Ribuan pemudik masih bisa lolos dari penyekatan yang dilakukan oleh petugas. Penyekatan ini dinilai kurang efektif lantaran tidak ada sanksi hukum.
"Penyekatannya memang kurang efektif. Persoalannya pada pemudik yang kerinduannya sangat tinggi kepada keluarga. Maka itu mereka mudik," kata pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, saat dihubungi, Rabu (12/5/2021).
Dia menilai penyekatan ini sekadar formalitas karena tidak ada sanksi hukum. Menurutnya, sanksi hukum bisa berupa denda maupun sanksi sosial.
"Penyekatan ini lebih menekankan pada formalitas. Karena kebijakannya berubah-ubah terus tuh. Misalnya, kemudian penyekatan jebol beberapa kali. Hingga akhirnya diloloskan. Karena persoalannya tidak ada law enforcement (penegakan hukum). Jadi tidak ada sanksinya. Orang itu harusnya ada sanksi hukum. Bisa denda, bisa sosial. Tidak harus pidana," tuturnya.
Kendati demikian, menurutnya, aturan ini juga bisa memicu chaos. Pasalnya, jumlah pemudik sangat banyak.
"Risikonya bisa chaos juga. Tapi sebenarnya bisa lewat aplikasi denda. Tapi ini juga sulit karena jumlahnya banyak," ungkapnya.
Dia mengusulkan beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengendalikan pemudik ini. Yakni dari mewajibkan tes Corona pada setiap pos hingga PPKM Mikro di daerah.
"Itu di setiap pos didirikan tempat testing COVID-19. Misal tes antigen. Kalau misalnya taruhlah tes 5 kali dari Jakarta ke Jawa Tengah. Terus biayanya dia tanggung sendiri, nanti pemudik pasti mikir. Caranya begitu. Atau PPKM Mikro di jalan-jalan tikus. Jadi yang melakukan penyekatan bukan aparat lagi, tapi warga setempat di daerah," ujarnya.
Simak juga video 'Modus Pemudik Agar Lolos Penyekatan di Suramadu':
Tidak ada komentar:
Posting Komentar