Jumat, 14 Februari 2020

20 Jumadil akhir 1441. 14 Pebruari 2020 bab Toharoh.

Toharoh


المياه التي يجوز بها التطهير سبع مياه ماء السماء وماء البحر وماء النهر وماء البئر وماء العين وماء الثلج وماء البرد ثم المياه على أربعة أقسام طاهر مطهر، مكروه وهو الماء المشمس وطاهر غير مطهر وهو الماء المستعمل والمتغير بما خالطه من الطاهرات وماء نجس وهو الذي حلت فيه نجاسة وهو دون القلتين أو كان قلتين فتغير والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريبا في الأصح.

Artinya:

Macam-macam Air Air yang dapat dibuat untuk bersuci ada 7 (tujuh) yaitu air hujan (langit), air laut, air sungai, air sumur, air sumber (mata air), air salju, air dingin. Jenis air ada 4 (empat) yaitu (a) air suci dan mensucikan; (b) air yang makruh yaitu air panas; (c) air suci tapi tidak meyucikan yaitu air mustakmal dan air yang air berubah karena kecampuran perkara suci; (d) air najis yaitu (i) air kurang 2 qullah yang terkena najis atau (ii) air mencapai 2 qullah terkena najis dan berubah. Adapun ukuran 1 qullah adalah 500 (lima ratus) kati baghdad menurut pendapat yang paling sahih.

 

Sucinya kulit bangkai setelah disamak

(فصل) وجلود الميتة تطهر بالدباغ إلا جلد الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما وعظم الميتة وشعرها نجس إلا الآدمي. ولا يجوز استعمال أواني الذهب والفضة ويجوز استعمال غيرهما من الأواني.

Terjemah:

Kulit bangkai dapat suci dengan disamak kecuali kulit anjing dan babi dan hewan yang terlahir dari keduanya atau dari salah satunya. Adapun tulang bangkai itu najis kecuali tulang mayat manusia. Tidak boleh menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak. Boleh menggunakan wadah yang selain dari emas dan perak.


Hukum siwak (Sakit gigi)

(فصل) والسواك مستحب في كل حال إلا بعد الزوال للصائم وهو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا: عند تغير الفم من أزم وغيره وعند القيام من النوم وعند القيام إلى الصلاة.

Artinya:

Bersiwak itu hukumnya sunnah dalam setiap keadaan kecuali setelah condongnya matahari bagi yang berpuasa. Bersiwak sangat disunnah dalam 3 tempat yaitu (a) saat terjadi perubahan bau mulut; (b) setelah bangun tidur; (c) hendak melaksanakan shalat.


Tata cara Wudhu

(فصل) وفروض الوضوء ستة أشياء النية عند غسل الوجه وغسل الوجه وغسل اليدين إلى المرفقين ومسح بعض الرأس وغسل الرجلين إلى الكعبين والترتيب على ما ذكرناه.

(فصل) وسننه عشرة أشياء التسمية وغسل الكفين قبل إدخالهما الإناء والمضمضة والاستنشاق ومسح جميع الرأس ومسح الأذنين ظاهرهما وباطنهما بماء جديد وتخليل اللحية الكثة وتخليل أصابع اليدين والرجلين وتقديم اليمنى على اليسرى والطهارة ثلاثا ثلاثا والمولاة.

Artinya:

Rukun atau fardhu-nya wudhu ada 6 (enam) yaitu:

  1. Niat saat membasuh muka.
  2. Membasuh muka
  3. Membasuh kedua tangan sampai siku.
  4. Mengusap sebagian kepala.
  5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
  6. Dilakukan secara tertib dari no. 1 sampai 5.
Catatan:
  1. Niat wudhu adalah:
  2. نويت الوضوء لرفع الحدث الأصغر فرضا للو تعالي

    Artinya:

    Saya niat wudhu untuk menghilangkan hadats kecil karena Allah Ta'ala.
  3. Beda mengusap dan membasuh adalah kalau mengusap cukup dilakukan dengan sekedar membasahi dengan sedikit air. SEdang membasuh memakai air yang dapat mengaliri seluruh anggota badan yang wajib dibasuh.


  4. Sunnahnya Wudhu

    Sunnahnya wudhu ada 10 (sepuluh): membaca bismillah, membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkan ke wadah air, berkumur, menghirup air ke hidup, mengusap seluruh kepala, mengusap kedua telinga luar dalam dengan air baru, menyisir jenggot tebal dengan jari, membasuh sela-sela jari tangan dan kaki, mendahulukan bagian kanan dari kiri, menyucikan masing-masing 3 (tiga) kali, bersegera.


    Istinja' - bersuci setlah buang air

    (فصل) والاستنجاء واجب من البول والغائط والأفضل أن يستنجي بالأحجار ثم يتبعها بالماء ويجوز أن يقتصر على الماء أو على ثلاثة أحجار ينقي بهن المحل فإذا أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل. ويجتنب استقبال القبلة واستدبارها في الصحراء ويجتنب البول والغائط في الماء الراكد وتحت الشجرة المثمرة وفي الطريق والظل والثقب ولا يتكلم على البول ولا يستقبل الشمس والقمر ولا يستدبرهما.

    Artinya:

    Instinja' (Jawa, cewok) atau membersihkan diri itu wajib setelah buang air kecil (kencing) dan buang air besar (BAB). Yang utama adalah bersuci dengan memakai beberapa batu[1] kemudian dengan air. Boleh bersuci dengan air saja atau dengan 3 (tiga) buah batu yang dapat membersihkan tempat najis. Apabila hendak memakai salah satu dari dua cara, maka memakai air lebih utama.


    Etika kencing dan buang air besar

    Orang yang sedang buang air besar (BAB) hendaknya tidak menghadap kiblat dan tidak membelakanginya apabila dalam tempat terbuka. Kencing atau BAB hendaknya tidak dilakukan di air yang diam, di bawah pohon yang berbuah, di jalan, di tempat bernaung, di lobang. Dan hendaknya tidak berbicara saat kencing dan tidak menghadap matahari dan bulan dan tidak membelakangi keduanya.


    Perkara yang membatalkan wudhu (yang mengakibatkan hadats kcil)

    (فصل) والذي ينقض الوضوء ستة أشياء ما خرج من السبيلين والنوم على غير هيئة المتمكن وزوال العقل بسكر أو مرض ولمس الرجل المرأة الأجنبية من غير حائل ومس فرج الآدمي بباطن الكف ومس حلقة دبره على الجديد.

    Artinya:

    Perkara yang membatalkan wudhu ada 6 (enam): sesuatu yang keluar dari dua jalan (depan belakang), tidur dalam keadaan tidak tetap, hilang akal karena mabuk atau sakit, sentuhan laki-laki pada wanita bukan mahram tanpa penghalang, menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan bagian dalam, menyentuh kawasan sekitar anus (dubur) menurut qaul jadid.[1]

    [1] Qaul jadid (pendapat baru) adalah fatwa Imam Syafi'i saat berada di Mesir. Qaul qadim (pendapat lama) adalah fatwa Imam Syafi'i saat berada di Baghdad, Irak.

     

    Mandi wajib(Junub)

    (فصل) والذي يوجب الغسل ستة أشياء ثلاثة تشترك فيها الرجال والنساء وهي التقاء الختانين وإنزال المني والموت وثلاثة يختص بها النساء وهي الحيض والنفاس والولادة. (فصل) وفرائض الغسل ثلاثة أشياء النية وإزالة النجاسة إن كانت على بدنه وإيصال الماء إلى جميع الشعر والبشرة. وسننه خمسة أشياء التسمية والوضوء قبله وإمرار اليد على الجسد والمولاة وتقديم اليمنى على اليسرى. (فصل) والاغتسالات المسنونة سبعة عشر غسلا غسل الجمعة والعيدين والاستسقاء والخسوف والكسوف والغسل من غسل الميت والكافر إذا أسلم والمجنون والمغمى عليه إذا أفاقا والغسل عند الإحرام ولدخول مكة وللوقوف بعرفة وللمبيت بمزدلفة ولرمي الجمار الثلاث وللطواف.


    Perkra yang mengharuskan mandi wajib

    Perkara yang mewajibkan mandi junub (ghusl) ada 6 (enam) 3 (tiga) di antaranya berlaku untuk laki-laki dan perempuan yaitu (1) senggama, (2) keluar sperma, (3) mati. Tiga lainnya khusus untuk perempuan yaitu (4) haid, (5) nifas, (6) melahirkan (wiladah).


    Rukun/Fardhu/Tatacara mandi junub

    Fardhu/rukun atau perkara yang harus dilakukan saat mandi junub ada 3 (tiga) yaitu :

    1. niat
    2. menghilangkan najis yang terdapat pada badan, (3) mengalirkan air ke seluruh rambut dan kulit badan.

    Sunnah mandi junub

    Hal-hal yang disunnahkan (dianjurkan untuk dilakukan) saat mandi junub ada 5 (lima) yaitu :

    1. Baca bismillah,
    2. wudhu sebelum mandi junub,
    3. mengusapkan tangan pada badan,
    4. bersegera,
    5. mendahulukan (anggota badan) yang kanan dari yang kiri.

    Keadan yang disunahkan mandi

    Mandi junub disunnahkan dilakukan dalam 16 keadaan yaitu:

    1. mandi untuk Jum'at,
    2. (dua) hari raya,
    3. shalat minta hujan (istisqa'),
    4. gerhana bulan,
    5. gerhana matahari,
    6. setelah memandikan mayit,
    7. orang kafir apabila masuk Islam,
    8. orang gila dan ayan (epilepsi) apabila sembuah,
    9. saat akan ihram,
    10. akan masuk Makkah,
    11. wukuf di Arafah,
    12. mabit (menginap) di Muzdalifah,
    13. melempar Jumrah yang tiga,
    14. tawaf,
    15. sa'i,
    16. masuk kota Madinah.

     

    Mengusap khuf (Kaus kaki)

    (فصل) والمسح على الخفين جائز بثلاث شرائط أن يبتدئ لبسهما بعد كمال الطهارة وأن يكونا ساترين لمحل الفرض من القدمين وأن يكونا مما يمكن تتابع المشي عليهما ويمسح المقيم يوما وليلة والمسافر ثلاثة أيام بلياليهن وابتداء المدة من حين يحدث بعد لبس الخفين فإن مسح في الحضر ثم سافر أو مسح في السفر ثم أقام أتم مسح مقيم. ويبطل المسح بثلاثة أشياء بخلعهما وانقضاء المدة وما يوجب الغسل.

    Artinya:

    Mengusap khuf (kaus kaki khusus) itu boleh dengan 3 (tiga) syarat:

    1. Memakai khuf setelah suci dari hadats kecil dan hadats besar.
    2. Khuf (kaus kaki) menutupi mata kaki .
    3. Dapat dipakai untuk berjalan.

    Orang mukim dapat memakai khuf selama satu hari satu malam (24 jam). Sedangkan musafir selama 3 (tiga) hari 3 malam.

    Masanya dihitung dari saat hadats (kecil) setelah memakai khuf. Apabila memakai khuf di rumah kemudian bepergian atau mengusap khuf di perjalanan kemudian mukim maka dianggap mengusap khuf untuk mukim.

    Mengusap khuf batal oleh 3 (tiga) hal:

    1. melapasnya,
    2. habisnya masa,
    3. hadats besar.

    Tambahan :
    Tata cara Mengusap Khuf
    1. Mengusap khuf dilakukan sebagai ganti dari membasuh kaki saat berwudhu karena itu waktu pengusapan adalah saat giliran membasuh kaki saat wudhu.

    2. Caranya adalah mengusapkan air (tanpa mengalirkan) ke bagian atas khuf atau punggung kaki (kebalikan telapak kaki).

     

    (فصل) وشرائط التيمم خمسة أشياء: وجود العذر بسفر أو مرض، ودخول وقت الصلاة، وطلب الماء، وتعذر استعماله وإعوازه بعد الطلب، والتراب الطاهر الذي له غبار فإن خالطه جص أو رمل لم يجز. وفرائضه أربعة أشياء: النية ومسح الوجه ومسح اليدين مع المرفقين والترتيب. وسننه ثلاثة أشياء: التسمية وتقديم اليمنى على اليسرى والمولاة.

    (فصل) والذي يبطل التيمم ثلاثة أشياء ما أبطل الوضوء ورؤية الماء في غير وقت الصلاة والردة. وصاحب الجبائر يمسح عليها ويتيمم ويصلي ولا إعادة عليه إن كان وضعها على طهر ويتيمم لكل فريضة ويصلي بتيمم واحد ما شاء من النوافل.


    Syarat dibolehkannya tayamum

    Syarat bolehnya tayammum ada 5 (lima):

    1. adanya udzur karena perjalanan atau sakit,
    2. masuk waktu shalat,
    3. mencari air,
    4. tidak dapat menggunakan air dan tidak ada air setelah mencari,
    5. debu suci. Apabila tercampur najis atau pasir maka tidak sah.

    Tata cara tayamum
    Fardhu/rukun atau tatacara tayammum ada 4 (empat) yaitu :
    1. niat,
    2. mengusap wajah,
    3. mengusap kedua tangan sampai siku,
    4. tertib (urut).


    Sunnah Tayamum

    Sunnahnya tayammum ada 3 (tiga) yaitu:

    1. Membaca bismillah,
    2. mendahulukan yang kanan dari yang kiri,
    3. bersegera.


    Membatalkan tayamum

    Yang membatalkan tayammum ada 3 (tiga) yaitu:

    1. perkara yang membatalkan wudhu,
    2. melihat air di selain waktu shalat,
    3. murtad.

    Orang yang memakai perban mengusap di atasnya, bertayammum dan shalat dan tidak perlu mengulangi shalatnya apabila saat memakai perban dalam keadaan suci. Satu tayammum berlaku untuk satu kali shalat fardhu dan 1 shalat sunnah. Satu kali tayammum dapat dipakai beberapa kali shalat sunnah.

     

    Macam macam najis

    (فصل) وكل مائع خرج من السبيلين نجس إلا المني وغسل جميع الأبوال والأرواث واجب إلا بول الصبي الذي لم يأكل الطعام فإنه يطهر برش الماء عليه ولا يعفى عن شيء من النجاسات إلا اليسير من الدم وما لا نفس له سائلة إذا وقع في الإناء ومات فيه فإنه لا ينجسه والحيوان كله طاهر إلا الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما والميتة كلها نجسة إلا السمك والجراد والآدمي ويغسل الإناء من ولوغ الكلب والخنزير سبع مرات إحداهن بالتراب ويغسل من سائر النجاسات مرة تأتي عليه والثلاثة أفضل وإذا تخللت الخمرة بنفسها طهرت وإن خللت بطرح شيء فيها لم تطهر.

    Setiap benda cair yang keluar dari dua jalan (anus dan kemaluan) hukumnya najis kecuali spearma.

    Membasuh kencing dan kotoran (tinja) itu wajib kecuali kencing bayi laki-laki kecil yang belum memakan makan maka cara menyucikannya cukup dengan menyiramkan air. Perkara yang najis tidak dimaafkan kecuali sedikit seperti darah hewan yang tidak mengalir apabila jauh ke dalam bejana (wadah) dan mati maka tidak menajiskan isi bejana.

    Seluruh binatang itu suci kecuali anjing dan babi dan yang lahir dari keduanya atau salah satunya. Adapun bangkai itu najis kecuali ikan, belalang dan manusia.

    Bejana yang terkena jilatan anjing dan babi harus dibasuh 7 (tujuh) kali salah satunya dengan tanah. Sedang najis yang lain cukup dibasuh sekali namun 3 kali lebih baik.

    Apabila khamar (arak) menjadi anggur dengan sendirinya maka ia menjadi suci. Apabila perubahan itu karena memasukkan sesuatu maka tidak suci.

     

    فصل) ويخرج من الفرج ثلاثة دماء دم الحيض والنفاس والاستحاضة فالحيض هو الدم الخارج من فرج المرأة على سبيل الصحة من غير سبب الولادة ولونه أسود محتدم لذاع والنفاس هو الدم الخارج عقب الولادة والاستحاضة هو الدم الخارج في غير أيام الحيض والنفاس وأقل الحيض يوم وليلة وأكثره خمسة عشر يوما وغالبه ست أو سبع وأقل النفاس لحظه وأكثره ستون يوما وغالبه أربعون وأقل الطهر بين الحيضتين خمسة عشر يوما ولا حد لأكثره وأقل زمن تحيض فيه المرأة تسع سنين وأقل الحمل ستة أشهر وأكثره أربع سنين وأقل الحمل ستة أشهر وأكثرها أربع سنين وغالبه تسعة أشهر. ويحرم بالحيض والنفاس ثمانية أشياء الصلاة والصوم وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله ودخول المسجد والطواف والوطء والاستمتاع بما بين السرة والركبة. ويحرم على الجنب خمسة أشياء الصلاة وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله والطواف واللبث في المسجد. ويحرم على المحدث ثلاثة أشياء الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله.


    Devinisi dan hukum haid, nifas, istihadoh

    Ada 3 macam darah yang keluar dari kemaluan wanita:

    1. darah haid,
    2. darah nifas,
    3. darah istihadlah.

    Darah haid adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan dengan cara sehat bukan karena melahirkan. Dan warnanya kehitam-hitaman, terasa panas dan diikuti mual-mual pada perut.

    Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan. Istihadlah adalah darah yang keluar di selain hari-hari haid dan nifas.

    Paling sedikitnya darah haid adalah satu hari satu malam. Dan yang paling banyak adalah 15 hari. Umumnya 6 (enam) atau 7 (tujuh) hari. Paling sedikitnya nifas adalah sebentar dan paling banyak 60 hari dan umumnya 40 hari. Paling sedikitnya masa suci di antara dua masa haid adalah 15 hari. Dan tidak ada batas untuk paling banyaknya.

    Usia minimal wanita haid adalah 9 (sembilan) tahun. Paling sedikitnya usia kehamilan 6 bulan. Paling panjang kehamilan 4 tahun. Umumnya masa hamil adalah 9 bulan.


    Yang di haramkan saat haid dan nifas

    Perkara yang diharamkan saat haid dan nifas ada 8 (delapan) yaitu :

    1. shalat,
    2. puasa,
    3. membaca Al-Quran,
    4. menyentuh Al-Quran,
    5. membawa Al-Quran,
    6. masuk masjid,
    7. tawaf,
    8. hubungan intim (jimak)
    9. (suami) mencumbu di antara pusar dan lutut.



    Diharamkan saat junub

    Perkara yang diharamkan bagi orang junub ada 5 (lima) yaitu :

    1. shalat,
    2. membaca Al-Quran,
    3. menyentuh Al-Quran,
    4. membawa Al-Quran,
    5. tawaf,
    6. tinggal di masjid.



    Diharamkan saat hadats kecil

    Perkara yang diharamkan saat hadats kecil ada 3 (tiga) yaitu :

    1. shalat,
    2. tawaf,
    3. menyentuh Al-Quran dan membawanya.



    Hadits Toharoh

    Hadits ke-1
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. "Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi'i dan Ahmad juga meriwayatkannya.

    Hadits ke-2
    Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya (hakekat) air adalah suci dan mensucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya." Dikeluarkan oleh Imam Tiga dan dinilai shahih oleh Ahmad.

    Hadits ke-3
    Dari Abu Umamah al-Bahily Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat merubah bau, rasa atau warnanya." Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan dianggap lemah oleh Ibnu Hatim.

    Hadits ke-4
    Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi: "Air itu suci dan mensucikan kecuali jika ia berubah baunya, rasanya atau warnanya dengan suatu najis yang masuk di dalamnya."

    Hadits ke-5
    Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika banyaknya air telah mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran." Dalam suatu lafadz hadits: "Tidak najis". Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban.

    Hadits ke-6
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu mandi dalam air yang tergenang (tidak mengalir) ketika dalam keadaan junub." Dikeluarkan oleh Muslim.

    Hadits ke-7
    Menurut Riwayat Imam Bukhari: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu kencing dalam air tergenang yang tidak mengalir kemudian dia mandi di dalamnya."

    Hadits ke-8
    Menurut riwayat Muslim dan Abu Dawud: "Dan janganlah seseorang mandi junub di dalamnya."

    Hadits ke-9
    Seorang laki-laki yang bersahabat dengan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang perempuan mandi dari sisa air laki-laki atau laki-laki dari sisa air perempuan, namun hendaklah keduanya menyiduk (mengambil) air bersama-sama. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan sanadnya benar.

    Hadits ke-10
    Dari Ibnu Abbas r.a: Bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mandi dari air sisa Maimunah r.a. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

    Hadits ke-11
    Menurut para pengarang kitab Sunan: Sebagian istri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mandi dalam satu tempat air, lalu Nabi datang hendak mandi dengan air itu, maka berkatalah istrinya: Sesungguhnya aku sedang junub. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya air itu tidak menjadi junub." Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-12
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah." Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: "Hendaklah ia membuang air itu." Menurut riwayat Tirmidzi: "Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah).

    Hadits ke-13
    Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda perihal kucing -bahwa kucing itu tidaklah najis, ia adalah termasuk hewan berkeliaran di sekitarmu. Diriwayatkan oleh Imam Empat dan dianggap shahih oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-14
    Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: "Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-15
    Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu adalah belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah adalah hati dan jantung." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, dan di dalam sanadnya ada kelemahan.

    Hadits ke-16
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila ada lalat jatuh ke dalam minuman seseorang di antara kamu maka benamkanlah lalat itu kemudian keluarkanlah, sebab ada salah satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya ada obat penawar." Dikeluarkan oleh Bukhari dan Abu Dawud dengan tambahan: "Dan hendaknya ia waspada dengan sayap yang ada penyakitnya."

    Hadits ke-17
    Dari Abu Waqid Al-Laitsi Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Anggota yang terputus dari binatang yang masih hidup adalah termasuk bangkai." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan beliau menyatakannya shahih. Lafadz hadits ini menurut Tirmidzi.

    Hadits ke-18
    Dari Hudzaifah Ibnu Al-Yamani Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kamu minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat dari keduanya, karena barang-barang itu untuk mereka di dunia sedang untukmu di akhirat." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-19
    Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang minum dengan bejana dari perak sungguh ia hanyalah memasukkan api jahannam ke dalam perutnya." Muttafaq Alaih.

    Hadits ke-20
    Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika kulit binatang telah disamak maka ia menjadi suci." Diriwayatkan oleh Muslim

    Hadits ke-21
    Menurut riwayat Imam Empat: "Kulit binatang apapun yang telah disamak (ia menjadi suci)."

    Hadits ke-22
    Dari Salamah Ibnu al-Muhabbiq Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Menyamak kulit bangkai adalah mensucikannya." Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

    Hadits ke-23
    Maimunah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melewati seekor kambing yang sedang diseret orang-orang. Beliau bersabda: "Alangkah baiknya jika engkau mengambil kulitnya." Mereka berkata: "Ia benar-benar telah mati." Beliau bersabda: "Ia dapat disucikan dengan air dan daun salam." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.

    Hadits ke-24
    Abu Tsa'labah al-Khusny berkata: "Saya bertanya, wahai Rasulullah, kami tinggal di daerah Ahlul Kitab, bolehkah kami makan dengan bejana mereka?" Beliau menjawab: "Janganlah engkau makan dengan bejana mereka kecuali jika engkau tidak mendapatkan yang lain. Oleh karena itu bersihkanlah dahulu dan makanlah dengan bejana tersebut." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-25
    Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para sahabatnya berwudlu di mazadah (tempat air yang terbuat dari kulit binatang) milik seorang perempuan musyrik. Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.

    Hadits ke-26
    Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa bejana Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam retak, lalu beliau menambal tempat yang retak itu dengan pengikat dari perak. Diriwayatkan oleh Bukhari.

    Hadits ke-27
    Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang khamar (minuman memabukkan) yang dijadikan cuka. Beliau bersabda: "Tidak boleh." Riwayat Muslim dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi hadits ini hasan dan shahih.

    Hadits ke-28
    Darinya (Anas Ibnu Malik r.a), dia berkata: "Ketika hari perang Khaibar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan Abu Thalhah, kemudian beliau berseru: "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang engkau sekalian memakan daging keledai negeri (bukan yang liar) karena ia kotor." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-29
    Amru Ibnu Kharijah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi saw berkhotbah pada waktu kami di Mina sedang beliau di atas binatang kendaraannya, dan air liur binatang tersebut mengalir di atas pundakku. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Tirmidzi, dan dinilainya hadits shahih.

    Hadits ke-30
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mencuci pakaian bekas kami, lalu keluar untuk menunaikan shalat dengan pakaian tersebut, dan saya masih melihat bekas cucian itu. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-31
    Dalam Hadits riwayat Muslim: Aku benar-benar pernah menggosoknya (bekas mani) dari pakaian Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, kemudian beliau sholat dengan pakaian tersebut.

    Hadits ke-32
    Dalam Lafadz lain hadits riwayat Muslim: Aku benar-benar pernah mengerik mani kering dengan kukuku dari pakaian beliau.

    Hadits ke-33
    Dari Abu Samah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i. Oleh Hakim hadits ini dinilai shahih.

    Hadits ke-34
    Dari Asma binti Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian: "Engkau kikis, engkau gosok dengan air lalu siramlah, baru kemudian engkau boleh sholat dengan pakaian itu." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-35
    Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Khaulah bertanya, wahai Rasulullah, meskipun darah itu tidak hilang? Beliau menjawab: "Engkau cukup membersihkannya dengan air dan bekasnya tidak mengapa bagimu." Dikeluarkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah.

    Hadits ke-36
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: "Seandainya tidak memberatkan atas umatku niscaya aku perintahkan mereka bersiwak (menggosok gigi dengan kayu aurok) pada setiap kali wudlu." Dikeluarkan oleh Malik, Ahmad dan Nasa'i. Oleh Ibnu Khuzaimah dinilai sebagai hadits shahih, sedang Bukhari menganggapnya sebagai hadits muallaq.

    Hadits ke-37
    Dari Humran bahwa Utsman meminta air wudlu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya keluar, kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan tangan kirinya pun begitu pula. Kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula. Kemudian ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-38
    Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, dia berkata: Beliau mengusap kepalanya satu kali. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Tirmidzi dan Nasa'i juga meriwayatkannya dengan sanad yang shahih, bahkan Tirmidzi menyatakan bahwa ini adalah hadits yang paling shahih pada bab tersebut.

    Hadits ke-39
    Dari Abdullah Ibnu Zain Ibnu Ashim Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu, dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari muka ke belakang dan dari belakang ke muka. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-40
    Lafadz lain dalam riwayat Bukhari - Muslim disebutkan: Beliau mulai dari bagian depan kepalanya sehingga mengusapkan kedua tangannya sampai pada tengkuknya, lalu mengembalikan kedua tangannya ke bagian semula

    Hadits ke-41
    Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu, ia berkata: Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i. Ibnu Khuzaimah menggolongkannya hadits shahih.

    Hadits ke-42
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidur maka hendaklah ia menghisap air ke dalam hidungnya tiga kali dan menghembuskannya keluar karena setan tidur di dalam rongga hidung itu." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-43
    Dari dia pula: "Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka janganlah ia langsung memasukkan tangannya ke dalam tempat air sebelum mencucinya tiga kali terlebih dahulu, sebab ia tidak mengetahui apa yang telah dikerjakan oleh tangannya pada waktu malam." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

    Hadits ke-44
    Laqith Ibnu Shabirah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sempurnakanlah dalam berwudlu, usaplah sela-sela jari, dan isaplah air ke dalam hidung dalam-dalam kecuali jika engkau sedang berpuasa." Riwayat Imam Empat dan hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-45
    Menurut riwayat Abu Dawud: "Jika engkau berwudlu berkumurlah."

    Hadits ke-46
    Dari Utsman Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyela-nyelai jenggotnya dalam berwudlu. Dikeluarkan oleh Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-47
    Abdullah ibnu Zaid berkata: Bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah diberi air sebanyak dua pertiga mud, lalu beliau gunakan untuk menggosok kedua tangannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-48
    Dari dia pula: bahwa dia pernah melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengambil air untuk mengusap kedua telinganya selain air yang beliau ambil untuk mengusap kepalanya. Dikeluarkan oleh Baihaqi. Menurut riwayat Muslim disebutkan: Beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari yang digunakan untuk mengusap kedua tangannya. Inilah yang mahfudh.

    Hadits ke-49
    Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dalam keadaan wajah dan tangan yang berkilauan dari bekas wudlu. Maka barangsiapa di antara kamu yang dapat memperpanjang kilauannya hendaklah ia mengerjakannya. Muttafaq Alaihi, menurut riwayat Muslim.

    Hadits ke-50
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam suka mendahulukan yang kanan dalam bersandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam segala hal. Muttafaq Alaihi

    Hadits ke-51
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu sekalian berwudlu maka mulailah dengan bagian-bagian anggotamu yang kanan." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-52
    Dari Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu, lalu beliau mengusap ubun-ubunnya, bagian atas sorbannya, dan kedua sepatunya. Dikeluarkan oleh Muslim.

    Hadits ke-53
    Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu tentang cara haji Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mulailah dengan apa yang telah dimulai oleh Allah." Diriwayatkan oleh Nasa'i dengan kalimat perintah, sedang Muslim meriwayatkannya dengan kalimat berita.

    Hadits ke-54
    Dia berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika berwudlu mengalirkan air pada kedua siku-sikunya. Dikeluarkan oleh Daruquthni dengan sanad yang lemah.

    Hadits ke-55
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidaklah sah wudlu seseorang yang tidak menyebut nama Allah." Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dengan sanad yang lemah.

    Hadits ke-56
    Dalam hadits serupa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Said Ibnu Zaid dan Abu Said, Ahmad berkata: Tidak dapat ditetapkan suatu hukum apapun berdasarkan hadits itu.

    Hadits ke-57
    Dari Thalhah Ibnu Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memisahkan antara berkumur dan hirup air melalui hidung. Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah.

    Hadits ke-58
    Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara wudlu: Kemudian Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkumur dan menghisap air melalui hidung dengan telapak tangan yang digunakan untuk mengambil air. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.

    Hadits ke-59
    Dari Abdullah Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu: Kemudian beliau memasukkan tangannya, lalu berkumur, dan menghisap air melalui hidung satu tangan. Beliau melakukannya tiga kali. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-60
    Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat seorang laki-laki yang pada telapak kakinya ada bagian sebesar kuku yang belum terkena air, maka beliau bersabda: "Kembalilah, lalu sempurnakan wudlumu." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.

    Hadits ke-61
    Dari Anas r.a, dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu dengan satu mud air dan mandi dengan satu sho' hingg lima mud air. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-62
    Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tiada seorang pun di antara kamu yang berwudlu dengan sempurna, kemudian berdo'a: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hambaNya dan utusanNya,-kecuali telah dibukakan baginya pintu syurga yang delapan, ia dapat masuk melalui pintu manapun yang ia kehendaki." Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dengan tambahan (doa): "Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri."

    Hadits ke-63
    Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau berwudlu aku membungkuk untuk melepas kedua sepatunya, lalu beliau bersabda: "Biarkanlah keduanya, sebab aku dalam keadaan suci ketika aku mengenakannya." Kemudian beliau mengusap bagian atas keduanya. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-64
    Menurut riwayat Imam Empat kecuali Nasa'i: bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap sepatu bagian atas dan bawahnya. Dalam sanad hadits ini ada kelemahan.

    Hadits ke-65
    Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Jikalau agama itu cukup dengan pikiran maka bagian bawah sepatu lebih utama untuk diusap daripada bagian atas. Aku benar-benar melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap punggung kedua sepatunya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang baik.

    Hadits ke-66
    Shafwan Ibnu Assal berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menyuruh kami jika kami sedang bepergian untuk tidak melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam lantaran buang air besar, kencing, dan tidur kecuali karena jinabat. Dikeluarkan oleh Nasa'i, Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah. Lafadz menurut Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-67
    Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menetapkan tiga hari tiga malam untuk musafir (orang yang bepergian) dan sehari semalam untuk orang yang menetap --yakni dalam hal mengusap kedua sepatu. Riwayat Muslim.

    Hadits ke-68
    Tsauban Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengirim pasukan tentara, beliau memerintahkan mereka agar mengusap ashoib --yaitu sorban-sorban dan tasakhin-- yakni sepatu. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim.

    Hadits ke-69
    Dari Umar Radliyallaahu 'anhu secara mauquf dan dari Anas Radliyallaahu 'anhu secara marfu': "Apabila seseorang di antara kamu berwudlu sedang dia bersepatu maka hendaknya ia mengusap bagian atas keduanya dan sholat dengan mengenakannya tanpa melepasnya jika ia menghendaki kecuali karena jinabat." Diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim. Hadits shahih menurut Hakim.

    Hadits ke-70
    Melalui Abu Bakrah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Bahwa beliau memberikan kemudahan bagi musafir tiga hari tiga malam dan bagi mukim (orang yang menetap) sehari semalam, apabila ia telah bersuci dan memakai kedua sepatunya maka ia cukup mengusap bagian atasnya." Diriwayatkan oleh Daruquthni dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-71
    Dari Ubay Ibnu Imarah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya: Ya Rasulullah, bolehkah aku mengusap kedua sepatuku? Rasul menjawab: "ya, boleh." Ia bertanya: dua hari? Rasul menjawab: "ya, boleh." Ia bertanya lagi: tiga hari? Rasul menjawab: "ya, boleh sekehendakmu." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan menyatakan bahwa hadits ini tidak kuat.

    Hadits ke-72
    Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: pernah para shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada jamannya menunggu waktu isya' sampai kepala mereka terangguk-angguk (karena kantuk), kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu. Dikeluarkan oleh Abu Dawud, shahih menurut Daruquthni dan berasal dari riwayat Muslim.

    Hadits ke-73
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Fathimah binti Abu Hubaisy datang ke hadapan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam seraya berkata: Wahai Rasulullah, sungguh, aku ini perempuan yang selalu keluar darah (istihadlah) dan tidak pernah suci, bolehkah aku meninggalkan shalat? Rasul menjawab: "Tidak boleh, itu hanya penyakit dan bukan darah haid. Apabila haidmu datang tinggalkanlah shalat dan apabila ia berhenti maka bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi) lalu shalatlah." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-74
    Menurut Riwayat Bukhari: "Kemudian berwudlulah pada setiap kali hendak shalat." Imam Muslim memberikan isyarat bahwa kalimat tersebut sengaja dibuang oleh Bukhari.

    Hadits ke-75
    Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi, maka aku suruh Miqdad untuk menanyakan hal itu pada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan bertanyalah ia pada beliau. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Dalam masalah itu wajib berwudlu." Muttafaq Alaihi, lafadznya menurut riwayat Bukhari.

    Hadits ke-76
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudlu dahulu. Diriwayatkan oleh Ahmad dan dinilai lemah oleh Bukhari.

    Hadits ke-77
    Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian dia ragu-ragu apakah dia mengeluarkan sesuatu (kentut) atau tidak, maka janganlah sekali-kali ia keluar dari masjid kecuali ia mendengar suara atau mencium baunya." Dikeluarkan oleh Muslim.

    Hadits ke-78
    Thalq Ibnu Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Seorang laki-laki berkata: saya menyentuh kemaluanku, atau ia berkata: seseorang laki-laki menyentuh kemaluannya pada waktu shalat, apakah ia wajib berwudlu? Nabi menjawab: "Tidak, karena ia hanya sepotong daging dari tubuhmu." Dikeluarkan oleh Imam Lima dan shahih menurut Ibnu Hibban. Ibnul Madiny berkata: Hadits ini lebih baik daripada hadits Busrah.

    Hadits ke-79
    Dari Busrah binti Shofwan Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka hendaklah ia berwudlu." Dikeluarkan oleh Imam Lima dan hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban. Imam Bukhari menyatakan bahwa ia adalah hadits yang paling shahih dalam bab ini.

    Hadits ke-80
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah dari hidung (mimisan) atau mengeluarkan dahak atau mengeluarkan madzi maka hendaklah ia berwudlu lalu meneruskan sisa shalatnya, namun selama itu ia tidak berbicara." Diriwayatkan oleh Ibnu Majah namun dianggap lemah oleh Ahmad dan lain-lain.

    Hadits ke-81
    Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam : Apakah aku harus berwudlu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab: "Jika engkau mau." Orang itu bertanya lagi: Apakah aku harus berwudlu setelah memakan daging unta? Beliau menjawab: "Ya." Diriwayatkan oleh Muslim.

    Hadits ke-82
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang memandikan mayyit hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang membawanya hendaknya ia berwudlu." Dikeluarkan oleh Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan hadits ini hasan, sedang Ahmad berkata: tak ada sesuatu yang shahih dalam bab ini.

    Hadits ke-83
    Dari Abdullah Ibnu Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa dalam surat yang ditulis Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk Amr Ibnu Hazm terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci. Diriwayatkan oleh Malik dan mursal, Nasa'i dan Ibnu Hibban meriwayatkannya dengan maushul. hadits ini ma'lul.

    Hadits ke-84
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap saat. Diriwayatkan oleh Muslim dan dita'liq oleh Bukhari.

    Hadits ke-85
    Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berbekam lalu shalat tanpa berwudlu. Hadits dikeluarkan dan dilemahkan oleh Daruquthni.

    Hadits ke-86
    Dari Muawiyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mata adalah tali pengikat dubur, maka apabila kedua mata telah tidur lepaslah tali pengikat itu." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani.

    Hadits ke-87
    Ia menambahkan: "Dan barangsiapa tidur hendaknya ia berwudlu." Tambahan dalam hadits ini menurut Abu Dawud dari hadits Ali Radliyallaahu 'anhu tanpa sabda beliau: "Lepaslah tali pengikat itu." Dalam kedua sanad ini ada kelemahan.

    Hadits ke-88
    Menurut Riwayat Abu Dawud juga dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dengan hadits marfu': "Wudlu itu hanya wajib bagi orang-orang yang tidur berbaring." Dalam sanadnya juga ada kelemahan.

    Hadits ke-89
    Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setan itu akan mendatangi seseorang di antara kamu pada saat dia shalat, lalu meniup pada duburnya dan membuatnya berkhayal seakan-akan ia telah kentut padahal ia tidak kentut. Jika ia mengalami hal itu maka janganlah ia membatalkan shalat sampai ia mendengar suara atau mencium baunya." Dikeluarkan oleh al-Bazzar.

    Hadits ke-90
    Hadits tersebut berasal dari shahih Bukhari-Muslim dari hadits Abdullah Ibnu Zaid.

    Hadits ke-81
    Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam : Apakah aku harus berwudlu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab: "Jika engkau mau." Orang itu bertanya lagi: Apakah aku harus berwudlu setelah memakan daging unta? Beliau menjawab: "Ya." Diriwayatkan oleh Muslim.

    Hadits ke-82
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang memandikan mayyit hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang membawanya hendaknya ia berwudlu." Dikeluarkan oleh Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan hadits ini hasan, sedang Ahmad berkata: tak ada sesuatu yang shahih dalam bab ini.

    Hadits ke-83
    Dari Abdullah Ibnu Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa dalam surat yang ditulis Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk Amr Ibnu Hazm terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci. Diriwayatkan oleh Malik dan mursal, Nasa'i dan Ibnu Hibban meriwayatkannya dengan maushul. hadits ini ma'lul.

    Hadits ke-84
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap saat. Diriwayatkan oleh Muslim dan dita'liq oleh Bukhari.

    Hadits ke-85
    Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berbekam lalu shalat tanpa berwudlu. Hadits dikeluarkan dan dilemahkan oleh Daruquthni.

    Hadits ke-86
    Dari Muawiyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mata adalah tali pengikat dubur, maka apabila kedua mata telah tidur lepaslah tali pengikat itu." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani.

    Hadits ke-87
    Ia menambahkan: "Dan barangsiapa tidur hendaknya ia berwudlu." Tambahan dalam hadits ini menurut Abu Dawud dari hadits Ali Radliyallaahu 'anhu tanpa sabda beliau: "Lepaslah tali pengikat itu." Dalam kedua sanad ini ada kelemahan.

    Hadits ke-88
    Menurut Riwayat Abu Dawud juga dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dengan hadits marfu': "Wudlu itu hanya wajib bagi orang-orang yang tidur berbaring." Dalam sanadnya juga ada kelemahan.

    Hadits ke-89
    Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setan itu akan mendatangi seseorang di antara kamu pada saat dia shalat, lalu meniup pada duburnya dan membuatnya berkhayal seakan-akan ia telah kentut padahal ia tidak kentut. Jika ia mengalami hal itu maka janganlah ia membatalkan shalat sampai ia mendengar suara atau mencium baunya." Dikeluarkan oleh al-Bazzar.

    Hadits ke-90
    Hadits tersebut berasal dari shahih Bukhari-Muslim dari hadits Abdullah Ibnu Zaid.

    Hadits ke-91
    Hadits serupa juga terdapat dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah.

    Hadits ke-92
    Menurut Hakim dari Abu Said dalam hadits marfu' : "Apabila setan datang kepada seseorang di antara kamu lalu berkata: Sesungguhnya engkau telah berhadats, hendaknya ia menjawab: Engkau bohong." Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dengan lafadz: "Hendaknya ia mengatakan dalam hatinya sendiri."

    Hadits ke-93
    Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus (WC), beliau menanggalkan cincinnya. Diriwayatkan oleh Imam Empat tetapi dianggap ma'lul.

    Hadits ke-94
    Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus beliau berdo'a: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hal-hal yang keji dan kotor." Dikeluarkan oleh Imam Tujuh.

    Hadits ke-95
    Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke kakus, lalu aku dan seorang pemuda yang sebaya denganku membawakan bejana berisi air dan sebatang tongkat, kemudian beliau bersuci dengan air tersebut. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-96
    Dari Al-Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padaku: "Ambillah bejana itu." Kemudian beliau pergi hingga aku tidak melihatnya, lalu beliau buang air besar. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-97
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jauhkanlah dirimu dari dua perbuatan terkutuk, yaitu suka buang air di jalan umum atau suka buang air di tempat orang berteduh." Riwayat Imam Muslim.

    Hadits ke-98
    Abu Dawud menambahkan dari Muadz r.a: "Dan tempat-tempat sumber air." Lafadznya ialah: "Jauhkanlah dirimu dari tiga perbuatan terkutuk yaitu buang air besar di tempat-tempat sumber air, di tengah jalan raya, dan di tempat perteduhan."

    Hadits ke-99
    Dalam riwayat Ahmad Ibnu Abbas r.a: "Atau di tempat menggenangnya air." Dalam kedua hadits di atas ada kelemahan.

    Hadits ke-100
    Imam Thabrani mengeluarkan sebuah hadits yang melarang buang air besar di bawah pohon berbuah dan di tepi sungai yang mengalir. Dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang lemah.

    Hadits ke-101
    Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila dua orang buang air besar maka hendaknya masing-masing bersembunyi dan tidak saling berbicara, sebab Allah mengutuk perbuatan yang sedemikian." Diriwayatkan oleh Ahmad, hadits shahih menurut Ibnus Sakan dan Ibnul Qathan. Hadits ini ma'lul.

    Hadits ke-102
    Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing, jangan membersihkan bekas kotorannya dengan tangan kanan, dan jangan pula bernafas dalam tempat air." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

    Hadits ke-103
    Salman Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam benar-benar telah melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau kecil, atau ber-istinja' (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan, atau beristinja' dengan batu kurang dari tiga biji, atau beristinja' dengan kotoran hewan atau dengan tulang. Hadits riwayat Muslim.

    Hadits ke-104
    Hadits menurut Imam Tujuh dari Abu Ayyub Al-Anshari Radliyallaahu 'anhu berbunyi: "Janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat."

    Hadits ke-105
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang hendak buang air hendaklah ia membuat penutup." Riwayat Abu Dawud.

    Hadits ke-106
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika telah keluar dari buang air besar, beliau berdo'a: "Aku mohon ampunan-Mu." Diriwayatkan oleh Imam Lima. Hadits shahih menurut Abu Hatim dan Hakim.

    Hadits ke-107
    Ibnu Mas'u d Radliyallaahu 'anhu berkata: "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hendak buang air besar, lalu beliau menyuruhku untuk mengambilkan tiga biji batu, kemudian saya hanya mendapatkan dua biji dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya membawakan kotoran binatang. Beliau mengambil dua biji batu tersebut dan membuang kotoran binatang seraya bersabda: "Ini kotoran menjijikkan." Diriwayatkan oleh Bukhari. Ahmad dan Daruquthni menambahkan: "Ambilkan aku yang lain."

    Hadits ke-108
    Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk beristinja' dengan tulang atau kotoran binatang, dan bersabda: "Keduanya tidak dapat mensucikan." Riwayat Daruquthni dan hadits ini dinilai shahih.

    Hadits ke-109
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucikanlah dirimu dari air kencing karena kebanyakan siksa kubur itu berasal darinya." Riwayat Daruquthni.

    Hadits ke-110
    Menurut riwayat Hakim: "Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan (tidak membasuh) air kencing." Hadits ini sanadnya shahih.

    Hadits ke-111
    Suraqah Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajari kami tentang cara buang air besar yaitu agar kami duduk di atas kaki kiri dan merentangkan kaki kanan. Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang lemah.

    Hadits ke-112
    Dari Isa Ibnu Yazdad dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu telah selesai buang air kecil maka hendaknya ia mengurut kemaluannya tiga kali." Riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang lemah.

    Hadits ke-113
    Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah bertanya kepada penduduk Quba, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah memuji kamu sekalian." Mereka berkata: Sesungguhnya kami selalu beristinja' dengan air setelah dengan batu. Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan sanad yang lemah. Asal hadits ini ada dalam riwayat Abu Dawud.

    Hadits ke-114
    Hadits tersebut dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tanpa menyebut istinja' dengan batu.

    Hadits ke-115
    Dari Abu said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Air itu dari air." Riwayat Muslim yang berasal dari Bukhari.

    Hadits ke-116
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat bagian (tubuh) wanita lalu mencampurinya, maka ia telah wajib mandi." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-117
    Riwayat Muslim menambahkan: "Meskipun ia belum mengeluarkan (air mani)."

    Hadits ke-118
    Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang wanita yang bermimpi sebagaimana mimpinya seorang laki-laki, beliau bersabda: "Ia harus mandi." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-119
    Imam Muslim menambahkan: Ummu Salamah bertanya: Adakah hal ini terjadi? Nabi menjawab: "Ya, lalu darimana datangnya persamaan?"

    Hadits ke-120
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya mandi karena empat hal: jinabat, hari Jum'at, berbekam dan memandikan mayit. Riwayat Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-121
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tentang kisah tsamamah Ibnu Utsal ketika masuk Islam, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya mandi. Riwayat Abdur Rozaq dan asalnya Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-122
    Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang telah bermimpi (baligh." Riwayat Imam Tujuh.

    Hadits ke-123
    Dari Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang berwudlu pada hari Jum'at berarti telah menjalankan sunnah dan sudah baik, dan barangsiapa yang mandi maka itu lebih utama." Riwayat Imam Tujuh dan dinilai hasan oleh Tirmidzi.

    Hadits ke-124
    Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu membaca Al-Qur'an pada kami selama beliau tidak junub. Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya dari Tirmidzi. Hadits ini shahih menurut Tirmidzi dan hasan menurut Ibnu Hibban.

    Hadits ke-125
    Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mendatangi istrinya (bersetubuh) kemudian ingin mengulanginya lagi maka hendaklah ia berwudlu antara keduanya." Hadits riwayat Muslim.

    Hadits ke-126
    Hakim menambahkan: "Karena wudlu itu memberikan semangat untuk mengulanginya lagi."

    Hadits ke-127
    Menurut Imam Empat dari 'Aisyah r.a, dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air. Hadits ini ma'lul.

    Hadits ke-128
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika mandi karena jinabat akan mulai dengan membersihkan kedua tangannya, kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudlu, lalu mengambil air, kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut, lalu menyiram kepalanya tiga genggam air, kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dan mencuci kedua kakinya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.

    Hadits ke-129
    Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah: Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kiri, lalu menggosok tangannya pada tanah.

    Hadits ke-130
    Dalam suatu riwayat: Lalu beliau menggosok tangannya dengan debu tanah. Di akhir riwayat itu disebutkan: Kemudian aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau mengeringkan air dengna tangannya.

    Hadits ke-131
    Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya, wahai Rasulullah, sungguh aku ini wanita yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi jinabat? Dalam riwayat lain disebutkan: Dan mandi dari haid? Nabi menjawab: "Tidak, tapi kamu cukup mengguyur air di atas kepalamu tiga kali." Riwayat Muslim.

    Hadits ke-132
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan junub." Riwayat bu Dawud dan hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

    Hadits ke-133
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu pula, dia berkata: Aku pernah mandi dari jinabat bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan satu tempat air, tngna kami selalu bergantian mengambil air. Muttafaq Alaihi. Ibnu Hibban menambahkan: Dan tangan kami bersentuhan.

    Hadits ke-134
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya di bawah setiap helai rambut terdapat jinabat. Oleh karena itu cucilah rambut dan bersihkanlah kulitnya." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, dan keduanya menganggap hadits ini lemah.

    Hadits ke-135
    Menurut Ahmad dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu terdapat hadits serupa. Namun ada perawi yang tidak dikenal.

    Hadits ke-136
    Dari Jabir Ibnu Abdullah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepad seorang pun sebelumku, yaitu aku ditolong dengan rasa ketakutan (musuhku) sejauh perjalanan sebulan; bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud (masjid) dan alat bersuci, maka siapapun menemui waktu shalat hendaklah ia segera shalat." Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-137
    Dan menurut Hadits Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan: "Dan debunya dijadikan bagi kami sebagai alat bersuci."

    Hadits ke-138
    Menurut Ahmad dari Ali r.a: Dan dijadikan tanah bagiku sebagai pembersih.

    Hadits ke-139
    Ammar Ibnu Yassir Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah mengutusku untuk suatu keperluan, lalu aku junub dan tidak mendapatkan air, maka aku bergulingan di atas tanah seperti yang dilakukan binatang, kemudian aku mendatangi Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu padanya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "sesungguhnya engkau cukup degnan kedua belah tanganmu begini." Lalu beliau menepuk tanah sekali, kemudian mengusapkan tangan kirinya atas tangan kanannya, punggung kedua telapak tangan, dan wajahnya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.

    Hadits ke-140
    Dalam suatu riwayat Bukhari disebutkan: Beliau menepuk tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniupnya, lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.

    Hadits ke-141
    Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tayammum itu dengan dua tepukan. Tepukan untuk muka dan tepukan untuk kedua belah tangan hingga siku-siku." Riwayat Daruquthni dan para Imam Hadits menganggapnya mauquf.

    Hadits ke-142
    Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tanah itu merupakan alat berwudlu bagi orang Islam, meskipun ia tidak menjumpai air hingga sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menggunakan air itu untuk mengusap kulitnya." Diriwayatkan oleh al-Bazzar. Shahih menurut Ibnul Qaththan dan mursal menurut Daruquthni.

    Hadits ke-143
    Menurut riwayat Tirmidzi dari Abu Dzar ada hadits serupa dengan hadits tersebut. Hadits tersebut shahih menurutnya.

    Hadits ke-144
    Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada dua orang laki-laki keluar bepergian, lalu datanglah waktu shalat sedangkan mereka tidak mempunyai air, maka mereka bertayamum dengan tanah suci dan menunaikan shalat. Kemudian mereka menjumpai air pada waktu itu juga. Lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalat dan wudlu sedang yang lainnya tidak. Kemudian mereka menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya: "Engkau telah melakukan sesuai sunnah dan shalatmu sudah sah bagimu." Dan beliau bersabda kepada yang lainnya: "Engkau mendapatkan pahala dua kali." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i.

    Hadits ke-145
    Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu tentang firman Allah (Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan), beliau mengatakan: "Apabila seseorang mengalami luka-luka di jalan Allah atau terserang penyakit kudis lalu ia junub, tetapi dia takut akan mati jika dia mandi maka bolehlah baginya bertayammum." Riwayat Daruquthni secara mauquf, marfu' menurut al-Bazzar, dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim.

    Hadits ke-146
    Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Salah satu dari pergelanganku retak. Lalu aku tanyakan pada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau menyuruhku agar aku mengusap di atas pembalutnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang amat lemah.

    Hadits ke-147
    Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu tentang seorang laki-laki yang terluka pada kepalanya, lalu mandi dan meninggal. (Nabi bersabda: "Cukup baginya bertayammum dan membalut lukanya dengan kain kemudian mengusap di atasnya dan membasuh seluruh tubuhnya." Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah. Di dalamnya ada perbedaan pendapat tentang para perawinya.

    Hadits ke-148
    Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Termasuk sunnah Rasul adalah seseorang tidak menunaikan shalat dengan tayammum kecuali hanya untuk sekali shalat saja, kemudian dia bertayammum untuk shalat yang lain. Riwayat Daruquthni dengan sanad yang amat lemah.

    Hadits ke-149
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy sedang keluar darah penyakit (istihadlah). Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepadanya: "Sesungguhnya darah haid adalah darah hitam yang telah dikenal. Jika memang darah itu yang keluar maka berhentilah dari shalat, namun jika darah yang lain berwudlulah dan shalatlah." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim. Abu Hatim mengingkari hadits ini.

    Hadits ke-150
    Dalam hadits Asma binti Umais menurut riwayat Abu Dawud: "Hendaklah dia duduk dalam suatu bejana air. Maka jika dia melihat warna kuning di atas permukaan air hendaknya ia mandi sekali untuk Dhuhur dan Ashar, mandi sekali untuk Maghrib dan Isya', dan mandi sekali untuk shalat subuh dan berwudlu antara waktu-waktu tersebut."

    Hadits ke-151
    Hamnah binti Jahsy berkata: Aku pernah mengeluarkan darah penyakit (istihadlah) yang banyak sekali. Maka aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta fatwanya. Beliau bersabda: "Itu hanya gangguan dari setan. Maka anggaplah enam atau tujuh hari sebagai masa haidmu kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih shalatlah 24 atau 23 hari, berpuasa dan shalatlah karena hal itu cukup bagimu. Kerjakanlah seperti itu setiap bulan sebagaimana wanita-wanita yang haid. Jika engkau kuat untuk mengakhirkan shalat dhuhur dan mengawalkan shalat Ashar (maka kerjakanlah), kemudian engkau mandi ketika suci, dan engkau shalat Dhuhur dan Ashar dengan jamak. Kemudian engkau mengakhirkan shalat maghrib dan mengawalkan shalat Isya', lalu engkau mandi pada waktu subuh dan shalatlah." Beliau bersabda: "Inilah dua hal yang paling aku sukai." Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. Shahih menurut Tirmidzi dan hasan menurut Bukhari.

    Hadits ke-152
    Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Ummu Habibah binti Jahsy mengadukan pada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang darah (istihadlah. Beliau bersabda: "Berhentilah (dari shalat) selama masa haidmu menghalangimu, kemudian mandilah." Kemudian dia mandi untuk setiap kali shalat. Diriwayatkan oleh Muslim.

    Hadits ke-153
    Dalam suatu riwayat milik Bukhari: "Dan berwudlulah setiap kali shalat." Hadits tersebut juga menurut riwayat Abu Dawud dan lainnya dari jalan yang lain.

    Hadits ke-154
    Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami tidak menganggap apa-apa terhadap cairah keruh dan warna kekuningan setelah suci. Riwayat Bukhari dan Abu Dawud. Lafadznya milik Abu Dawud.

    Hadits ke-155
    Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa orang yahudi jika ada seorang perempuan di antara mereka yang haid, mereka tidak mengajaknya makan bersama. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Kerjakanlah segala sesuatu kecuali bersetubuh." Diriwayatkan oleh Muslim.

    Hadits ke-156
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menyuruh kepadaku mengenakan kain, dan aku laksanakan, lalu beliau menyentuhkan badannya kepadaku, padahal aku sedang haid. Muttafaq Alaihi.

    Hadits ke-157
    Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang orang yang mencampuri istrinya ketika dia sedang haid. Beliau bersabda: "Ia harus bersedakan satu atau setengah dinar." Riwayat Imam Lima. Shahih menurut Hakim dan Ibnul Qaththan dan mauquf menurut yang lainnya.

    Hadits ke-158
    Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bukankah wanita itu jika datang haid tidak boleh shalat dan berpuasa." Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.

    Hadits ke-159
    'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Ketika kami telah tiba di desa Sarif (terletak di antara Mekah dan Madinah), aku datang bulan. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang haji, namun engkau jangan berthawaf di Baitullah sampai engkau suci." Muttafaq Alaihi dalam hadits yang panjang.

    Hadits ke-160
    Dari Muadz Ibnu Jabal Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang apa yang dihalalkan bagi seorang laki-laki terhadap istrinya yang sedang haid. Beliau menjawab: "Apa yang ada di atas kain." Diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Abu Dawud.

    Hadits ke-161
    Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Wanita-wanita yang sedang nifas pada masa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meninggalkan shalat selama 40 hari semenjak darah nifasnya keluar. Riwayat Imam Lima kecuali Nasa'i dan lafadznya dari Abu Dawud.

    Hadits ke-162
    Dalam lafadz lain menurut riwayat Abu Dawud: Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak menyuruh mereka mengqadla shalat yang mereka tinggalkan saat nifas. Hadits ini shahih menurut Hakim.

Kamis, 13 Februari 2020

AGAMA ISLAM ADALAH AGAMA YANG BENAR DAN AGAMA SELURUH NABI

*AGAMA ISLAM ADALAH AGAMA YANG BENAR DAN AGAMA SELURUH NABI*


Agama adalah seperangkat aturan yang apa bila diikuti seutuhnya akan memberikan jaminan keselamatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Agama yang benar pada prinsipnya adalah wadl’i Ilahiyy, artinya aturan-aturan yang telah dibuat oleh Allah, karena sesungguhnya hanya Allah saja yang berhak disembah, dan Dialah pemilik kehidupan dunia dan akhirat. 
 
Dengan demikian hanya Allah pula yang benar-benar mengetahui segala perkara yang membawa kemaslahatan kehidupan di dunia, dan hanya Dia yang menetapkan perkara-perkara yang dapat menyelamatkan seorang hamba di akhirat kelak. Karena itu, di antara hikmah diutusnya para nabi dan rasul adalah untuk menyampaikan wahyu dari Allah kepada para hamba-Nya tentang perkara-perkara yang dapat menyelamatkan para hamba itu sendiri. 
 
Seorang muslim meyakini sepenuhnya bahwa satu-satunya agama yang benar adalah hanya agama Islam. Karena itu ia memilih untuk memeluk agama tersebut, dan tidak memeluk agama lainnya. Allah mengutus para nabi dan para rasul untuk membawa Islam dan menyebarkannya, serta memerangi, menghapuskan serta memberantas kekufuran dan syirik. 
Salah satu gelar Rasulullah adalah al-Mahi. Ketika beliau ditanya maknanya beliau menjawab: 
 
وَأنَا الْمَاحِيْ الّذِيْ يَمْحُو اللهُ بِيَ الْكُفْرَ (روَاه البُخَاري ومُسْلم وَالترمذيّ وغيرُه) 
 
”Aku adalah al-Mahi, yang dengan mengutusku Allah menghapuskan kekufuran”. (HR. al-Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi). 

Sebagian orang ada yang beriman, dan mereka adalah orang-orang yang berbahagia. Sebagian lainnya tidak beriman, dan mereka adalah orang-orang yang celaka dan akan masuk neraka serta kekal di dalamnya tanpa penghabisan. 
 
Allah menurunkan agama Islam untuk diikuti. Seandainya manusia bebas untuk berbuat kufur dan syirik, bebas untuk berkeyakinan apapun sesuai apa yang ia kehendaki, maka Allah tidak akan mengutus para nabi dan para rasul, serta tidak akan menurunkan kitab-kitab-Nya. 
Adapun maksud dari firman Allah:
 
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ (الكهف: 29) 
 
Yang secara zhahir bermakna “Barang siapa berkehandak maka berimanlah ia, dan barang siapa berkehandak maka kafirlah ia”, QS. Al-Kahfi: 29. Bukan untuk tujuan memberi kebebasan untuk memilih (at-takhyir) antara kufur dan iman.

 Tapi tujuan dari ayat ini adalah untuk ancaman (at-tahdid). Karena itu lanjutan dari ayat tersebut adalah bermakna “Dan Kami menyediakan neraka bagi orang-orang kafir”. 
 
Demikian pula yang maksud dengan firman Allah: 
 
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ (البقرة: 256) 
 
Yang secara zhahir bermakna bahwa dalam beragama tidak ada paksaan.

 Ayat ini bukan dalam pengertian larangan memeksa orang kafir untuk masuk Islam. Sebaliknya, seorang yang kafir sedapat mungkin kita ajak ia untuk masuk dalam agama Islam, karena hanya dengan demikian ia menjadi selamat di akhirat kelak. 
 
Adapun ayat di atas menurut salah satu penafsirannya sudah dihapus (mansukhah) oleh ayat as-saif.

 Yaitu ayat yang berisi perintah untuk memerangi orang-orang kafir. Sementara menurut penafsiran lainnya bahwa ayat di atas hanya berlaku bagi kafir dzimmyy saja. 
 
Bahwa manusia terbagi kepada dua golongan, sebagian ada yang mukmin dan sebagian lainnya ada yang kafir, adalah dengan kehendak Allah. Artinya, bahwa Allah telah berkehandak untuk memenuhi neraka dengan mereka yang kafir, baik dari kalangan jin maupun manusia. Namun demikian Allah tidak memerintahkan kepada kekufuran, dan Allah tidak meridlai kekufuran tersebut. 
 
Karena itu dalam agama Allah tidak tidak ada istilah pluralisme beragama sebagai suatu ajaran dan ajakan. 

Demikian pula tidak ada istilah sinkretisme; atau faham yang menggabungkan “kebenaran” yang terdapat dalam beberapa agama atau semua agama yang lalu menurutnya diformulasikan.

 Seorang yang berkeyakinan bahwa ada agama yang hak selain agama Islam maka orang ini bukan seorang muslim, dan dia tidak mengetahui secara benar akan hakekat Islam. 
Allah berfirman:
 
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (الكافرون: 6) 
 
Makna zhahir ayat ini “Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”, QS. Al-Kafirun: 6. 
 
Maksud ayat ini sama sekali bukan untuk pembenaran atau pengakuan terhadap keabsahan agama lain.

 Tapi untuk menegaskan bahwa Islam bertentangan dengan syirik dan tidak mungkin dapat digabungkan atau dicampuradukan antara keduanya. Artinya, semua agama selain Islam adalah agama batil yang harus ditinggalkan. 
Kemudian firman Allah:
 
وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (سبأ: 24) 
 
Makna zhahir ayat ini “…dan sesungguhnya kami atau kalian –wahai orang-orang musyrik- pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”, QS. Saba’: 24. 
 
Ayat ini bukan dalam pengertian untuk meragukan apakah Islam sebagai agama yang benar atau tidak, tapi untuk menyampaikan terhadap orang-orang musyrik bahwa antara kita dan mereka pasti salah satunya ada yang benar dan satu lainnya pasti sesat.

 Dan tentu hanya orang-orang yang menyembah Allah saja yang berada dalam kebenaran, sementara orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah berada dalam kesesatan. 
 
Bahkan menurut Abu ‘Ubaidah kata “aw” (أو) dalam ayat di atas dalam pengertian “wa” (و) yang berarti “dan”. Gaya bahasa semacam ini dalam ilmu bahasa Arab disebut dengan al-laff wa an-nasyr.

 Dengan demikian yang dimaksud ayat tersebut adalah “kami berada dalam kebenaran dan kalian -wahai orang-orang musyrik- dalam kesesatan yang nyata”.

 Demikianlah yang telah dijelaskan oleh pakar tafsir, Imam Abu Hayyan al-Andalusi dalam kitab tafsirnya, al-Bahr al-Muhith. 
 
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
 
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ (ءال عمران: 19) 
 
“Sesungguhnya agama yang diridlai oleh Allah hanya agama Islam”, QS. Ali ‘Imran: 19. 
Dalam ayat lain Allah berfirman:
 
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (ءال عمرا: 85) 
 
“Dan barang siapa mencari selain agama Islam maka tidak akan diterima darinya dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi”. QS. Ali ‘Imran: 85. 
 
Dengan demikian maka Islam adalah satu-satunya agama yang hak dan yang diridlai oleh Allah bagi para hamba-Nya.

 Allah memerintahkan kita untuk memeluk agama Islam ini. Maka satu-satunya agama yang disebut dengan agama samawi hanya satu, yaitu agama Islam. Tidak ada agama samawi selain agama Islam.

 Sementara makna Islam adalah tunduk dan turut terhadap apa yang dibawa oleh nabi dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. 
 
ISLAM AGAMA SELURUH NABI 
Agama Islam adalah agama seluruh nabi.

 Dari mulai nabi dan rasul pertama, yaitu nabi Adam, yang sebagai ayah -moyang- bagi seluruh manusia, hingga nabi dan rasul terakhir yang sebagai pimpinan mereka dan makhluk Allah paling mulia, yaitu nabi Muhammad. 

Demikian pula seluruh pengikut para nabi adalah orang-orang yang beragama Islam. 

Orang yang beriman dan mengikuti nabi Musa pada masanya disebut dengan muslim Musawi. 
Orang yang beriman dan mengikuti nabi ‘Isa pada masanya disebut dengan muslim ‘Isawi. 

Demikian pula orang muslim yang beriman dan mengikuti nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai muslim Muhammadi. 
 
- Nabi Ibrahim seorang muslim dan datang dengan membawa agama Islam. Allah berfirman: 
 
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (ءال عمران: 67) 
 
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang jauh dari syirik dan kufur dan seorang yang muslim. Dan sekali-kali dia bukanlah seorang yang musyrik”. (QS. Ali ‘Imran: 67) 
 
- Nabi Sulaiman seorang muslim dan datang dengan membawa agama Islam. Allah berfirman: 
 
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (30) أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (النمل: 31) 
 
“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya -isi-nya: Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, bahwa jangalah kalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang memeluk Islam”. (QS. An-Naml: 30-31). 
 
- Nabi Yusuf seorang muslim dan datang dengan membawa agama Islam. Tentang doa nabi Yusuf. Allah berfirman: 
 
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (يوسف: 101) 
 
“Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh”. (QS. Yusuf: 101) 
 
- Nabi ‘Isa seorang muslim, juga orang-orang yang beriman kepadanya dan menjadi pengikut setianya, yaitu kaum Hawwariyyun, mereka semua adalah orang-orang Islam. 
Allah berfirman:
 
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (ءال عمران: 52) 
 
“Maka tatkala ‘Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Isra’il) berkatalah ia: Siapakah yang akan menjadi pembela-pembelaku untuk -menegakan agama- Allah. Para Hawwariyyun (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah pembela-pembela -agama- Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim”. (QS. Ali ‘Imran: 52) 
 
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menunjukan bahwa agama semua nabi dan rasul adalah agama Islam dan bahwa mereka adalah orang-orang Islam. 
 
Dengan demikian semua nabi datang dengan membawa agama Islam, tidak ada seorangpun dari mereka yang mambawa selain agama Islam. 
 
Adapun perbedaan di antara para nabi adalah terletak dalam syari’at-syari’at yang mereka bawa saja. 
Yaitu dalam aturan-aturan hukum praktis, seperti dalam tata cara ibadah, bersuci, hubungan antar manusia dan lainnya. 
 
Tentang hal ini Allah berfirman:
 
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا (48) 
“Dan untuk tiap-tiap umat di antara kamu (umat Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (QS. Al-Ma’idah: 48). Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa masing-masing umat mengikuti syari’atnya tersendiri. Allah tidak menyatakan bahwa masing-masing memiliki agama tersendiri. Lebih tegas lagi Rasulullah dalam hal ini bersabda: 
 
الأنْبِيَاءُ إخْوَةٌ لِعَلاّتٍ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (روَاه البُخَاري) 
 
“Seluruh nabi bagaikan saudara seayah, agama mereka satu yaitu agama Islam, dan syari’at-syari’at mereka yang berbeda-beda”. (HR. al-Bukhari). Wallahu A'lam Bis-Shawaab. 
 

Rabu, 12 Februari 2020

PILAR PILAR DUNIA

*Empat Pilar Agama dan Dunia*

Kamis, 19 Jumadil akhir 1441 H
              13 Pebruari 2020

Oleh: Ustadz Yachya Yusliha.

 عن على كرم الله وجهه أنه قال لا يزال الدين و الدنيا قائمين مادامت أربعة أشياء: مادام الأغنياء لا يبخلون بما خولوا و مادام العلماء يعملون بما علموا و مادام الجهلاء لا يستكبرون عما لم يعلموا و مادام الفقراء لا يبيعون آخرتهم بدنياهم

 Diriwayatkan dari Sayyidina Ali kw agama dan dunia senantiasa akan tetap berdiri tegak selama ada empat perkara. Yaitu selama orang-orang kaya tidak berpikir dengan apa-apa yang telah diberikan, selama para ulama masih mengamalkan apa-apa yang diketahuinya, selama orang-orang bodoh tidak sombong dari perkara yang tidak diketahuinya dan selama orang-orang fakir tidak menjual akhiratnya dengan dunia.

Saat ini, kita dihantui oleh bayangan keruntuhan agama dan dunia. Bayangan bukan lahir dari khayalan, berasal dari deretan, fakta hidup dan kehidupan yang sekarang lebih menyimpang dari prinsip-prinsip syariat Allah. Fakta-Fakta penyimpangan itu benderang bisa kita saksikan di mana-mana. Bahkan di dalam diri kita sendiri. Contoh kecil adalah kita perlu senang menimbun harta, padahal di harta itu adalah hak-hak orang miskin dan fakir yang wajib disetujui.

Menurut Sayyidina Ali kw, agama dan dunia tidak akan runtuh selama orang-orang kaya tidak kikir dengan apa-apa yang telah diberikan, selama para ulama masih mengamalkan apa-apa yang diketahuinya, selama orang tua tidak sombong dari perkara yang tidak diketahuinya dan selama orang-orang fakir tidak menjual akhiratnya dengan dunia. Ternyata, keempat perkara menjadi indikator runtuhnya fondasi agama dan dunia, alih tidak berjalan secara fungsional.

Tidak Kikir

Orang-orang kaya menjadi pilar penyangga tegaknya agama dan dunia. Yaitu orang-orang kaya yang memiliki jiwa kedermawanan dan solidaritas sosial yang tinggi. Jiwa kedermawanan itu dibuktikan dengan sikap lapang dada untuk mau membantu meringankan beban ekonomi orang-orang fakir dan miskin. Sementara solidaritas sosial membahas dengan sikap simpati dan empati manakala menyaksikan orang yang sengaja “dianiaya” atau “terpinggirkan” dalam struktur sosial.

Realitas saat ini menunjukkan fakta yang berbeda. Banyak orang kaya yang suka egois dan sombong. Egoisme dan kesombongan itu bisa kita lihat dari keengganan mereka untuk mau membantu orang-orang tidak mampu dan berhasil di garis kemiskinan. Justru sebaliknya, mereka menentang sekuat tenaga untuk menambah volume kekayaan yang mereka miliki. Dalam pikiran mereka, semakin kaya akan harta semakin tinggi derajatnya di mata masyarakat. Bangunan logika mereka berdiri kokoh di atas pondasi materialisme yang hanya “menuhankan” harta dan kekayaan.

Orang kaya yang kikir senantiasa berpikir bagaimana mengekploitasi semaksimal mungkin kekayaan yang terpendam di bumi dan di langit demi kepentingan sendiri. Ironisnya lagi, mereka lupa tentang harta kekayaan itu sebenarnya milik anak cucu mereka datang. Kalau setiap orang kaya suka ini, jangan pernah berharap orang-orang miskin bisa terangkat kesejahteraannya. Dan jangan pernah berharap lagi anak cucu mereka di masa depan bisa hidup sejahtera.

Sikap kikir orang-orang kaya inilah sebenarnya biang keruntuhan agama dan dunia. Bagaimana mungkin para penganut agama bisa beribadah dengan baik dan khusyu 'sementara perut mereka lapar. Bagaimana dunia bisa dinikmati oleh banyak orang jika masih ada segelintir orang yang mengekploitasi kekayaan yang terpendam di milik demi kepentingan sendiri. Memelihara sikap kikir sama saja dengan meminjam batang kayu dari dalam. Kayu itu akan rapuh dan hancur, cepat atau lambat. Begitu juga agama dan dunia. Akan tinggal nama dan kenangan.

Sungguh, Allah tidak senang terhadap orang kaya yang kikir (bakhil). Sebagai balasannya, Allah akan menyiksa orang-orang kikir (bakhil) itu di hari kiamat kelak. Firman Allah SWT,

"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka itu kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (QS Âli 'Imrôn: 180)

Konsisten dengan Ilmu

Ulama yang konsisten mengamalkan ilmunya termasuk salah satu faktor tegaknya agama dan dunia. Ulama yang konsisten senantiasa meniatkan seluruh amaliahnya, baik ritual keagamaan maupun aktivitas sosialnya, untuk tujuan primer "hanya-mata ibadah untuk Allah." Tidak ada tujuan lain.

Paraulama hanya mengabdikan untuk Allah saja. Sementara ilmu yang menguntungkan, mereka bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Bukan untuk mencelakakan manusia. Mereka berkeyakinan, semakin banyak ilmu yang diberikan kepada orang lain, semakin tinggi ilmu yang diperoleh dan semakin besar pahala yang akan diraihnya.Paraulama memperoleh ilmu akan senantiasa berubah menjadi hikmah man niakala ilmu yang digunakan istiqamah diamalkan.

Ulama sejati tidak akan pernah berhasil apa-apa yang diketahuinya. Menyembunyikan ilmu yang sama dengan siapa pun untuk mengetahui Tuhannya dan dirinya. Sikap seperti ini tidak dapat dibenarkan untuk seorang ulama pewaris Nabi. Selain itu termasuk hamba Allah yang paling menakutkan bagi-Nya. Firman Allah SWT,

“... Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanya ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Fâtir: 28).

Kalau kita cermati kondisi ulama saat ini, sungguh cukup memperihatinkan. Godaan harta, jabatan, dan wanita menjadi faktor dominan bagaimana ulama sekarang tidak lagi bisa memainkan perannya sebagai pewaris para Nabi. Jangankan konsisten mengamalkan ilmu, sebagian ulama kini melampaui “tersandera” dengan jabatan-jabatan politik yang sangat kotor. Mereka memutuskan untuk kembali ke “kampung halaman” untuk membantunya berdakwah menyeret umat demi kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kalau seperti ini, kehancuran agama dan dunia tinggal menunggu hitungan waktu. Naûdzubillâh.

Tidak Sombong

Agama dan dunia senantiasa akan tegak manakala orang-orang bodoh tidak sombong terhadap hal-hal yang tidak diketahuinya. Kesatuan inilah sumber utama yang menyebabkan orang-orang bodoh mudah terjerumus ke lubang nestapa. Orang bodoh yang sombong senantiasa akan berbicara “sok pintar” dan “sok mengerti masalah”. Kesuksesan membawa orang-orang bodoh ke jurang egoisme yang tak berkesudahan.

Orang bodoh yang sombong tidak lagi mengakui etika sosial, meminta kerendahan hati. Yang penting diingat adalah bagaimana bisa tampil gagah dan mengesankan. Sikap seperti ini sangat berbahaya, terutama membebaskan orang-orang bodoh yang sombong itu diterima menjawab masalah-masalah agama padahal dia tidak menguasai subtansi masalah itu. Jawaban yang diberikan pasti menyesatkan. Jawaban seperti sedikit banyak akan berakibat pada proses pendangkalan sikap keberagamaan kita. Orang-orang bodoh yang suka tong kosong nyaring bunyinya. Hanya penampilan fisiknya yang prima padahal perdamaian hampa.

Bagaimana jadinya dunia ini jika diselesaikan dengan orang bodoh yang sombong. Sudah dipastikan wajah dunia akan semrawut. Dunia akan menjadi sesak. Ibarat sampah, orang-orang bodoh yang hanya akan menjadi beban bagi dunia. Memang sulit untuk melenyapkannya. Padahal sikap sombong termasuk sikap paling dibenci oleh Allah. Firman Allah SWT,

"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, Karena kamu benar-benar sekali-sekali tidak bisa menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung." (QS Al-Isrâ: 37).

Alangkah bijak kiranya, biarkan orang-orang bodoh mengakui kebodohannya dan tidak sombong. Mengakui kekurangan dan ketidaktahuan terhadap satu pertimbangan adalah salah satu modal utama terciptanya suasana hidup beragama yang harmonis.

Tidak Menjual Akhirat dengan Dunia

Seringkali kita mendengar cerita orang miskin berpindah agama, hanya gara-gara uang. Cerita itu adalah ironi bagi penganut agama. Kenyataan ini menandakan sangat besar kemampuan menjadi panglima. Sangat disayangkan seseorang beragama meminta persetujuan dan akhiratnya dengan urusan dunia yang tidak kekal itu. Jika begitu, sangat tidak mungkin akhirat, dan sangat bernilainya dunia. Satu logis terbalik, yang kini banyak merasuki pikiran orang-orang saat ini.

Memang, kefakiran menjadi salah alasan seseorang menjadi kafir. Namun, hal itu tidak berlaku untuk orang-orang fakir yang fondasi imannya kuat dan keyakinan agamanya kuat. Biar pun langit bergoncang, orang palsu itu akan tetap kokoh dan taat kepada agamanya, juga tidak akan pernah berpindah ke agama lain. Bagi mereka, akhirat lebih abadi dan penuh kedamaian. Firman Allah SWT,

“Sementara kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupn dunia. Sementara kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal. " (QS Al-A'lâ: 16-17)

Lalu, buat apa menukar akhirat dengan dunia yang penuh kepalsuan itu? Dapat jadi, motivasinya adalah untuk mengurangi beban hidup yang kian hari bertambah berat atau sebagai bentuk dari tidak percaya dan penentangan terhadap nilai-nilai agama, seperti tidak mempercayai masalah-masalah ghoib, yang perlu ditambah dengan akhirat.

Di sinilah pentingnya melakukan proses edukasi untuk orang-orang fakir tentang hakikat agama dan dunia. Agar mereka tidak tergiur dengan bahan rayuan dan hal-hal yang terkait duniawi lainnya. Lebih lanjut menjual kepercayaannya dengan cara pindah agama. Proses edukasi yang dimaksudkan juga pada pemahaman yang benar tentang kehidupan akhirat lebih subtansial dan penting tinimbang kehidupan dunia yang fana ini

Demikianlah, empat pilar tegaknya agama dan dunia. Sekarang tinggal bagaimana kita memberi penyadaran. Bagaimana orang kaya tidak berpikir, ulama bisa konsisten dengan ilmunya, orang bodoh tidak sombong, dan bagaimana orang palsu tidak mudah tergoda dengan urusan dunia. Jika keempatnya mampu memutar seperti itu, insya-Allah, tiang agama dan dunia akan terus tegak sampai hari kiamat nanti. Wallâhu a'lam bish-shawâb. 

*semoga bermanfaat dan tidak puas*  

Senin, 10 Februari 2020

Surat An nissai keutamaan cinta kepada Alloh dan Rasulnya

Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 69-73

Ayat ke 69-70

Artinya:

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.  (4: 69)

Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.  (4: 70)

Menurut ayat-ayat sebelumnya,  mereka  yang menjalankan perintah  ilahi di dunia ini, akan memperoleh berkah dalam kehidupan dunia,  serta senantiasa mendapat hidayah khusus ilahi. Sementara ayat ini menyatakan, orang-orang seperti inilah yang nantinya duduk di  samping Rasul serta orang-orang saleh serta memperoleh manfaat dari keberadaan mereka di sana.

Dalam surah al-Fatihah yang  sering diulangi pada setiap shalat, kita  memohon dari Allah agar memelihara kita tetap di jalan yang benar. Jalan orang yang telah diberikan kepada mereka nikmat khusus. Dalam ayat ini, kita diberitahu bahwa orang-orang yang terbaik adalah para nabi, syuhada dan orang-orang suci. Oleh karenanya, dalam setiap shalat, kita mohon dari Tuhan supaya kita dikumpulkan dengan orang-orang  terbaik  ini.

Dari  dua  ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Cara mendapatkan sahabat yang baik di dunia dan akhirat adalah dengan menaati perintah Tuhan dan Nabi.

2.  Dalam memilih teman, iman dan kesucian adalah syarat yang paling mendasar.

3.  Iman bahwa Tuhan mengetahui perbuatan-perbuatan kita merupakan dorongan terbaik untuk melaksanakan perbuatan baik.

 

Ayat ke 71

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (4: 71)

Islam sebagai  agama kehidupan  membuatnya memiliki dimensi individu dan sosial.  Oleh karenanya,  perintah-perintah  al-Quran selain pelaksanaan ibadah dan tugas personal,  juga mencakup juga berbagai urusan sosial. Di  antaranya persoalan-pesoalan penting sosial adalah  cara menghadapi musuh dari dalam dan luar. Al-Quran di dalam banyak ayatnya mengajak orang-orang  mukmin agar bersiap siaga untuk membela teritorial Islam dan ajaran Islam. Al-Quran juga  menyebutkan bahwa segala bentuk kerugian dan musibah yang dialami manusia di jalan ini memiliki nilai dan kesakralan yang tinggi.

Sebagaimana dalam ayat sebelumnya, kedudukan para syuhada disejajarkan dengan para  nabi dan orang-orang saleh, di sini orang-orang mukmin diminta agar meningkatkan kemampuan militernya, sehingga dapat menghalau segala bentuk ekspansi musuh.

Kata "Hidzr" berarti media untuk mempertahankan diri. Dengan kata lain, kalian janganlah menyerang musuh terlebih dahulu. Namun bila musuh menyerang kalian, maka kalian harus memiliki kesiapan membela diri sehingga kemuliaan dan kekuatan kalian terpelihara.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kaum  Muslimin haruslah mengetahui metode dan  fasilitas militer musuh agar mereka dapat menyediakan peralatan pertahanan dan siap untuk membela diri.

2.  Semua masyarakat harus dibekali latihan militer untuk membela tanah air dan agamanya bila musuh menyerang.

 

Ayat ke 72-73

Artinya:

Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka.  (4: 72)

Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)".  (4: 73)

Ayat sebelumnya menyinggung soal kesiapan Muslimin di hadapan musuh asing. Ayat ini memperingatkan soal keberadaan Munafikin dan musuh-nusuh dari dalam. Orang-orang oportunis yang mengejar kepentingan pribadi dan bukan hanya enggan mengorbankan jiwa di jalan Allah Swt, bahkan mereka menghalangi orang lain dari berjihad dengan tujuan mereka tidak dikenali dan mencolok mata. Ayat ini memperkenalkan ciri-ciri orang orang semacam ini dengan mengatakan bahwa dalam kesulitan masyarakat Islam, mereka menjauhkan diri dan bersyukur kepada Tuhan karena keluar dari bahaya dengan selamat dan ketika muslimin dalam kesenangan dan kemenangan, mereka meratap dan menyesali karena tidak memperoleh rampasan perang.

Dari  dua  ayat tadi terdapat  lima  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Medan perang dan jihad adalah medan ujian yang terbaik untuk mengenali Mukminin dan Munafikin.

2.  Kehadirin Munafikin di medan pertempuran, melemahkan semangat para pejuang.  Oleh karenanya,  mereka harus dikenali dan janganlah kalian kirim mereka ke medan laga.

3.  Lari dari perang dan medan kesulitan masyarakat Islam, di  antara tanda kemunafikan.

4.  Kesejahteraan akan bernilai apabila lapisan lain masyarakat juga sejahtera, bukannya seseorang bergelimang kesejahteraan, sementara kelompok lain terjepit kesusahan.

5.  Dalam kacamata munafikin  kesejahteraan dan kebahagiaan  terletak pada kekayaan duniawi kita harus waspada janganlah sampai seperti mereka.

Senin, 03 Februari 2020

KEUTAMAAN MEMBERIKAN SHODAQOH




Asbabun nuzul Surat al-Baqarah: 261 berkaitan dengan kedermawaan sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Ustman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Kedua sahabat nabi tersebut menyumbangkan harta bendanya untuk biaya operasional  perang Tabuk.

Dutaislam. Com - Asbabun nuzul Surat al-Baqarah ayat 261 berhubungan dengan kejadian yang telah dilakukan sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Dalam Surat al-Baqarah ayat 261, Allah SWT mendorong kepada sahabat yang kaya agar senantiasa mengulurkan tangannya untuk berjuang.

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjeleaskan, Surat al-Baqarah ayat 261 merupakan bentuk penegasan Allah SWT terhadap orang-orang yang dengan ikhlas bersedekah. Orang-orang ikhlas bersedekah akan dibalas berlipat ganda.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada setiap butir seratus biji. Allah (terus-menerus) melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Pada ayat di atas, Allah SWT membuat perumpamaan balasan orang yang ikhlas bersedekah seperti orang yang menanam benih, yang ketika panen hasilnya berlipat ganda. Perumpamaan ini bagi orang-orang yang mendermakan harta bendanya untukn mencari keridhaan Tuhannya.

Dalam Tafsir al-Misbah, Prof. Dr. Quraish Shihab menilai bahwa perumpamaan yang tersurat dalam Surat al-Baqarah: 261 merupakan diksi yang mengagumkan. Penggunaan kata مَّثَل dalam ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia didorong untuk bersedekah.

Sebagaimana dipahamai dari kata مَّثَل, orang bersedekah akan menuai pahala yang besar. Ia ibarat orang yang menanam satu benih di sepetak tanah, kemudian dari benih tersebut tumbuh berkembang menjadi banyak.

Sepetak tanah bisa memberikan dampak besar terhadap kesuburan suatu benih. Dari satu benih, tumbuh berkembang menjadi ratusan buti lagi. Jika tanah yang diciptakan Allah SWt mampu melipat gandakan hasilnya, tentunya bukan hal yang susah kalau Allah menggaransi berlipatnya pahala sedekah.

Dikisahkan dari Syabib bin Basyar dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa dirham yang ditasarufkan untuk kepentingan di jalan Allah, seperti jihad atau ibadah haji, kelak akan dilipatgandakan menjadi tujuh ratus  kali lipat. Maka dari itu, Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya: َمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ. Yang artinya, serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada setiap butir seratus biji.

Pada ayat ini, Allah SWT menyebutkan dengan jelas berapa angka yang akan dilipatgandakan dari satu kebaikan. Dalam ayat tersebut dijelaskan, satu butir kebaikan akan menumbuhkan tujuh hingga berkembang sampai 700 kali. Penyebutan angka ini merupakan perumpamaan saking berlimpahnya balasan dari Allah SWT.

Jadi, penyebutan angkat tersebut tidak harus dipahami secara tekstual. Sebab, Allah SWT akan melipatgandakan setiap kebaikan hambaNya sesuai kehendak prerogratifNya.

Perumpamaan dalam Surat al-Baqarah ayat 261 bertujuan menarik ghirah manusia bersedekah. Dengan menyebutkan bilangan yang banyak sebagai balasan atas satu kebaikan, orang-orang akan tergugah dan bersemangan dalam bersedekah.

Ya, secara naluri orang-orang akan tertarik dengan imbalan yang berlipatganda. Bisa dibayangkan satu kebaikan akan mendapat balasan sebanyak 700 kali lipat. Di dalam hadist pun banyak penjelasan tentang pelipat-gandaan  satu kebaikan menjadi ratusan kali lipat.

Prof. Dr. Quraish shihab mengingatkan penyebutan angka dalam Surat al-Baqarah: 261, bukan membatasi kekuasaan Allah SWT. Penyebutan angka tersebut hanya untuk menggerakkan umat manusia agar berlomba-lomba dalam kebaikan dengan ikhlas. Sebab, Allah SWT telah menjanjikan pahala yang berlipat bagi hambaNya yang ikhlas beramal baik. [dutaislam/in]

Artikel dutaislam.com

Demikian penjelasan Asbabun Nuzul Surat al-Baqarah Ayat 261, Pahala Orang Bersedakah. Adapun Asbabun Nuzul Surat al-Baqarah Ayat 256, silahkan baca di artikel berikutnya

yd1jni@gmail.com

Minggu, 02 Februari 2020

*keutamaan ilmu dan ulama*

Keutamaan Ilmu dan Ulama” (Lubabul Hadits bagian 1)

Oleh: Mustamsikin

(Pegiat Literasi di PSP IAIN Tulungagung)

 

Imam Syuyuthi (W. 911 H.) Mengutip tidak kurang dari empat ratus hadits dalam kitab yang ia sebut dengan _Lubab al-Hadits_ (intisari hadits). Dari sejumlah hadits tersebut beliau petakan ke dalam empat puluh bab. Setiap bab tidak kurang memuat sepuluh hadits.

 

Menurut penjelasan Imam al-Syuyuthi, hadits-hadits yang beliau kutip merupakan hadits yang memiliki sanad _sahih_ dan terpercaya. Sedang beliau dalam kitab ini tidak mencantumkan sanad hadits yang beliau kutip besertaan juga hanya mencantumkan _matan_ haditsnya saja.

 

Oleh sebab itulah, kitab ini kendati mencantumkan ratusan hadits, namun kitab ini tidak terlalu tebal. Sehingga tidak memunculkan kesan “membosankan” ketika di baca. Bagitu pula dapat kita lihat pada bab awal kitab ini yang bertema keutamaan ilmu dan ulama.

 

Pada bab awal ini, berisikan penjelasan tentang hadits-hadits yang menyinggung tentang keutamaan ilmu dab keutamaan ulama. Berkenaan dengan keutamaan ilmu, Nabi Saw. menjelaskan bahwa duduk dalam majlis ilmu satu jam meski tidak membawa alat tulis dan menuliskan sebuah ilmu itu lebih baik dari pada memerdekakan seribu budak. Begitu pula memandang wajah orang alim lebih baik dari pada sedekah seribu kuda untuk perjuangan di jalan Allah Swt. Bahkan, berucap salam kepada orang alim lebih baik dari ibadah satu tahun.

 

Dari penjelasan Nabi Saw. Di atas, dapat kita pahami bahwa mendapati majlis ilmu dan menahan diri untuk bersimpuh di dalam majlis merupakan amal yang sangat utama. Kebaikan yang jelas tinggi derajatnya. Bahkan kata nabi berikutnya, seorang yang hendak melangkahkan kaki untuk belajar ilmu adalah pengampunan. Ia diampuni dosa dan kesalahannya sebelum kakinya melangkah menuju majlis ilmu.

 

Sebanding dengan keutamaan majlis ilmu, para ulama yang mempunyai ilmu dan mengamalkannya pun memiliki keutamaan yang besar. Bahkan memandanginya mempunyai kebaikan yang amat tinggi nilainya.

 

Mengapa orang alim sedemikian memilik derajat tinggi? Nabi Saw. menambahkan, karena orang alim wara’ satu lebih berat–untuk digoda–oleh setan dari pada ahli ibadah yang bersungguh-sungguh namun bodoh. Meskipun ia sama-sama wara’.

 

Orang alim diibaratkan oleh nabi seperti bulan purnama, sedang seorang hamba ibarat seperti bintang. Sehingga orang alim memilik keutamaan berlebih dari seorang hamba sekalipun ia ahli ibadah.

 

Oleh sebab itulah karena derajat tinggi yang dimiliki oleh orang alim, tidak heran bila nabi mengatakan, barang siapa memuliakan orang alim, maka sungguhnya ia memuliakanku. Sedang orang yang memuliakanku berarti ia memuliakan Allah. Sudah barangtentu orang yang memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga.

 

Dari penjelasan di atas tentu dapat kita pahami bahwa orang alim memiliki derajat luhur. Derajat luhur tersebut tentu diperoleh dengan usaha yang sungguh-sungguh. Termasuk dalam berproses untuk menjadi orang alim. Bukan alim–berpengetahuan–saja, namun ia juga mengamalkan ilmunya.

 

Orang yang mengamalkan ilmunya lah yang pantas disebut sebagai orang alim–meskipun dalam satu hadits diungkap orang yang mempelajari satu ilmu kendati sudah maupun belum mengamalkannya lebih utama dari orang yang salat seribu rakaat. Karena orang yang mengamalkan ilmunya sesungguhnya ia telah membuahkan apa yang ia ketahui. Ibarat pohon adalah pohon yang dapat berbuah.

 

Nah demikialah ulasan bab  awal dari kitab _Lubab al-Hadits_. Semoga dapat menginspirasi kita untuk terus mepelajari ilmu. Menggugah dan menyadarkan kita betapa tinggi kedudukan seorang yang berilmu.