Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم (34) وما يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم (35 (
Artinya : “ Dan situasi yang sama, dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia yang seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat sifat yang baik itu tidak dianugerahkan, melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan, melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. ”(QS Fushshilat [41]: 34-35).
Ibnu Katsir juga mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena kondisi orang yang menyakiti kita dengan inspirasi adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa. ”
Begitulah, ayat ini yang berkaitan dengan akhlak seorang Muslim, yang harus menghiasi dirinya dengan berbagai sifat-sifat terpuji (mahmudah) .
Kandungan Ayat
PADA ayat tersebut Allah Menyebut DENGAN “ Walaa tastawi al h asanah wa las sayyi`ah (Dan tidaklah sama Kebaikan Dan kejahatan).
Menurut al-Raghib al-Asfahani, secara bahasa kata al- h asanah digunakan untuk menyebut semua kenikmatan yang menyenangkan manusia, baik pada diri, badan, maupun kondisinya.
Sedangkan al-syayyi`ah Berarti sebaliknya. Ayat ini juga ditegaskan bahwa hadiah laa tastawi (tidak sama).
Imam Asy-Syaukani menyebutkan, al-hasanah yang dimaksud adalah yang diridhai Allah dan pahala yang diberikannya. Malah, asy-syayyiʻah adalah kejahatan yang dibenci Allah dan sudah melarang meletakkan
Fakhruddin al-Razi tidak bersabar terhadap yang dimaksud dengan al-hasanah () di sini adalah dakwah Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wasallam mengajak agama yang haq, tidak sabar kebodohan orang-orang kafir, melakukan pembalasan, dan berpaling kepada mereka.
Kemudian Allah menyebut, idfa 'bi al-lati hiya ahsan (tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik). Diterangkan oleh Imam Asy- Syaukani, pengertian dari ayat ini adalah: Tolaklah keburukan jika datang kepadamu dengan pembalasan yang lebih baik, yakni memakai keburukan dengan, dosa dengan maaf, serta kemerahan dengan kesabaran.
Kelak manfaatnya adalah, seperti urian ujung ayat, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia).
Dikatakan oleh Ibnu Katsir, “Apabila kamu bulatan baik kepada orang yang buruk kepadamu, maka infus itu akan menuntun dia untuk mencintai dan condong kepadamu hingga dia berubah seolah-olah sahabat dekatmu karena kasih sayang dan kasihnya”.
Abdurrahman As-Sa'di menjelaskan, '' ada orang yang melakukan keburukan kepadamu, khususnya orang-orang yang memiliki hak yang besar terhadapmu, seperti kerabat, sahabat, dan semacamnya, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Maka, balaslah dengan sepenuh.
Jika memutuskan silaturahim, maka sambunglah; jika menzalimimu, maafkanlah; jika membincangkan keburukanmu, baik di depanmu atau di belakangmu, jangan dibalas, namun maafkan dan perlakukanlah dengan perkataan yang lembut. Jika memutuskan hubungan dengan kamu dan tidak menyapamu, maka perbaikilah perkataanmu terhadapnya dan berikanlah salam. Jika kamu keburukan dengan, akan menghasilkan faedah yang besar.
Setelah diterangkan tentang kesalahan perintah keburukan dengan hasrat beserta faedahnya, kemudian Allah mengakhir dengan: wamaa yulaqqaahaa illaa al-ladziina shabaruu (sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan, melainkan kepada orang-orang yang sabar).
Menurut al-Asfahani, al-shabr di sini berarti menahan diri dalam kesusahan. Seperti juga dikatakan Imam Ath-Thabari, tidak diberikan sifat mau fakta keburukan dengan itu kecuali orang-orang yang sabar.
Demikianlah, maka kesalahan tindakan. Seperti Allah seburkan juga pada ayat lain:
هَلۡ جَزَآءُ ٱلۡإِحۡسَـٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسَـٰنُ
Artinya: “Tidak ada balasan, menangis, (pula)”. (QS Ar-Rahman [55]: 60).
Ayat pada surat Fushshilat tadi memerintahkan lebih dari itu. Yakni keburukan dengan latar belakang. Tindakan ini dapat memberikan manfaat besar, baik orang yang salah atau orang yang dibalas. Di antara kepentingannya, pihak diungkap ayat ini adalah dapat mengantarkan kepada orang yang memusuhi menjadi kawan dekat.
Ketika Al-Bashri Digunjing
Praktik lain pernah kejahatan dengan kejadian, antara dilakukan oleh Imam Hasan Al-Bashri. Ketika suatu saat pembantunya menyampaikan bahwa seseorang telah menggunjing dan menjelek-jelekkan namanya. Mendengar hal tersebut, Hasan Al-Bashri kemudian meminta pembantunya tadi untuk menghadiahkan kurma kepada orang yang menjelek-jelekkannya tersebut.
Pembantu berkata, “Wahai Imaam, bukankah dia telah menjelekkan engkau di hadapan orang banyak. Tapi mengapa engkau malah menghadiahinya kurma? ” Sang Imaam pun menjawab, “Bukankah sudah sepantasnya aku memberikan hadiah bagi orang yang telah memberikan kesempatan pahala dari Allah buatku?”.
Begitulah, Hasan Al-Bashri memberikan pelajaran berharga bukan hanya buat pembantunya, tetapi kita semua. Agar tetap menjadi pribadi yang tenang dan menenangkan. Bukan pribadi yang gelisah dan penuh amarah. Tenang bukan berarti tidak mampu, tenang bukan berarti kalah, tenang bukan berarti lambat. Tenang adalah senior menyampaikan kritikan dengan bahasa yang lembut, tenang adalah penyampaian fakta keras dengan cara yang santun, tenang adalah menolak berat dengan cara yang ringan.
Itu pulalah yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wasallam ketika penduduk Thaif melemparinya dengan batu. Beliau malah berdoa, “Allahummahdii qawmii fainnahum laa ya'lamuun” (Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku ini, karena sebenarnya mereka tidak tahu apa-apa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar