Mandi Saat Puasa di Bulan Ramadhan
Seseorang yang melakukan amal ibadah tentu berharap agar amalnya tersenut diterima Allah swt. Demikian juga dengan puasa Ramadhan, diman Allah membukakan pintu rahmat seluas mungkin dan menutup meminimalisir peluang manusia untuk berbuat maksiat. Hal ini karena Allah melipatgandakan setiap amal baik yang dikerjakan sampai pada taraf yang hanya diketahui oleh Allah swt.
Meskipun puasa merupakan sebuah syari’at yang agung, namun sebagai manusia tentu tidak bisa terlepas dari iklim dan cuaca dimana ia tinggal. Bagi yang tinggal di daerah beriklim sejuk atau dengan durasi siang yang lebih pendek, tentu puasa relatif lebih mudah dilakukan. Namun tidak semua kaum Muslimin tinggal di daerah seperti ini. Sebagian ada yang tinggal di daerah dingin dengan durasi siang yang sangat lama, sebagian lain tinggal di daerah yang beriklim tropis, atau juga di daerah gurun.
Terkadang rasa panas di siang hari ketika puasa menimbulkan keinginan untuk mendinginkan badan, baik dengan cara mandi, membasahi kepala, dan sebagainya. Namun bagaimanakah ketentuan syari’at Islam tentang hal ini?
Mandi saat Puasa di Bulan Ramadhan
Orang yang berpuasa dibolehkan untuk mandi, baik mandi karena junub maupun selainnya (lihat al-Mughni, III: 18). Adapun dasar dari pendapat ini adalah sebuah riwayat berikut:
عَنْ عَائِشَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
"Dari 'Aisyah dan Ummu Salamah, bahwa Rasulallah saw berada dalam keadaan junub ketika fajar. Kemudian beliau mandi dan berpuasa (H.R. al-Bukhari no. 1926 dan Muslim no. 1109)."
Juga berdasar pada riwayat:
عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ النَّاسَ فِي سَفَرِهِ عَامَ الْفَتْحِ بِالْفِطْرِ وَقَالَ تَقَوَّوْا لِعَدُوِّكُمْ وَصَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ قَالَ الَّذِي حَدَّثَنِي لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ
"Dari Abu Bakar bin ‘Abdurrahman, dari sebagian Sahabat Nabi saw, ia berkata; Aku melihat Rasulallah saw menyuruh manusia untuk berbuka ketika dalam perjalanan dalam rangka penaklukkan kota Mekah (fathu Makkah). Beliau bersabda: ‘Berkuat-kuatlah kalian dalam menghadapi musuh.’ Namun Rasulullah saw tetap berpuasa. Abu Bakar bin ‘Abdurrahman berkata; Seseorang yang menceritakan kepadaku berkata: ‘Sungguh aku melihat Rasulallah saw menyiramkan air ke kepala beliau karena haus atau panas ketika berada di al-'Araj, sedangkan beliau dalam kondisi puasa [H.R. Abu Dawud (2365), an-Nasa'i dalam as-Sunan al-Kubra (3017), Ahmad (15903), dan Imam Malik dalam al-Muwattha’, I: 294).
Hadist di atas dinilai sahih oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam takhrij beliau terhadap Sunan Abi Dawud, IV: 46. Lihat juga takhrij hadits ini oleh Syaikh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih, I: 625)."
Berkaitan dengan hadits ini, Abu ath-Thayyib berkata, hadits ini menjadi dalil bolehnya orang yang berpuasa untuk “memecah” rasa panas dengan menyiramkan air pada sebagian atau seluruh tubuhnya. Pendapat ini dipegang oleh mayoritas ulama tanpa membedakan antara mandi wajib, sunnah, atau mubah (lihat 'Aun al-Ma'bud, VI: 352)
Secara khusus, Imam al-Bukhari membuat bab dalam kitab sahihnya, “Bab tentang mandinya orang yang berpuasa (Bab Ightisal ash-Shaim).” Beliau mendasarkan bab ini pada perbuatan Ibnu Umar yang pernah membasahi bajunya kemudian menempelkannya di kepala, juga perbuatan asy-Sya’biy yang pernah masuk ke kamar mandi (untuk mandi –pent) sedang beliau berpuasa, dan perkataan Imam al-Hasan al-Bashri, bahwa orang yang berpuasa dibolehkan berkumur dan mendinginkan badan (at-Tabarrud).
Mengomentari bab yang dibuat oleh Imam al-Bukhari, Imam Ibnu Hajar berkata, dengan membuat bab ini Imam al-Bukhari hendak menjelaskan tentang bolehnya mandi bagi orang yang sedang puasa.
Az-Zain bin al-Munayyir berkata, lafal “mandi (al-ightisal)” diungkapkan dalam bentuk lepas (intransitif) supaya dapat mencakup makna mandi wajib, sunnah, atau mubah. Hal ini secara tidak langsung melemahkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib dalam Mushannaf ‘Abd Ar-Razzaq yang melarang orang puasa untuk masuk ke kamar mandi (untuk mandi –pent) (lihat Fath al-Baari, VI: 180).
Adapun jika mandi dilakukan di kolam renang, sungai, dan sejenisnya maka sangat dianjurkan untuk dihindari. Sebab orang yang mandi di tempat seperti ini tidak aman dari masuknya air ke kerongkongan dan itu dapat membatalkan puasa. Pun demikian dengan tempat pemandian uap/sauna; sebab sangat besar potensi masuknya air ke kerongkongan.
Dan apabila uap tersebut sampai masuk ke kerongkongan sedang ia punya kemampuan untuk menghindarinya (ikhtiyar), maka puasanya batal dan ia wajib mengqadla di hari yang lain (lihat Hasyiyah ad-Dasuqiy, I: 525. Lihat juga fatwa asy-Syabakah al-Islamiyyah no. 25828 dan 6337). Hal ini juga sejalan dengan nasihat Rasulallah saw bagi orang yang menghirup air (istinsyaq) ketika puasa:
عن عاصِم بنِ لقيط بن صَبِرَةَ عن أبيه لقيط بن صَبِرَةَ قال قال رسولُ اللهِ صلَّى الله عليه وسلم بالِغْ في الاسْتِنْشَاق إلا أن تكون صَائِماً
"Dari ‘Ashim bin Abi Laqith bin Shabirah, dari Bapaknya, Laqith bin Shabirah berkata; Rasulallah saw bersabda: ‘Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (menghidup air melalui hidung) ketika wudlu. Kecuali engkau sedang puasa (H.R. Abu Dawud no. 2366).
Dalam hadits ini, Rasulallah saw melarang berlebihan dalam menghirup air ketika puasa karena khawatir air yang terhidup masuk ke kerongkongan. Dan tentu hal yang lebih dari sekedar menghirup air harus mendapat perhatian lebih serius lagi.
Kesimpulannya, menyiram tubuh di siang hari puasa, baik sebagian maupun seluruhnya tidak membatalkan puasa. Adapun jika ingin mandi di kolam renang dan sejenisnya, atau tempat pemandian uap/sauna, maka sangat dianjurkan untuk dihindari mengingat sangat berpotensi membatalkan puasa. Bahkan sebagian ulama mengatakan hal ini (mandi/menghirup uap) membatalkan puasa jika ia mempunyai pilihan untuk menghindar sebagaimana yang dikatakan oleh Imam ad-Dasuqiy. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar