Baraya kultum - Baru berjalan belasan hari, awal 2021 ini, Indonesia banyak kehilangan ulama. Para ulama yang dikenal luas dan berpengaruh wafat karena berbagai penyebab.
Rasulullah SAW bersabda: ﻣﻦ ﺃﺷﺮﺍﻁ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ﺃﻥ ﻳُﺮْﻓَﻊَ ﺍﻟﻌﻠﻢ، ﻭﻳَﺜْﺒُﺖَ ﺍﻟﺠﻬﻞُ “Termasuk tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan tetapnya kebodohan.“ (HR Bukhari). Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ
“Sesungguhnya Allah SWT tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.“ (HR Bukhari).
Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat, menjelaskan, Rasulullah memang mengisyaratkan peristiwa wafatnya para ulama bisa diartikan sebagai tanda hari akhir telah dekat. Namun, tanda ini sebenarnya telah terlihat 200 tahun lamanya sebelum masa ini.
"Kehilangan banyak ulama sebenarnya bukan baru saja terjadi sekarang. Kalau melihat sepanjang sejarah 14 abad (Hijriyah), paling tidak dua abad terakhir kita memang tidak punya lagi ulama, dalam artian ulama yang karyanya kaliber dampaknya besar bagi Umat Islam, seperti Imam Al-Ghazali," katanya,
Wafatnya ulama saat ini, kata Ahmad, memang suatu kehilangan. Tapi, fenomena wafatnya ulama yang karya-karyanya menjadi rujukan banyak Umat Islam dan seharusnya lebih diwaspadai sebagai tanda kiamat adalah wafatnya ulama sebelum abad 13-14 Hijriyah.
Rambu regenerasi
Menurutnya, wafatnya ulama bukan sekadar menjadi rambu bahwa kiamat telah dekat, melainkan juga menjadi rambu untuk segera melakukan regenerasi ulama, sehingga umat tidak kehilangan rujukan. Umat juga bisa mencegah hilangnya ilmu atau ajaran Islam karena wafatnya ulama.
Dia juga menuturkan, bahaya minimnya atau bahkan nihilnya ulama yang bisa menjadi rujukan umat adalah dampak terburuk dari wafatnya para ulama. Umat jadi meminta rujukan kepada ulama-ulama sesat yang minim ilmu, seperti yang dinubuatkan Nabi Muhammad SAW.
"Yang bahaya bagi umat, kalau tokoh agama banyak tapi referensi yang kompeten dalam bidang masalah ilmu keislaman itu nggak ada," jelasnya.
"Kalau hadist Nabi mengatakan, nanti akan ada masa 12 pihak berantem, bersitegang ngeributin masalah waris. Dan nggak ada yang bisa menjelaskannya," tambahnya.
Lantas apa?
Mengetahui tanda kiamat memang perlu sebagai khazanah atau wawasan seorang Muslim. Namun, yang lebih penting adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri menghadapi fase kiamat yang telah dikabarkan Nabi.
Wafatnya ulama akan mengurangi rujukan umat dalam bertanya atau mempelajari ajaran agama Islam. Sehingga, perlu ada program regenerasi atau pengkaderan ulama jika memang Umat Islam sadar akan bahaya wafatnya ulama.
"Ya sudah, kalau memang ulama meninggal itu Allah SWT punya kehendak, sekarang bagaimana caranya agar kita melahirkan lebih banyak ulama," katanya.
Ahmad berharap, ada program kaderisasi ulama setingkat universitas untuk menyiapkan ulama-ulama dengan wawasan yang luas. Tidak hanya terbatas membuat sekolah tingkat dasar, menengah, atau atas yang berlabel Islam, tapi juga perlu universitas pengkaderan ulama.
"Kalau butuh dokter, bangun fakultas kedokteran, jadi lebih spesifik. Kalau butuh ulama, kita bangun fakultas keulamaan, bukan hanya sebatas membangun SDIT," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar