

    Dan juga wasiatkan nabi kita tercinta sholallohu ‘alaihi wa sallam

    “Aku wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Alloh, patuh, dan taat, sekalipun yang memerintah kalian adalah budak Habsyi. Sebab, siapa saja diantara kalian ditakdirkan hidup (setelah nabi wafat), niscaya kalian akan melihat banyak perselisihan. Karena itu berpegang teguhlah kalian pada sunnahku dan dan sunnah para kholifah yang mendapatkan bimbingan dan petunjuk. Pegang teguhlah kuat-kuat! Berhati-hatilah terhadap segala perkara yang diada-adakan, karena segala perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, sedangkan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat itu tempatnya di neraka” (Hadits diriwayatkan oleh An-Nasa`i dan At Tirmidzi dan At Tirmidzi berkata, ‘hadits ini hasan shohih)

    Wallohu a’lam

  7. ummu hanum 

    Assalaamu’alaikum

    Saya masih kurang jelas tentang masalah fidyah yang disebutkan dalam hadits Anas di atas, yang ingin saya tanyakan adalah;
    Bolehkah membayar fidyah dengan beras saja (tidak dimasak)? Kalau boleh, berapa takarannya?

    terimakasih.

  8. eko susanto 

    Asalamu’laikum wr. wb

    Salam kenal ..mohon ijin mengkopi file untuk referensi mudah2an Allah membalas atas kebaikan saudara. Amin

    Wasalaamu’laiku
    Eko susanto

  9. Assalamualaikum… Pak/Ibu, Minta izin copy paste ya artikelnya… untuk saya sebarkan ke saudara yang lain… Semoga amal kebaikan anda di terima Allah SWT… terima kasih

  10. Tifany minasheila 

    Semua hal yang berkaitan dengan bulan ramadhan semua.a ada d sni…
    Pkk.a lengkap deh d sni,.

  11. Assalamua’alikum wr.wb.
    mhn penjelesan serta nash yang menyatakan bahwa bagi perempuan yg sedang hamil dan meyusui boleh berbuka, namun wajib bayar fidyah dan tidak wajib mengqadha
    jazakallah khair

  12. assalamualaikum wr.wb. pak ustadz mohon izin copy-paste artikelnya(penulis dan link tdk dihapus)diblog ana untuk kepentingan syiar islam..jazakallah khair

  13. Hamba Allah 

    Assalamualaikum,
    Saya mau tanya terkait dengan niat puasa. Kadang saya lupa untuk berniat untuk berpuasa. Menurut keterangan diatas, puasa saya menjadi tidak syah? Lalu apa yang harus saya lakukan untuk itu?Apakah saya harus membayar denda / qada? Mohon penjelasannya..
    Terima kasih

    • #Hamba Allah
      Niat itu tidak perlu diucapkan karena niat adalah perbuatan hati. Berniat artinya berkeinginan; bertekad. Jadi, anda bangun sahur sudah menunjukkan bahwa anda sudah berniat puasa.

  14. Lha kalau niat tidak ada lafadznya, apa para Kyai NU yang bisa bikin teks niat PUASA itu buka dari hadits, berarti bikinan orang dong

LEAVE A REPLY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar