Senin, 04 Oktober 2021

Krisis moral indikasi krisis akidah


الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ المُشْرِكُوْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاإِلهَ إِلا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ …أَمَّا بَعْدُ…..فَيَا عِبَادَ اللهِ ! اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاتمَوُتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Saudara-saudara kaum Muslimin rohimakumullah.

Marilah kita senantiasa meningkatkan kwalitas iman dan taqwa kepada Allah Swt, karena sebaik-baik bekal ketika kita menghadap Allah nanti adalah taqwa.

Jika kita melihat kondisi ummat Islam saat ini khusunya di Indonesia, tergambar dengan jelas betapa merosotnya akhlak sebagian ummat Islam. Dekadensi moral terjadi terutama dikalangan remaja. Sementara pembendungannya masih berlarut-larut dan dengan konsep yang tidak jelas.

Rusaknya moral ummat tidak terlepas dari upaya jahat dari pihak luar ummat islam yang dengan sengaja menebarkan berbagai penyakit moral dan konsepsi agar ummat Islam menjadi lemah dan dan akhirnya akan hancur. Sehingga yang tadinya mayoritas menjadi minoritas dalam kualitas.

Padahal nilai suatu bangsa sangat tergantung dari kualitas akhlak-nya seperti dikemukakan penyair Mesir Syauki Bik “Suatu bangsa sangat ditentukan kualitas akhlak-nya, jika akhlak sudah rusak maka hancurlah bangsa tersebut.”

Hadirin yang berbahagia.

Hampir di semua sektor kehidupan ummat mengalami krisis akhlak. Para pemimpin sibuk dengan urusannya sendiri. Para ulama’ nya mengalami kemerosotan moral sehingga tidak lagi berjuang untuk kepentingan ummat tetapi hanya kepentingan pribadi atau golongan. Para pengusaha dan orang-orang kaya melarikan diri dari tanggung jawab zakat, infaq dan sedekah sehingga kedermawanan menjadi macet dan tidak jarang berinteraksi dengan sistem ribawi serta tidak mempedulikan lagi cara kerja yang haram atau halal. Para siswa dan mahasiswa terlibat banyak kasus pertikaian, narkoba dan kenakalan remaja lainnya.

Kaum wanita muslimah terseret jauh kepada peradaban Barat dengan slogan kebebasan dan emansipasi yang berakibat kepada rusaknya moral mereka, maka tak jarang mereka menjadi sasaran manusia berhidung belang dan tak jarang dijadikan komoditi murahan. Dan berbagai macam lapisan masyarakat muslim termasuk persoalan kaum miskin yang kurang sabar sehingga menjadi obyek garapan pihak lain termasuk seperti bentuk nyatanya pemurtadan semisal kristenisasi.

Hadirin yang berbahagia.

Memang perlu dibedakan antara akhlak dan moral. Karena akhlak lebih didasari oleh faktor yang melibatkan kehendak sang pencipta sementara moral lebih penekanannya pada unsur manusiawinya. Sebagai contoh mengucapkan selamat natal kepada non muslim secara akhlak tidak dibenarkan tetapi secara moral itu biasa-biasa saja.

Akhlak secara teoritis memang indah tapi secara praktek memerlukan kerja keras. Oleh karena itu Allah SWT mengutus Nabi SAW untuk memberi contoh akhlak mulia kepada manusia. Pekerjaan itu dilakukan oleh Nabi SAW sebaik mungkin sehingga mendapat pujian dari Allah SWT “Sesungguhnya engkau berada pada akhlak yang agung “. Bahkan Rasulullah SAW sendiri bersabda

“Aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak“.

Lebih dari itu beliau menempatkan muslim yang paling tinggi derajatnya adalah yang paling baik akhlaknya.

“Sesempurna-sempurna iman seseorang mukmin adalah mereka yang paling bagus akhlaknya”

Maka tak heran Aisyah mendiskripsikan Rasulullah SAW sebagai Al Qur`an berjalan ;

“Akhlak Rasulullah SAW adalah Al Qur`an“.

Hadirin yang berbahagia.

Terjadinya dekadensi moral manusia dewasa ini memberikan gambaran bahwa ummat Islam sudah banyak yang menjauhi dan meninggalkan ajaran agamnya. Seseorang tidak akan melakukan terbuatan tercela selama iman masih terpatri dengan kuat di hatinya.

Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang beradab, atau masyarakat yang berakhlaqul karimah dibutuhkan strategi yang efektif antara lain:

1. Pembenahan Sistem Pendidikan.

Tujuan pendidikan nasional sebenarnya telah dirumuskan sangat baik dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dalam peraturan ini disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan ini lengkap dan koprehensif, namun ternyata pada praktiknya ditemukan banyak hal yang tidak searah dengan rumusan tersebut.

Dalam rumusan UU Sisdiknas misalnya, telah disebutkan bahwa pendidikan bersifat integral antara aspek keimanan dan ketaqwaan, akhlak, pengetahuan kecakapan, kreatifitas, dan kemandirian. Namun, pada praktiknya masih sangat kental adanya dikotomi ilmu dan sekularisasi ilmu. Ilmu agama dipisah dengan ilmu umum dan ilmu umum tidak dijiwai oleh agama. Pandangan dikotomis ini lebih lanjut diikuti dengan sikap minor terhadap pelajaran agama, yang menyatakan bahwa agama bukanlah ilmu, sebuah pandangan yang mengacu pada konsep filsafat ilmu ala Barat. Sikap minor kemudian diikuti dengan sikap diskriminatif bahwa agama tidak menjadi ukuran untuk menentukan kelulusan siswa. Ini terjadi beberapa waktu lalu ketika ujian nasional menjadi ukuran yang sangat dominan dalam menentukan kelulusan siswa. Saat ini telah dikoreksi namun masih saja diskriminatif.

Lebih jauh lagi masih berkaitan dengan cara pandang yang dikotomis, tanggungjawab untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama termasuk akhlaq seolah-olah hanya tanggung jawab guru agama. Implikasinya banyak guru bahkan dosen non mata pelajaran agama menjadi acuh dan masa bodoh terhadap tanggung jawab untuk menginternalisasikan nilai agama dan akhlaq pada anak didik. Bahkan sudah sering terjadi oknum guru atau dosen yang perilakunya tidak patut menjadi teladan dari perspektif agama dan akhlaq. Misalnya, ada dosen yang menjadi tokoh homoseksual tidak dianggap sebagai suatu masalah. Demikian pula ada guru yang terlibat selingkuh, bahkan tertangkap basah, hanya dipindah tugas saja. Lebih dari itu akar masalahnya terletak pada tahap rekruitmen tenaga guru atau dosen yang hampir-hampir (untuk tidak mengatakan sama sekali) tidak mengindahkan aspek akhlaq/agama. Padahal semestinya perhatian terhadap kriteria akhlaq harus sudah dimulai sejak tahapan seleksi calon mahasiswa atau siswa sekolah guru.

Masalah lain yang berkaitan dengan problem pendidikan adalah berkaitan dengan orientasi pendidikan yang lebih dominan mengejar aspek kognitif kurang memperhatikan aspek afektif dan psikomotor. Bahkan pada tahap evaluasipun yang dievaluasi juga hanya aspek kognitif.

Lebih dari itu materi pelajaran agama juga masih berorientasi pada ritual, sementara hal yang paling mendasar yaitu masalah aqidah kurang menjadi penekanan. Bahkan lebih problematis lagi ketika muncul indikasi bahwa beberapa materi pendidikan agama secara terselubung kemasukan misi kepentingan ideologi kaum liberalis pluralis seperti sikap mentolerasi terhadap aliran sesat, menolak penerapan syariah dalam bidang politik, dan sebagainya.

Dalam menyikapi masalah di atas, maka rumusan tujuan pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas yang sudah komprehensif perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan kurikulum, mekanisme pembelajaran dan sistem evaluasinya. Saat ini Kemendiknas sedang menggarap rencana pembenahan kurikulum. Tapi pembenahan kurikulum saja tidak cukup jika tanpa adanya pembenahan terhadap mekanisme pembelajaran dan sistem evaluasinya, karena kedua hal tersebut juga bermasalah.

Bila dikaitkan dengan Islam, kurikulum pendidikan harus mencakup dua misi, pertama menanamkan pemahaman Islam secara komprehenship agar peserta didik mampu mengetahui ilmu-ilmu Islam sesuai dengan kebutuhannya, sekaligus mempunyai kesadaran untuk mengamalkannya. Misi yang pertama ini berkaitan dengan muatan pendidikan agama yang menjadi pondasi bagi perilaku anak didik. Pendidikan agama tidak semata-mata mengajarkan pengetahuan Islam secara teoritik lebih-lebih hanya bersifat ritualistik dan disajikan dengan hapalan saja, sehingga hanya menghasilkan seorang islamolog, tetapi pendidikan Islam juga menekankan pada pembentukan sikap dan perilaku yang islami dengan kata lain membentuk manusia Islamist.

Dengan pendidikan agama diharapkan peserta didik bisa mengaplikasikan bagaimana etika dan tata cara seorang muslim berhubungan dengan Allah, bagaimana berhubungan dengan sesama manusia dan berhubungan dengan lingkungannya bahkan sampai hal yang praktis –misalnya- bagaimana seorang muslim berlalu lintas.

Berkaitan dengan misi yang pertama, pendidikan agama dan etika seharusnya bukan semata-mata tanggung jawab guru agama, tetapi menjadi tanggung jawab semua guru. Setiap guru bertanggung jawab menginternalilasikan nilai-nilai agama kepada peserta didik. Hal ini tidak berati bahwa semua guru harus mengajarkan materi agama, tetapi semua guru harus bisa menjadi contoh bagaimana menjadi seorang beragama yang baik. Dengan demikian rekruitmen tenaga guru termasuk dosen, harus memperhatikan aspek moral dan kepribadiannya. Orang yang moralnya bermasalah seperti guru atau dosen yang homoseksual tidak patut diangkat menjadi guru atau dosen. Demikian pula guru yang kedapatan melakukan perbuatan asusila seperti berzina atau selingkuh harus dipecat, tidak cukup dipindah kerja. Dalam kaitannya dengan ini, proses seleksi akan sangat baik apabila dimulai sejak dini yaitu pada tahapan seleksi calon siswa atau mahasiswa sekolah yang mencetak calon guru.

Yang Kedua, misi pendidikan adalah memberikan bekal kepada peserta didik agar nantinya dapat berkiprah dalam kehidupan masyarakat yang nyata, serta survive menghadapi tantangan kehidupan melalui cara-cara yang benar. Dalam hal yang kedua ini pembelajaran tentang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berdiri sendiri, tetapi harus dikaitkan dengan kesadaran bahwa dalam penerapannya harus memperhatikan kaidah-kaidah norma yang benar. Dengan demikian, ilmu yang diajarkan bukanlah ilmu yang sekular liberal, tetapi ilmu yang dijiwai oleh semangat yang menjunjung tinggi akhlaqul karimah, dan ilmu yang dijiwai nilai-nilai agama.

Evaluasi keberhasilan pendidikan harus dinilai secara komprehensif antara aspek pembentukan manusia yang bertaqwa dan berakhlaq dengan aspek pembentukan manusia yang berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Dengan demikian ukuran keberhasilannya tidak hanya dilihat dari nilai matematika, IPA, IPS dan Bahasa Indonesia saja, tetapi juga akhlaq dan perilakunya. Maka anak didik yang kedapatan hamil di luar nikah jelas-jelas tidak dapat diluluskan sekalipun nilai matematika, IPA dan IPS nya seratus.

Saat ini memang ada upaya untuk membangun opini bahwa sekolah-sekolah yang memberikan sanksi kepada anak didiknya yang kedapatan hamil di luar nikah dituduh melakukan pelanggaran HAM. Opini seperti ini sengaja diciptakan oleh agen-agen liberalis, karena itu tidak boleh dibiarkan dan harus dilawan dengan mendudukkan konsep HAM secara benar yang tidak berbenturan dengan nilai-nilai agama, moral dan etika.

2. Menggalakkan Pendidikan Non Formal di Masyarakat.

Pendidikan non formal seperti Taman Pendidikan al-Qur’an, Madrasah Diniyah, dan Majelis Ta’lim perlu digalakkan. Khususnya Majelis Ta’lim, dalam Undang-Undang RI Tahun 2003 nomor 20 Bab VI pasal 26 ayat 4 secara eksplisit menyebutkan Majelis Taklim sebagai bagian dari pendidikan non formal. Hal ini menunjukkan bahwa Majelis Taklim merupakan salah satu bagian penting dari sistem pendidikan nasional. Penyelenggaraan Majelis Ta’lim selama ini dilakukan dengan melaksanakan kegiatan ceramah umum atau pengajian Islam. Kegiatan ini banyak dilakukan di Masjid, Musholla atau juga di kantor-kantor, baik kantor pemerintah maupun swasta dan di tempat lain. Selama ini materi kajian di Majelis Ta’lim masih cenderung berorientasi tentang ritual dan belum terkurikulum. Ke depan materi kajian Majelis Ta’lim perlu dikurikulumkan sehingga lebih terarah dan lebih efektif. Materi Majelis Ta’lim perlu juga diorientasikan untuk membentengi umat dari faham-faham yang salah, menumbuhkan kepekaan masyarakat terhadap fenomena kemungkaran, memberikan motivasi kepada masyarakat untuk mampu melakukan pencegahan terhadap kemungkaran yang ada di sekelilingnya dan membentengi keluarganaya sendiri dari pengaruh-pengaruh yang merusak.

3. Menggalakkan Kegiatan Da’wah dan Penanggulangan Munkarat

Dengan model pendekatan 3 (tiga) kriteria dakwah, yaitu dakwah billisan, bil hal, dan bil qolam. Namun untuk mengatasi problem sekarang, selain da’wah bil lisan, maka da’wah bil hal harus lebih ditingkatkan, karena ruang lingkup da’wah bil hal pada dasarnya adalah menyangkut semua persoalan yang berhubungan dengan pemecahan kebutuhan pokok (basis needs) orang-seorang atau masyarakat, terutama yang menyangkut peningkatan kesejahteraannya. Da’wah bil hal, antara lain meliputi pengembangan kehidupan dan penghidupan masyarakat, dalam rangka peningkatan taraf hidup yang lebih baik, sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Karena itu harus ada upaya-upaya:

a. Mencerdaskan kehidupan masyarakat.

b. Memperbaiki kehidupan ekonomi.

c. Meningkatkan kualitas kemampuan dalam menghadapi tantangan zaman.

d. Memberi arah orientasi yang mengintegrasikan iman dan taqwa kepada Allah SWT, dengan kemampuan integritas sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia ini.

4. Pemberdayaan Peran Pesantren.

Pesantren merupakan tempat untuk pendalaman ajaran agama (ber-tafaqquh fi al-din) dan sekaligus lembaga perjuangan. Peran ini harus tetap dipertahankan. Ketika pesantren tergoda dan merubah fungsinya tidak menyelenggarakan pendidikan untuk ber-tafaqquh fi al-din atau menurunkan tensinya sebagai lembaga pendidikan ber-tafaqquh fi al-din hanya karena menuruti pasar, justru semakin melenyapkan jati diri pesantren itu sendiri. Pesantren harus tetap berperan sebagai penyeleksi berbagai budaya maupun pemikiran yang masuk, baik yang bersifat lokal seperti aliran-lairan sempalan maupun yang bersifat global seperti fenomena liberalisme. Untuk itu, para santri di samping dibekali dengan kemampuan untuk menyerap pemikiran para ulama terdahulu melalui kitab-kitab klasik, juga perlu dibekali kemampuan lebih untuk peka, cermat dan kritis membaca berbagai fenomena budaya, ide, dan pemikiran yang berkembang yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus secara sitimatis mampu memberikan jawabannya. Misalnya, ketika mencermati sebuah tayangan iklan di televisi para santri seharusnya mempunyai kepekaan bahwa ternyata ada tayangan iklan yang secara tidak langsung menyusupkan faham sekular bahkan ateis. Contoh, sebuah iklan produk air minum dalam kemasan menyebutkan bahwa air yang diproduksi adalah merupakan kebaikan alam. Kata ‘kebaikan alam” sebenarnya merupakan kata yang bernuansa sekular bahkan ateis. Kenapa si pembuat iklan tidak mengatakan dengan kalimat ‘kebaikan Tuhan’ atau lebih eksplisit kebaikan Allah, atau karunia Allah. Penyebutan kata ‘kebaikan alam’ berarti menafikan eksistensi Tuhan yang berada di balik eksistensi alam semesta.

5. Pentingnya Sinkronisasi Kerangka Berfikir Keagamaan dan Kebangsaan.

Saat ini memang ada kecenderungan yang ingin dibangun oleh beberapa fihak yaitu sikap yang alergi pada agama (khususnya Islam) yang bisa diistilahkan dengan sikap islamophobia. Sikap ini tercermin dari sikap anti-syari’ah dan sengaja diopinikan bahwa perjuangan syari’ah itu primordial dan sektarian. Maka ketika ada ide untuk melarang pornografi lewat Undang-undang, dituduhlah itu sebagai primordial dan sektarian. Lebih jauh lagi, saat ini ada yang sengaja menghubung-hubungkan antara syari’ah dan terorisme. Celakanya, banyak orang Islam sendiri yang terpengaruh. Padahal orang Islam seharusnya yakin ketika syari’ah itu diadopsi sebagai aturan, akan membawa pada kebaikan. Munculnya berbagai carut marut adalah karena orang Islamnya banyak yang menjauh dari syari’at. Hal ini adalah janji Allah Swt. Misalnya dalam Surat al-A’raf [7]: 96 Allah berfirman:

وَلَوْ أنَّ أَهْلَ الْقُرى أمَنُوْاوَاتَّقَوْالَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكتٍ مِنَ السَّمَاء وَاْلاَرْضِ وَلكِنْ كَذَّبُوْافَاَخَذْنَا هُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Demikian pula firman Allah Swt Surat al-Isra’ [17] ayat 16:

وَاِذَااَرَدْنَااَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَامُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنهَا تَدْمِيْرًا

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.

Berangkat dari pemikiran di atas, yang perlu dilakukan bukan justru menjauh dari agama tetapi bagaimana melakukan sinkronisasi antara pemikiran kebangsaan dan keagamaan. Akan sangat problematis ketika penduduk Indonesia yang mayoritas Islam kemudian dipola dengan cara islamophobia. Dalam hal ini, Ijtima Ulama MUI II di Gontor Ponorogo, 26 Mei 2006 telah mengeluarkan keputusan perlunya sinkronisasi antara kerangka berfikir kebangsaan dan keagamaan (Islam). Agama seharusnya dijadikan sebagai sumber inspirasi dan kaidah penuntun di dalam kehidupan berbangsa dan benegara, bukan malah dijauhkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Keputusan Ijtima Ulama MUI II ini dipertegas lagi dengan keputusan Ijtima Ulama MUI III di Padang Panjang, 26 Januari 2009 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara merupakan ideologi terbuka. Dalam rangka mewujudkan amanah dasar negara dan konstitusi, maka agama harus dijadikan sumber hukum, sumber inspirasi, dan kaidah penuntun dalam sistem kehidupan berbangsa dan berbegara, sehingga tidak terjadi benturan antara kerangka berfikir keagamaan dan kerangka befikir kebangsaan. []

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسِلِمْينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Khutbah Ke 2

اَلْحَمْدُلِلّهِ حَمْدًاكَثِيْرًاكَمَااَمَرَ. وَاَشْهَدُاَنْ لاَاِلهَ اِلاَّللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ. اِرْغَامًالِمَنْ جَحَدَبِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُاْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَااتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ اَمَّا بَعْدُ : فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ. وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَفِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَاصَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. فىَ الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌمَجِيْدٌ اَللّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَاوَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّاالْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ. وَسُوْءَالْفِتَنِ مَاظَهَرَمِنْهَا وَمَابَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِالْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

InshoMedia

Minggu, 03 Oktober 2021

Keutamaan Belajar

Keutamaan Belajar 
 
Ayat-ayat yang menerangkan keutamaan belajar yaitu firman Allah Ta'ala :
 
فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
 
(Falaulaa nafara min kulli firqatin minhum thaaifatun liyatafaqqa- huu fiddiin).
Artinya :"Mengapa tidak pula berangkat satu rombongan dari tiap-tiap golongan itu untuk mempelajari perkara agama". (S. At-Taubah, ayat 122).
 
 
Dan firman Allah 'Azza wa Jalla :
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
(Fas-aluu ahladz dzikri in kumtum laa ta'lamuun).
Artinya :"Maka bertanyalah kamu kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu".(S.An-Nahl, ayat 43).
 
Adapun hadits Nabi صلى الله عليه وسلم diantara lain sabdanya :
فقوله صلى الله عليه وسلم : من سلك طريقا يطلب فيه علما سلك الله به طريقا إلى الجنة.
(Man salaka thariiqan yathlubu fiihi 'ilman salakallaahu bihi tharii- qan ilal jannah).
 
Artinya :"Barangsiapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahi Allah kepadanya jalan ke sorga". (1)
 
 
1.Dirawikan Muslim dari Abi Hurairah.
 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
إنالملائكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضاء بما يصنع
(Innal malaaikata latadla'u ajnihatahaa lithaalibil 'ilmi ridlaa-an bi- maa yashna'u).
 
Artinya :"Sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya kepada penuntut ilmu, tanda rela dengan usahanya itu". (1)
 
 
Dan sabda Nabi صلىالله عليه وسلم
 
لأنتغدو فتتعلم بابا من العلم خير من أن تصلي مائة ركع
(Lian tahgduwa fatata'allama baaban minal 'ilmi khairun min an tushalliya mi-ata rak'atin).
Artinya :"Bahwa sesungguhnya engkau berjalan pergi mempelajari suatu bab dari ilmu adalah lebih baik daripada engkau melakukan shalat seratus raka'at". (2)
 
 
 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
باب من العلم يتعلمه الرجل خير له من الدنيا وما فيها
(Baabun minal 'ilmi yata'allamuhur rajulu khairun lahuu minad dunyaa wa maa fiihaa).
Artinya :"Suatu bab dari ilmu yang dipelajari seseorang, adalah lebih baik baginya dari dunia dan isinya". (3)
 
 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
 
اطلبوا العلم ولو بالصين
(Uthlubul 'ilma walau bish shiin)
Artinya :"Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina sekalipun". (4)
 
 
1.Dirawikan Ahmad. Ibnu Hlbban dan Al-Hakim dari Shafwan bin Assai.
2.Dirawikan Ibnu Abdul-Birri dari Abi Dzar.
3.Dirawikan Ibnu Hibban dan Ibnu Abdul-Birri dari Al-Hasan Al-Bashari.
4.Dirawikan Ibnu Uda dari Al-Baihaqi dan Anas.
 
 
 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
 
طلبالعلم فريضة على كل مسلم
(Thalabu! 'ilmi fariidlatun 'alaa kulli muslim).
Artinya :"Menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim ".
 
 
Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم :

وقالصلى الله عليه وسلم: العلم خزائن مفاتيحها السؤال ألا فاسألوا فإنه يؤجر فيه أربعة السائل والعالم والمستمع والمحب لهم
(Al-'ilmu khazaa-inu mafaatiihuhas- sualu. Alaa fas-aluu! Fainnahu yu'-jaru fiihi arba'atun : as-saa-ilu wal 'aalimu wal mustami'u wal muhibbu lahum).
 
Artinya :"Ilmu itu adalah gudang-gudang. Anak kuncinya pertanyaan. Dari itu, bertanyalah! Sesungguhnya diberi pahala pada bertanya itu empat orang, yaitu : penanya, yang berilmu, pendengar dan yang suka kepada mereka yang tiga tadi". (1)
 
 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
 
وقال صلى الله عليه وسلم:لا ينبغي للجاهل أن يسكت على جهله ولا للعالم أن يسكت على علمه
 
(Laa yanbaghii lil-jaahili an yaskuta 'alaa jahlihi walaa lil-'aalimi an yaskuta 'alaa 'ilmihi).
Artinya :"Tak wajarlah bagi orang yang bodoh, berdiam diri atas ke bodohannya. Dan tak wajarlah bagi orang yang berilmu, berdiam diri atas ilmunya". (2).
 
 
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dzar ra. Berbunyi :
 
حضورمجلس عالم أفضل من صلاة ألف ركعة وعيادة ألف مريض وشهود ألف جنازة
 
 
 
"Menghadliri majelis orang berilmu, lebih utama daripada mendirikan shalat seribu raka'at, mengunjungi seribu orang sakit dan berta'ziah seribu janazah".
 
 
1.Dirawikan Abu Na'im dari Ali, hadits marfu'
2.Dirawikan Ath-Thabrani dan Abu Na'lm dari Jabir. sanad dla'if
 
 
 
Lalu orang bertanya : "Wahai Rasulullah! Dari membaca Al-Quran?"
 
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم :وهل ينفع القرآن إلا بالعلم "Adakah manfa'at Al-Quran itu selain dengan ilmu?".
 
 
 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
 
منجاءه الموت وهو يطلب العلم ليحيي به الإسلام فبينه وبين الأنبياء في الجنة درجة واحدة
 
"Barangsiapa meninggal dunia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan Nabi-Nabi dalam sorga sejauh satu tingkat".
 
 
Menurut atsar (kata-kata shahabat Nabi dan pemuka-pemuka Islam), maka berkata Ibnu Abbas ra. : "Aku telah menghinakan seorang penuntut ilmu, lalu aku memuliakan yang dituntutnya".
 
Demikian pula berkata Ibnu Abi Mulaikah ra :Belum pernah aku melihat orang seperti Ibnu Abbas. Apabila aku melihatnya maka tampaklah, mukanya amat cantik. Apabila ia berkata-kata maka lidahnya amat lancar. Dan apabila ia memberi fatwa maka dialah orang yang amat banyak ilmunya".
 
 
Berkata Ibnul Mubarak ra : "Aku heran orang yang tidak menuntut ilmu! Bagaimana ia mau membawa dirinya kepada kemuliaan".
 
 
 
Berkata setengah hukama : "Sesungguhnya aku tidak belas kasihan kepada orang-orang, seperti belas kasihanku kepada salah seorang dari dua : orang yang menuntut ilmu dan tidak memahaminya dan orang yang memahami ilmu dan tidak menuntutnya".
 
 
Berkata Abud Darda' ra : "Lebih suka aku mempelajari satu masalah, daripada mengerjakan shalat satu malam".
 
 
 
Dan ditambahkannya pula : "Orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu, berserikat pada kebajikan. Dan manusia lain adalah bodoh, tak ada kebajikan padanya".
 
 
Dan katanya lagi : "Hendaklah engkau orang berilmu atau belajar atau mendengar ilmu dan janganlah engkau orang keempat (tak termasuk salah seorang dari yang tiga tadi) maka binasalah engkau ".
 
 
Berkata 'Atha' : "Suatu majelis ilmu itu, akan menutupkan dosa tujuh puluh majelis yang sia-sia".
 
 
Berkata Umar ra. : "Meninggalnya seribu 'abid, yang malamnya mengerjakan shalat dan siangnya berpuasa, adalah lebih mudah, daripada meninggalnya seorang alim yang mengetahui yang dihalal kan dan yang diharamkan Allah".
 
 
Maka Berkata Imam Asy-Syafi'i ra. :وقال الشافعي رضي الله عنه: طلب العلم أفضل من النافلة Menuntut ilmu adalah lebih utama daripada berbuat ibadah sunnah ".
 
 
Berkata Ibnu Abdil Hakam ra: كنت عند مالك أقرأ عليه العلم فدخل الظهر فجمعت الكتب لأصلي Adalah aku belajar ilmu pada Imam Malik. Lalu masuk waktu Dhuhur. Maka aku kumpul kan semua kitab untuk mengerjakan shalat.
 
 
Maka berkata Imam Malik : فقال: يا هذا ما الذي قمت إليه بأفضل مما كنت فيه إذا صحت النية Hai, tidaklah yang engkau bangun hendak mengerjakannya itu, lebih utama daripada apa yang ada engkau di dalamnya, apabila niat itu benar".
 
 
Berkata Abud-Darda' ra. :وقال أبو الدرداء رضي الله عنه: من رأى أن الغدو إلى طلب العلم ليس بجهاد فقد نقص في رأيه وعقله Barangsiapa berpendapat bahwa pergi menuntut ilmu bukan jihad, maka adalah dia orang yang kurang pikiran dan akal"

Kelebihan Ilmu

Kitab Ilmu 
 
Kelebihan Ilmu
بسم الله الرحمٰن الرحيم
كتابالعلم
وهوالكتاب الأول من ربع العبادات
 

 
Dalil-dalilnya dari Al-Qur'an, ialah firman Allah swt. :
 
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ
Syahidallaahu annahuu laa ilaaha illaa huwa wal malaaikatu waulul 'ilmi qaaiman bil qis-thi.

 
Artinya :"Allah mengakui bahawa sesungguhnya Tiada tuhan selaindaripadanya,Dan Malaikat Malaikat Mengakui, Dan Orang orang Berilmu ". S Ali Iimran ayah 18

 
Maka lihatlah, betapa Allah swt. memulai dengan diriNya sendiri dan menduai dengan malaikat dan menigai dengan ahli ilmu.

 
Cukuplah kiranya dengan ini, buat kita pertanda kemuliaan,kelebihan, kejelasan, dan ketinggian orang-orang yang berilmu.

 
Pada ayat lain Allah swt. Berfirman :
 
يَرْفَعِاللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Yarfa'illaahul ladziina aamanuu minkum wal ladziina uutul 'ilmadarajaat. S. Al Mujaadalah, ayat 11.Artinya :"Diangkat oleh Allah orang-orang yang beriman daripada kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkat".S. Al-Mujadalah, ayat 11.

 
Ibnu Abbas radliallaa.hu'anh ra. diredai Allah dia kiranya mengatakan
 

 
"Untuk ulama beberapa tingkat di atas orang mu'min, dengan 700 tingkat tingginya. Antara dua tingkat itu, jaraknya sampai 500 tahun perjalanan".

 
Pada ayat lain Allah swt. Berfirman :
 
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
Qul hal yastawil ladziina ya'lamuuna wal ladziina laa ya'lamuun.S. Az-Zumar, ayat 9.
Artinya :"Katakanlah, Adakah sama antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu?". S Az. zumar, ayat 9.

 
 
Berfirman Allah swt. :
 
إِنَّمَايَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Innamaa yakhsyallaahamin 'ibaadihil ulamaa-u
Artinya :"Sesungguhnya yang takut akan Allah daripada hambaNya ialah ulama ahli ilmu". S. Fathir ayat 28.

 
Berfirman Allah swt. :
 
قُلْكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِنْدَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ
Qul kafaa billaahi syahiidan bainii wabainakum wain an 'indahuu 'ilmul kitaab. 
Artinya :"Katakanlah! Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu dan orang-orang yang padanya ada pengetahuan tentang Al-Qur'an ". S. Ar-Ra'd, ayat 43.

 
Pada ayat yang lain tersebut :
 
قَالَالَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ
Qaalal ladzii 'indahuu 'ilmun minal kitaabi ana aatika bihi
Artinya :"Berkatalah orang yang mempunyai pengetahuan tentang Kitab "Aku sanggup membawanya kepada engkau".S. An-Naml, ayat 40.

 
Ayat ini memberitahukan bahwa orang itu merasa sanggup karena tenaga pengetahuan yang ada padanya.

 
Berfirman Allah swt. :
 
وَقَالَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
Wa qaalal ladziina uutul 'ilma wailakum tsawaabullaahi khairunliman aamana wa 'amila shaalihaa. S. Al-Qashash, ayat 80.

 
Artinya :"Berkatalah orang-orang yang berpengetahuan : Malang nasibmu Pahala dari Allah lebih baik untuk orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan baik ". S. Al-Qashash, ayat 80.
Ayat ini menjelaskan bahwa tingginya kedudukan di akhirat, diketahui dengan ilmu pengetahuan.

 
Pada ayat lain tersebut :
 
وَتِلْكَالأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلا الْعَالِمُونَ
Wa tilkal amtsaalu nadlribuhaa linnaasi wa maa ya'qiluhaa illal 'aalimuun
Artinya :"Contoh-contoh itu Kami buat untuk manusia dan tidak ada yang mengerti kecuali orang-orang yang berilmu ".S. Al-Ankabut, ayat 43.

 
Dan firman Allah Swt. :
 
وَلَوْرَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ
Walau radduuhu ilar rasuuli wa ilaa ulil-amri minhum la'alimahul Ladzin yastanbithuunahuu minhum. An nisaa Ayat 83Artinya :"Kalau mereka kembalikan kepada Rasul dan orang yang berkuasa diantara mereka niscaya orang-orang yang memperhatikan itu akan dapat mengetahui yang sebenarnya".S. An-Nisa', ayat 83.

 
Ayat ini menerangkan bahwa untuk menentukan hukum dari segala kejadian, adalah terserah kepada pemahaman mereka. Dan dihubungkan tingkat mereka dengan tingkat Nabi-nabi, dalam hal menyingkap hukum Allah.

 
Dan ada yang menafsirkan tentang firman Allah :
 
يَابَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى
Yaabanii Aadama qad anzalnaa 'alaikum libaasan yuwaarii sau-aatikum wa riisyan wa libaasut taqwaa. S. Al-A'raaf, ayat 26.Artinya :"Wahai anak Adam Sesungguhnya Kami telah turunkan kepadamu pakaian yang menutupkan anggota kelaminmu dan bulu dan pakaian ketaqwaan". S. Al-A'raf, ayat 26.Dengan tafsiran, bahwa pakaian itu maksudnya ilmu, bulu itu maksudnya yakin dan pakaian ketaqwaan itu maksudnya malu.

 
Pada ayat lain tersebut 

:
وَلَقَدْجِئْنَاهُمْ بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ
Walaqad ji'naahum bikitaabin fashshalnaahu 'alaa 'ilmin. S. Al-A'raaf, ayat 52.
Artinya :"Sesungguhnya Kami telah datangkan kitab kepada mereka, Kami jelaskan dengan pengetahuan". S. Al-A'raf, ayat 52.

 
Pada ayat lain :
 
فَلَنَقُصَّنَّعَلَيْهِمْ بِعِلْمٍ وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ
Falanaqushshanna 'alaihim bi'ilmin. Artinya :" Sesungguhnya akan kami ceritakan kepada mereka menurut pengetahuan".S. Al-A'raf, ayat 7.

 
Pada ayat lain :
 
بَلْهُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
Bal huwa aayaatun bayyinaatun fii shuduuril ladziina uutul 'ilma.S. Al-'Ankabuut, ayat 49.
Artinya :"Bahkan Al-Quran itu adalah bukti-bukti yang jelas di dalam dada mereka yang diberi pengetahuan". S. Al-'Ankabut, ayat 49.

 
Pada ayat lain :
 
خَلَقَالإنْسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
Khalaqal insaana allamahul bayaan. 
Artinya :"Tuhan menjadikan manusia dan mengajarkannya berbicara terang'.S. Ar-Rahman, ayat 3-4.Tuhan menerangkan yang demikian pada ayat tadi untuk menyatakan nikmatNya dengan pengajaran itu.

 
Adapun hadits, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم saw. Bersabda :
 
فقالرسول الله صلى الله عليه وسلم: من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين ويلهمه رشده
Man yuridil laahu bihi khairan yufaqqihhu fid diini wa yulhimhu rusydahu.
Artinya :"Barangsiapa dikehendaki Allah akan memperoleh kebaikan, niscaya dianugerahiNya pemahaman dalam agama dan diilhamiNya petunjuk". 1

 
 
Nabi saw. bersabda :
 
وقالصلى الله عليه وسلم: العلماء ورثة الأنبياء
Al-'ulamaa-u waratsatul ambiyaa-i.
Artinya :"Orang berilmu ulama itu adalah pewaris dari Nabi-Nabi". 2

 
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Mu'awlyah.
2.Dirawikan Abu Dawud, Ath-Tirdmidzi dll. dari Abld Darda'.


 
Dan sudah dimaklumi, bahwa tak ada pangkat di atas pangkat kenabian dan tak ada kemuliaan di atas kemuliaan yang mewarisi pangkat tersebut.

 
وقالصلى الله عليه وسلم : يستغفر للعالم ما في السموات والأرض

 
Yastaghfiru lil'aalimi maa fis samaawaati wal ardli.
Artinya :"Isi langit dan isi bumi meminta ampun untuk orang yang berilmu '1

 
Manakah kedudukan yang melebihi kedudukan orang, di mana para malaikat di langit dan di bumi selalu meminta ampun baginya? Orang itu sibuk dengan urusannya dan para malaikat sibuk pula meminta ampun baginya.

 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
 
إن الحكمة تزيد الشريف شرفا وترفع المملوك حتى يدرك مدارك الملوك
Innal hikmata taziidusy syariifa syarafan wa tarfa'ul mamluuka hattaa yudrika madaarikal muluuki.Artinya :"Bahwa ilmu pengetahuan itu menambahkan mulia orang yang mulia dan meninggikan seorang budak sampai ke tingkat raja-raja'.' 2Dijelaskan oleh hadits ini akan faedahnya di dunia dan sebagai dimaklumi bahwa akhirat itu lebih baik dan kekal.

 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda

خصلتانلا يكونان في منافق حسن سمت وفقه في الدين.
Khashlataani laa yakuunaani fri munaafiqin, husnu samtin wa fiqhun fid diin.
Artinya :"Dua perkara tidak dijumpai pada orang munafiq; baik kelakuan dan berpaham agama". 3

 
1.Ini adalah sebagian dari hadits Abid Darda' di atas.2.Dirawikan Abu Na'im dll. dari Anas, dengan Isnad dla'lf.3.Dirawikan Ath-Thurmldzi dari Abu Hurairah, hadits gharib hadits yang aslng isnadnya.


 
Dan janganlah anda ragu akan hadits ini, karena munafiqnya sebahagian ulama fiqih zaman sekarang. Karena tidaklah dimaksudkan oleh hadits itu akan fiqih yang anda sangkakan. Dan akan diterangkan nanti arti fiqih itu. Sekurang-kurangnya tingkat seorang ahli fiqih tahu ia bahwa akhirat itu lebih baik dari dunia. Dan pengetahuan ini, apabila benar dan banyak padanya, niscaya terlepaslah dia dari sifat nifaq dan ria.

 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
 
أفضلالناس المؤمن العالم الذي إن احتيج إليه نفع وإن استغنى عنه أغنى نفسه
Afdlalun naasil mu'minul 'aalimul ladzii inihtiija ilaihi nafa'a wa inistughniya 'anhu aghnaa nafsah. Artinya : "Manusia yang terbaik ialah mu'min yang berilmu, jika, diperlukan dia berguna. Dan jika tidak diperlukan, maka dia dapat mengurus dirinya sendiri". 1

 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
 
الإيمان عريان ولباسه التقوى وزينته الحياء وثمرته العلم
Al-imaanu uryaanun wa libaasuhut taqwaa wa ziinatuhul hayaa-u wa tsamaratuhul 'ilmu.

 
Artinya : "Iman itu tidak berpakaian. Pakaiannya ialah taqwa, perhiasannya ialah malu dan buahnya ialah ilmu ". 2

1.Dirawikan AlBaihaqi dari Abid Darda Isnad dlalif2.Dirawikan AlHakim dari Abid Darda Isnad dla'if. 


 
Nabﷺ Bersabda :
 
وقالصلى الله عليه وسلم: أقرب الناس من درجة النبوة أهل العلم والجهاد أما أهل العلم فدلوا الناس على ما جاءت به الرسل وأما أهل الجهاد فجاهدوا بأسيافهم على ما جاءت به الرسل Aqrabun naasi min darajatin nubuwwati ahlul 'ilmi wal jihaadi. Amrtiaa ahlul 'ilmi fadallun naasa 'alaa maa jaa-at bihir rusulu wa ammaa ahlul jihaadi fajaahaduu biasyaafihim 'alaa maa jaa-at bihir rusul.Artinya :"Manusia yang terdekat kepada derajat kenabian ialah orang yang berilmu dan berjihad. Adapun orang yang berilmu, maka memberi petunjuk kepada manusia akan apa yang dibawa Rasul-Rasul. Dan orang yang berjihad, maka berjuang dengan pedang membela apa yang dibawa para Rasul itu ". 1


 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
 
لموت قبيلة أيسر من موت عالم
Lamautu qabiiiatin aisaru min mauti 'aalimin.
Artinya :"Sesungguhnya mati satu suku bangsa, adalah lebih mudah daripada mati seorang yang berilmu''. 2.


 
Nabiﷺ Bersabda :
 
وقالعليه الصلاة والسلام: الناس معادن كمعادن الذهب والفضة فخيارهم في الجاهلية خيارهم في الإسلام إذا فقهوا
An-naasu ma'aadinu kama-'aadinidz dzahabi wal fidldlati, fakhi- yaaruhum fil jaahiliyyati khiyaaruhum fil islaami idzaa faquhuu.
Artinya :"Manusia itu ibarat barang logam seperti logam emas dan perak. Orang yang baik pada jahiliyah menjadi baik pula pada masa Iislam apabila mereka itu berpaham berilmu". 3


 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
 
وقالصلى الله عليه وسلم : يوزن يوم القيامة مداد العلماء بدم الشهداء
Yuuzanu yaumal qiyaamati midaadul 'ulamaa-i bidamisy syuhadaa'}

 
Artinya :"Ditimbang pada hari qiamat tinta ulama dengan darah syuhada' orang-orang syahid mempertahankan agama Allah". 4

 
1.Dirawikan Abu Naim dari Ibnu Abbas, isnad dla'lf.2.Dirawikan Ath-Thabrani dan Ibnu Abdul-Birri dari Abi-Darda3.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Huralrah.4.Dirawikan Ibnu Abdul-Birri dari Abid-Darda, isanad dla'if. 


 
Nabiﷺ Bersabda :
 
من حفظ على أمتي أربعين حديثا من السنة حتى يؤديها إليهم كنت له شفيعا وشهيدا يوم القيامة 
Man hafidha 'alaa ummatii arba'iina hadiitsan minas sunnati hattaa yuaddiyahaa ilaihim kuiitu lahuu syafii'an wa syahiidan yaumal qiyaamah.Artinya :"Barangsiapa menghafal kepada ummatku empat puluh hadits, sehingga ia menghafalkannya kepada mereka, maka aku memberi syafa'at dan menjadi saksi baginya pada hari qiamat". 1

 
 
Nabiﷺ Bersabda :
 
منحمل من أمتي أربعين حديثا لقي الله عز وجل يوم القيامة قيها عالما 
Man hamala min ummatii arba'iina hadiitsan laqiallaaha 'azza wa jalla yaumal qiyaamati faqiihan 'aaliman.Artinya :"Barangsiapa dari ummatku menghafal empat puluh hadits, maka dia akan bertemu dengan Allah pada hari qiamat sebagai seorang ahli fiqih yang 'alim". 2

 
Nabi ﷺ bersabda :
 
من تفقه في دين الله عز وجل كفاه الله تعالى ما أهمه ورزقه من حيث لا يحتسب
Man tafaqqaha fii diinillaahi 'azza wa jalla kafaahullaahu ta'aalaa maa ahammahu wa razaqahu min haitsu laa yahtasib.Artinya :" Barangsiapa memahami agama Allah niscaya dicukupkan Allah akan kepentingannya dan diberikanNya rezeqi diluar dugaannya " 3

 
1.Dirawikan Ibnu AbdulBirri dari Ibnu Umar dan dipandangnya dla'if.2.Dirawikan Ibnu AbdulBirrI dari Anas dan dipandangnya dla'if.3.Dirawikan Al-Khatlb dari Abdullah bin Juz'i Az-Zubaidi, dengan Isnad dla'if. 
Bersabda Nabiﷺ

أوحى الله عز وجل إلى إبراهيم عليه السلام يا إبراهيم إني عليم أحب كل عليم 
Auhallaahu 'azza wa jalla ilaa Ibraahiima'alaihissalaam, yaa Ibraa- hiimu innii 'aliimun uhibbu kulla'aliimin.
Artinya :".Diwahyukan Allah kepada Nabi Ibrahim alahis salam as : Hai Ibrahim Bahwasanya Aku Maha Tahu, menyukai tiap-tiap orang yang tahu berilmu". 1


 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم :ا
 
العالمأمين الله سبحانه في الأرض
Al-'aalimu amiinullaahi subhaanahu fil ardli.
Artinya :"Orang yang berilmu itu adalah kepercayaan Allah swt. di bumi". 2

 
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم 

:
صنفان من أمتي إذا صلحوا صلح الناس وإذا فسدوا فسد الناس الأمراء والفقهاء
Shinfaani min ummatii idzaa shaluhuu shaluhan naasu wa idzaa fasaduu fasadan naasu, al-umaraa-u wal fuqahaa-u. Artinya :"Dua golongan dari ummatku apabila baik niscaya baiklah manusia semuanya dan apabila rusak niscaya rusaklah manusia seluruhnya yaitu Amir-amir dan ahli-ahli fiqih". 3

 
1.Hadits ini disebutkan Ibnu AbdulBirrl dengan catatan.2.Dirawikan Ibnu AbdilBirri dari Ma'adz, dengan sanad dla'if.3.Dirawikan oleh Ibnu Abdil-Birri dan Abu Na'im dari Ibnu Abbas, dengan sanad dla'if.

 
Bersabda Nabiﷺ :

إذاأتى علي يوم ل أزداد فيه علما يقربني إلى ال عز وجل فل بورك لي في طلوع شمس
ذلكاليوم
Idzaa ataa 'alayya yaumun laa azdaadu fiihi 'ilman yuqarribunii ilaallahi 'azza wa jalla falaa buurika lii fii thuluu'i syamsi dzaalikal yaum. Artinya :"Apabila datanglah kepadaku hari, yang tidak bertambah ilmuku padanya, yang mendekatkan aku kepada Allah, maka tidak diberikan barakah bagiku pada terbit matahari hari itu ". 1

 
Nabiصلى الله عليه وسلم bersabda : Mengenai kelebihan ilmu dari ibadah dan mati syahid :
وقالصلى الله عليه وسلم: في تفضيل العلم على العبادة والشهادة فضل العالم على العابد كفضلي على أدنى رجل من أصحابي
Fadl-lul 'aalimi 'alal 'aabidi kafadl-lii 'alaa adnaa rajulin min ashhaabii.
Artinya :"Kelebihan orang berilmu dari orang 'abid orang yang banyak ibadahnya seperti kelebihanku dari orang yang paling rendah dari shahabatku ". 2

 
Lihatlah betapa Nabi saw. membuat perbandingan antara ilmu pengetahuan dan derajat kenabian. Dan bagaimana Nabi mengurangkan tingkat amal ibadah yang tidak dengan ilmu pengetahuan, meskipun orang yang beribadah itu, tidak terlepas dari pengetahuan tentang peribadatan yang selalu dikerjakan. Dan kalau tak adalah ilmu, maka itu bukanlah ibadah namanya.

 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
فضل العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب
Fadl-lul 'aalimi 'alal 'aabidi kafadl-lil qamari lailatal badri 'alaa saa-iril kawaakib.
Artinya :"Kelebihan orang berilmu atas orang 'abid, adalah seperti kelebihan bulan malam purnama dari bintang-bintang yang lain".3

1.Dirawikan Ath-Thabrani, Abu Na'im dan Ibnu Abdil-Birri dan A'isyah.
2.Dirawikan At-Tlrmidzi dari Abi Amamah dan katanya : hadits hasan shohih.
3.Dirawikan Abu Dawud. At-Tlrmidzl dll. dari Abld-Darda'.

 
Nabi صلىالله عليه وسلم Bersabda
وقالصلى الله عليه وسلم: يشفع يوم القيامة ثلاثة الأنبياء ثم العلماء ثم الشهداء 
Yasyfa'u yaumal qiyaamati tsalaatsatun : al-ambiyaa-u tsummal Halamaa-u tsummasy syuhadaa-u.

 
Artinya :"Yang memberi syafa'at pada hari qiamat ialah tiga golongan yaitu: para nabi, kemudian alim ulama dan kemudian para syuhada " 1 Ditinggikan kedudukan ahli ilmu sesudah nabi dan di atas orang syahid, serta apa yang tersebut dalam hadits tentang kelebihan orang syahid.


 
Nabiصلى الله عليه وسلم bersabda :
 
ماعبد الله تعالى بشيء أفضل من فقه في الدين ولفقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد ولكل شيء عماد وعماد هذا الدين الفقه
Maa 'ubidallaahu ta'aalaa bisyai-in afdlala min fiqhin fid diini wa lafaqiihun waahidun asyaddu 'alasy syaithaani min alfi 'aabidin wa likulli syai-in 'imaadun wa 'imaadu haadzad diinil fiqhu. Artinya :"Tiadalah peribadatan sesuatu kepada Allah yang lebih utama dari pada memahami agama. Seorang ahli fiqih adalah lebih sukar bagi syaitan menipunya daripada seribu orang 'abid. Tiap-tiap sesuatu, ada tiangnya. Dan tiang agama itu ialah memahaminya ilmu fiqhi 2


 
Nabiصلى الله عليه وسلم. bersabda : 
 
وقالرسول الله صلى الله عليه وسلم: خير دينكم أيسره وخير العبادة الفقه 
Khairu diinikum aisaruhu wa khairul 'ibaadatil fiqhu.
Artinya :"Yang terbaik dari agamamu ialah yang termudah dan ibadah yang terbaik ialah memahami agama". 3


 
1.Dirawikan Ibnu Majah dam Utsman bin Affan isnad dla'if.
2.Dirawikan Ath-Thabrani dll. dari Abu Hurairah, isnad dla'if.
3.Dirawikan Ibnu Abdil-Birri dari Anas, sanad dla'if.



 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda
 
فضلالمؤمن العالم على المؤمن العابد بسبعين درجة 
Fadl-lul mu'minil 'aalimi 'alal mu'minil 'aabidi bisab'iina darajatan. 
Artinya :"Kelebihan orang mu'min yang berilmu dari orang mu'min yang abid ialah tujuh puluh derajat". 1

 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
 
إنكمأصبحتم في زمن كثير فقهاؤه قليل قراؤه وخطباؤه قليل سائلوه كثير معطوه العمل فيه خير من العلم وسيأتي على الناس زمان قليل فقهاؤه كثير خطباؤه قليل معطوه كثير سائلوه العلم فيه خير من العمل 
Innakum ash bah turn fii zaman in katsiirin fuqahaa-uhu, qaliilin Artinya : "Bahwa kamu berada pada suatu masa yang banyak ahli fiqihnya, sedikit ahli qira'at dan ahli pidato, sedikit orang meminta dan banyak orang memberi. Dan amal pada masa tersebut lebih baik dari pada ilmu. Dan akan datang kepada ummat manusia suatu masa, yang sedikit ahli fiqihnya, banyak ahli pidato, sedikit yang memberi dan banyak yang meminta.Ilmu pada masa itu lebih baik dari amal" 2


 
Bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم .
بين العالم والعابد مائة درجة بين كل درجتين حضر الجواد المضمر سبعين سنة 
Bainal 'aalimi wal 'aabidi mi-atu darajatin, baina kulli darajataini hudlrul jawaadil mudlammari sab'iina sanatan. Artinya :"Antara orang 'alim dan orang 'abid seratus derajat jaraknya. Jarak antara dua derajat itu dapat dicapai dalam masa tujuh puluh tahun oleh seekor kuda pacuan ". 3

 
1.Dirawikan Ibnu 'Uda dari Abi Hurairah Isnad dla'if.
2.Dirawikan Ath-Thabrani dari Hizam bin Hakim, isnad dla'if.
3.Dirawikan Al-Ashfahani dari Ibnu Omar, dengan sanad dla'if.

 
Orang bertanya kepada Nabiصلى الله عليه وسلم : "Wahai Rasulullah! Amalan apakah yang lebih baik?". Maka Nabi saw. صلىالله عليه وسلم menjawab : العلمبالله عز وجل "Ilmu mengenai Allah 'Azza wa Jalla Maha Mulia dan Maha Besar!".


 
Bertanya pula orang itu : "Ilmu apa yang engkau kehendaki?". Nabi صلى الله عليه وسلم : menjawab : العلم بالله سبحانه "Ilmu mengenai Allah swt.".

 
Berkata orang itu lagi : "Kami menanyakan tentang amal, lantas engkau menjawab tentang ilmu".Maka Nabi صلىالله عليه وسلمmenjawab

:
إن قليل العمل ينفع مع العلم بالله، وإن كثير العمل لا ينفع مع الجهل بالله
"Bahwasanya sedikit amal adalah bermanfa'at dengan disertai ilmu mengenai Allah. Dan bahwasanya banyak amal tidak bermanfa'at bila disertai kebodohan mengenai Allah swt.". 1

 
Nabiصلى الله عليه وسلم Bersabda :
 
وقالصلى الله عليه وسلم: يبعث الله سبحانه العباد يوم القيامة ثم يبعث العلماء ثم يقول: يا معشر العلماء، إني لم أضع علمي فيكم إلا لعلمي بكم ولم أضع علمي فيكم لأعذبكم، اذهبوا فقد غفرت لكم 
Yab'atsullaahu subhaanahul 'ibaada yaumal qiyaamati, tsumma yab'atsul 'ulamaa-a tsumma yaquulu : Yaa ma'-syaral 'ulamaa-i Innii lam adla' 'ilmii fiikum illaa li'ilmii bikum. Wa lam adla' Artinya :"Allah swt. membangkitkan hamba-hambaNya pada hari qiamat. Kemudian membangkitkan orang-orang 'alim seraya berfirman : "Hai orang 'alimbahwasanya Aku tidak meletakkan ilmuKu padamu selain karena Aku mengetahui tentang kamu. Dan tidak Aku meletakkan ilmuKu padamu untuk memberi adzab kepadamu. Pergilah' Aku telah mengampunkan segala dosamu". 2

 
Kita bermohon kepada Allah akan husnul-khatimah!.
Adapun atsar kata-kata shahabat Nabi saw. dan pemuka-pemuka Islam lainnya yaitu :
Ali bin Abi Thalib ra. berkata kepada Kumail : "Hai Kumail..................


 
1.Dirawikan ibnu Abdil-Birri dari Anas, dengan sanad dla'if.
2.Dirawikan Ath-Thabrani dari Abi Musa, dengan sanad dla'if.


 
 
Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum hakim dan harta itu terhukum. Harta itu berkurang apabila dibelanjakan dan ilmu itu bertambah dengan dibelanjakan".

 
Berkata pula Ali ra. : "Orang berilmu lebih utama daripada orang yang selalu berpuasa, bershalat dan berjihad. Apabila mati orang yang berilmu, maka terdapatlah suatu kekosongan dalam Islam yang tidak dapat ditutup selain orang penggantinya".

 
Berkata pula Ali ra. dengan sajak :
Tidaklah kebanggaan selain bagi ahli ilmu,
Mereka memberi petunjuk kepada orang yang meminta di tunjukkan.
Nilai manusia adalah dengan kebaikan yang dikerjakannya,
Dan orang-orang jahil itu adalah musuh ahli ilmu.
Menanglah engkau dengan ilmu, hiduplah berlama
Orang lain mati, ahli ilmu itu terus hidup.

 
Berkata Abul-Aswad : "Tidak adalah yang lebih mulia dari ilmu. Raja-raja itu menghukum manusia dan 'alim ulama itu menghukum raja-raja".

 
Berkata Ibnu Abbas ra. : "Disuruh pilih pada Sulaiman bin Daud as. antara ilmu, harta dan kerajaan, Maka dipilihnya ilmu, lalu dianugerahkanlah kepadanya harta dan kerajaan bersama ilmu itu".

 
Ditanyakan kepada Ibnul Mubarak : "Siapakah manusia itu?". Maka ia menjawab : "Orang-orang yang berilmu". Lalu ditanyakan pula : "Siapakah raja itu?".

 
Maka ia menjawab : "Orang yang zuhud tidak terpengaruh dengan kemewahan dunia '.

 
Ditanyakan pula : "Siapakah orang hina itu?'.

 
Maka ia menjawab : " Mereka yang memakan memperoleh dunia dengan agama .

 
Ibnul Mubarak tidak memasukkan orang tak berilmu dalam golongan manusia. Karena ciri yang membedakan antara manusia dan hewan, ialah ilmu. Maka manusia itu adalah manusia, di mana ia menjadi mulia karena ilmu. Dan tidaklah yang demikian itu disebabkan kekuatan dirinya. Unta adalah lebih kuat daripada manusia. Bukanlah karena besarnya. Gajah lebih besar daripada manusia.

 
Bukanlah karena beraninya. Binatang buas lebih berani daripada manusia. Bukanlah karena banyak makannya. Perut lembu lebih besar daripada perut manusia. Bukanlah karena kesetubuhannya dengan wanita. Burung pipit yang paling rendah lebih kuat bersetubuh, dibandingkan dengan manusia. Bahkan, manusia itu tidak dijadikan, selain karena ilmu.

 
Berkata setengah ulama : "Wahai kiranya, barang apakah yang dapat diperoleh oleh orang yang ketiadaan ilmu dan barang apakah yang hilang dari orang yang memperoleh ilmu".

 
Bersabda Nabi sawصلى الله عليه وسلم . :
 
منأوتي القرآن فرأى أن أحدا أوتي خيرا منه فقد حقر ما عظم الله تعالى
Man uutiyal Qur-aana fara-aa anna ahadan uutiya khairan minhu faqad haqqara maa 'adhdhamallaahu ta'aalaa. Artinya : Barangsiapa dihadiahkan kepadanya Al-Quran lalu ia memandang ada lain yang lebih baik daripadanya, maka orang itu telah menghinakan apa yang dibesarkan oleh Allah Ta 'ala ".

 
Bertanya Fathul-Mausuli ra: "Bukankah orang sakit itu apabila tak mau makan dan minum, lalu mati?". Menjawab orang dikelilingnya : "Benar!".

 
Lalu menyambung Fathul-Mausuli : "Begitu pula hati, apabila tak mau kepada hikmah dan ilmu dalam tiga hari, maka matilah hati itu"

 
Benarlah perkataan itu, karena sesungguhnya makanan hati itu ialah ilmu dan hikmah. Dengan dua itulah, hidup hati, sebagaimana tubuh itu hidup dengan makanan.

 
Orang yang tak berilmu, hatinya menjadi sakit dan kematian hatinya itu suatu keharusan. Tetapi, dia tidak menyadari demikian, karena kecintaan dan kesibukannya dengan dunia, menghilangkan perasaan itu, sebagaimana kesangatan takut, kadang-kadang menghilangkan kepedihan luka seketika, meskipun luka itu masih ada.

 
Apabila mati itu telah menghilangkan kesibukan duniawi, lalu ia merasa dengan kebinasaan dan merugi besar Kemudian, itu tidak bermanfa'at baginya.Yang demikian itu, seperti : dirasakan oleh orang yang telah aman dari ketakutan dan telah sembuh mabuk, dengan luka-luka yang diperolehnya dahulu sewaktu sedang mabuk dan takut.

 
Kita berlindung dengan Allah dari hari pembukaan apa yang tertutup. Sesungguhnya manusia itu tertidur. Apabila mati, maka dia terbangun. Berkata Al-Hassan ra. : "Ditimbang tinta para ulama dengan darah para syuhada'. Maka beratlah timbangan tinta para ulama itu, dari darah para syuhada' ".

 
Berkata Ibnu Mas'ud ra : "Haruslah engkau berilmu sebelum ilmu itu diangkat. Diangkat ilmu adalah dengan kematian perawi-perawinya. Demi Tuhan yang jiwaku di dalam kekuasaanNya!. Sesungguhnya orang-orang yang syahid dalam perang sabil, lebih suka dibangkitkan oleh Allah nanti sebagai ulama. Karena melihat kemuliaan ulama itu. Sesungguhnya tak ada seorangpun yang dilahirkan berilmu. Karena ilmu itu adalah dengan belajar".

 
Berkata Ibnu Abbas ra. : "Bertukar-pikiran tentang ilmu sebahagian dari malam, lebih aku sukai daripada berbuat ibadah di malam itu". Begitu juga menurut Abu Hurairah ra. dan Ahmad bin Hanbal ra.

 
Berkata Al-Hasan tentang firman Allah Ta'ala :
رَبَّنَاآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
Rabbanaa aatinaa fiddun-ya hasanatan wa fil aakhirati hasanatan
Artinya :"Wahai Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan pula di hari akhirat". S. Al-Baqarah, ayat 201.

 
Bahwa kebaikan di dunia itu ialah ilmu dan ibadah, sedang kebaikan di akhirat itu, ialah sorga.
Ditanyakan kepada setengah hukama' para ahli hikmah : "Barang apakah yang dapat disimpan lama?".

 
Lalu ia menjawab : "Yaitu barang-barang, apabila kapalmu karam, maka dia berenang bersama kamu,

 
Yakni : ilmu, Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan karam kapal ialah binasa badan, dengan mati.

 
Berkata setengah hukama' : "Barangsiapa membuat ilmu sebagai kekang di mulut kuda, niscaya dia diambil manusia menjadi imam. Dan barangsiapa dikenal dengan hikmahnya, niscaya dia diperhatikan oleh semua mata dengan mulia".

 
Berkata Imam Asy-Syafi'i ra. : "Diantara kemuliaan ilmu, ialah, bahwa tiap-tiap orang dikatakan berilmu, meskipun dalam soal yang remeh, maka ia gembira. Sebaliknya, apabila dikatakan tidak, maka ia m eras a sedih".

 
Berkata Umar ra. : "Hai manusia! Haruslah engkau berilmu! Bahwasanya Allah swt. mempunyai selendang yang dikasihiNya. Barangsiapa mencari sebuah pintu dari ilmu, maka ia diselendangi Allah dengan selendangNya. Jika ia berbuat dosa, maka dimintanya kerelaan Allah tiga kali, supaya selendang itu tidak di buka daripadanya dan jika pun berkepanjangan dosanya sampai ia mati".

 
Berkata Al-Ahnaf ra : "Hampirlah orang berilmu itu dianggap sebagai Tuhan. Dan tiap-tiap kemuliaan yang tidak dikuatkan dengan ilmu, maka kehinaanlah kesudahannya".

 
Berkata Salim bin Abil-Ja'ad ; "Aku dibeli oleh tuanku dengan arga 300 dirham lalu dimerdekakannya aku. Lalu aku bertanya : "Pekerjaan apakah yang akan aku kerjakan?". Maka bekerjalah aku dalam lapangan ilmu. Tak sampai setahun kemudian, datanglah berkunjung kepadaku amir kota Madinah. Maka tidak aku izinkan, ia masuk".

 
Berkata Zubair bin Abi Bakar : "Ayahku di Irak menulis surat kepadaku. Isinya diantara Iain, yaitu : "Haruslah engkau berilmu! Karena jika engkau memerlukan kepadanya, maka ia menjadi harta bagimu. Dan jika engkau tidak memerlukan kepadanya, maka ilmu itu menambahkan keelokanmu".

 
Diceriterakan juga yang demikian dalam nasehat Luqman kepada anaknya.

 
Berkata Luqman : "Hai anakku! Duduklah bersama ulama ,Rapatlah mereka dengan kedua lututmu! Sesungguhnya Allah swt. menghidupkan hati dengan nur-hikmah sinar ilmu seperti menghidupkan bumi dengan hujan dari langit".

 
 
Berkata setengah hukama : "Apabila meninggal seorang ahli ilmu maka ia ditangisi oleh ikan di dalam air dan burung di udara. Wajahnya hilang tetapi sebutannya tidak dilupakan".

 
Berkata Az-Zuhri : "Ilmu itu jantan dan tidak mencintainya selain oleh laki-laki yang jantan".

Peliharalah Rasa Malu


OKTOBER







إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ 3:102 فَاسْتبَقُِوا اْلخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونوُا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيعًا إِنَّ اللهَ عَلىَ كُلِّ شَئٍ قَدِيرٌ أَمّا بَعْدُ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah .

Marilah kita senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kualitas ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan selalu menjalankan setiap perintah Allah dan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berusaha semaksimal mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk larangan Allah dan Nabi-Nya, sebagai bentuk konsekwensi mahabbah dan kecintaan kepada-Nya. 

Selalu berharap surga dan merasa takut terhadap adzab dan siksa-Nya. 

Kita senantiasa interopeksi diri dan muhasabah terhadap amalan yang telah kita lakukan.

Dengan itu kita memiliki perhitungan dan tolak ukur yang jelas, sudahkah di antara kita telah membekali diri dengan bekal yang baik untuk menghadapi perhitungan Allah SWT di saat tidak akan ada lagi pertolongan melainkan pertolongan-Nya. 

Dan pada saat itu harta dan anak keturunan seseorang tidak akan berharga.

Rasa malu (al haya’) dalam Islam adalah salah satu cabang iman. Dalam sebuah hadits Rasulullah Muhammad bersabda, “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang.

Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘La ilaha illallah’ (tauhid), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan.

Dan malu adalah salah satu cabang iman.” [HR. Bukhari, Muslim]àRasa Malu

Dari sa’id bin Zaid ra bahwa seorang lelaki berkata:

“Wahai Rasulullah berilah aku wasiat. Rasulullah saw bersabda: “Aku berwasiat kepadamu agar kamu malu kepada Allah sebagaimana engkau malu kepada seorang lelaki shaleh dari kaummu”. [Al-Zuhd, Imam Ahmad hal: 46 dan Al-Syu’ab karangan Al-Baihaqi : 6/145-146 no: 7738]

Al-haya’, sangat berbeda dengan pengertian malu dalam kamus umum atau kamus psikologi yang mengambil istilah dari Barat, di mana mengartikan malu sebagai sesuatu rasa bersalah.

Al-haya’ adalah malu yang didorong oleh rasa hormat dan segan terhadap sesuatu yang dipandang dapat membuat dirinya terhina atau melanggar prinsip syariat. 

Jika seseorang hendak melakukan sesuatu perbuatan tetapi kemudian mengurungkan niatnya karena terdapat akibat jelek yang bisa menurunkan harkat dirinya dimata orang yang dihormati, maka dia telah memiliki sifat Al-haya’.

Dalam Islam, rasa malu termasuk dalam katagori akhlaq mahmudah (akhlaq terpuji). Karena itulah Nabi mengatakan, malu adalah sebagian dari iman. Rasulullah mengatakan, “Seseorang tidak akan mencuri bila ia beriman, tidak akan berzina bila ia beriman.”

Bahkan Rasulullah juga menjelaskan qalilul haya’ (sedikit dan kurangnya malu), menyebabkan nilai ibadah menjadi hilang dan hapus.

Dalam kajian akidah-akhlaq malu itu dibagi tiga.

Pertama, malu terhadap diri sendiri. 

Merasa malu bila tidak menjalankan perintah dan tidak menjauhi larangan Allah swt.

Kedua, malu terhadap orang lain. Merasa malu bila melakukan kemaksiatan atau kemungkaran.

Ketiga, malu kepada Allah. dimanapun kita berada, kita malu tidak mentaati-Nya. 

kita yakin Allah pasti melihat dan mengawasi hamba-Nya.

Dr. Amin Abdullah Asy-Syaqawy dalam kitabnya “Al-Haya’ ” (Rasa Malu) mengatakan, di antara sifat terpuji yang diseru oleh syara’ adalah sifat malu:

Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata: “Dan akhlak malu ini termasuk akhlak yang paling baik, mulia, agung., lebih banyak manfaatanya, sifat ini merupakan sifat khsusus bagi kemanusiaan, maka orang yang tidak memiliki rasa malu berarti tidak ada bagi dirinya sifat kemanusiaan kecuali dagingnya, darahnya dan bentuk fisiknya.

Selain itu, dia tidak memiliki kebaikan apapun, dan kalaulah bukan karena sifat ini, yaitu rasa malu, maka tamu tidak akan dihormati, janji tidak ditepati, amanah tidak ditunaikan dan kebutuhan seseorang tidak akan pernah terpenuhi, serta seseorang tidak akan berusaha mencari sifat-sifat yang baik untuk dikerjakan dan sifat-sifat yang buruk untuk dijauhi, aurat tidak akan ditutup dan seseorang tidak akan tercegah dari perbuatan mesum, sebab faktor utama yang mendorong seseorang melakukan hal ini baik faktor agama, yaitu dengan mengharapkan balasan dan akibat yang baik (dari sifat yang mulia ini) atau faktor duniawi yaitu perasaan malu orang yang melakukan keburukan terhadap sesama makhluk.

Sungguh telah jelas bahwa kalaulah bukan karena rasa malu terhadap Allah, Al-Khalik dan sesama makhluk maka pelakunya maka kebaikan tidak akan pernah tersentuh dan keburukan tidak akan pernah dijauhi…..dan setererusnya.” [Dikutip dari kitab Al-Haya’ Dr.

Amin Abdullah Asy-Syaqawy, dari Darus sa’adah, Ibnul Qoyyim halaman: 277 di kitab: Nudhratun Na’im: 5/1802]

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda:

“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang menampakkan kemaksiatannya, termasuk menampakkan kemaksiatan adalah bahwa seseorang berbuat mesum pada waktu malamnya lalu pada waktu paginya padahal Allah telah menutupi kemaksiatannya, namun dia mengatakan: Wahai fulan tadi malam aku telah berbuat ini dan ini, kemaksiatannya telah ditutupi oleh Allah lalu pada waktu pagi dia menyingkap apa yang telah disembunyikan oleh Allah”. [Shahih Bukhari]

Mereka ini mendapatkan bagian dari apa yang disebutkan oleh firman Allah swt:

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. 

dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” [QS.Al-Nur: 19] ]

Dalam kitab “Madarijus Saalikin”, Ibnul Qayyim membagi malu menjadi 10 kriteria malu.

Jenis Malu

1. Malu karena berbuat salah, sebagaimana malunya Nabi Adam As yang melarikan diri dari surga, seraya ditegur oleh Allah SWT:

“Mengapa engkau lari dari-Ku wahai Adam?” Adam kemudian menjawab: “Tidak wahai Rabbi, hanya aku malu terhadap Engkau.”

2. Malu karena keterbatasan diri seperti malunya para malaikat yang senantiasa bertasbih siang dan malam. 

Pada hari kiamat mereka berkata: “Maha suci Engkau, kami tidak menyembah kepeda-Mu sebenar-benarnya.”

3. Malu karena ma’rifah yang mendalam kepada Allah SWT karena keagungan Allah SWT atas seorang hamba seperti malunya Nabi Nuh As ditegor Allah karena meminta keselamatan anaknya yang kafir.

4. Malu karena kehalusan budi, seperti malu Rasulullah Saw kepada para Sahabat dalam walimahnya dengan Zainab.

5. Malu karena kesopanan, seperti Ali bin Thalib malu bertanya kepada Rasulullah tentang hukum madzi.

6. Malu karena merasa hina kepada Allah SWT, seperti malunya para Rasul ulul azhmi untuk meminta syafaat kubra di padang mahsyar karena kebijakan / kesalahan yang pernah diperbuatnya.

7. Malu karena cinta kepada Allah SWT, bahkan ketika sendirian tidak ada seorangpun, sehingga ia selalu melakukan muraqabah, seperti kisah Nabi Musa As untuk tidak mandi dalam keadaan telanjang.

8. Malu karena ‘ubudiyah yang bercampur antara cinta, harap, dan takut. 

Seorang hamba akan malu karena yang disembahnya terlalu Agung padahal dirinya terlalu hina, sehingga mendorongnya untuk selalu ibadah.

9. Malu karena kemulian seorang hamba yang wara’ dan muru’ah sehingga biarpun ia telah memberi dan berkorban dengan mengeluarkan sesuatu yang baik, toh ia masih marasa malu kerena kemuliaan dirinya. Seperti malunya Umar bin Khattab melihat kedermawanan Abu Bakar.

10. Malu terhadap diri sendiri karena keagungan jiwa seorang hamba atas keridhaan perbuatan baik dirinya dan merasa puas terhadap kekurangan orang lain.

 Seolah-olah mereka mempunyai dua jiwa, yang satu malu dengan yang lainnya.

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ِليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Ke 2

اَلْحَمْدُلِلّهِ حَمْدًاكَثِيْرًاكَمَااَمَرَ. وَاَشْهَدُاَنْ لاَاِلهَ اِلاَّللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ. اِرْغَامًالِمَنْ جَحَدَبِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُاْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَااتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ اَمَّا بَعْدُ : فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ. وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَفِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَاصَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. فىَ الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌمَجِيْدٌ اَللّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَاوَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّاالْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ. وَسُوْءَالْفِتَنِ مَاظَهَرَمِنْهَا وَمَابَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِالْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.


Sabtu, 02 Oktober 2021

RACUN HATI



Racun Hati

إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ. وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

 jamaa kultum ...

Di awal kultum ini saya mengajak  semua untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT. 

Tiada sedetik pun dalam hidup kita, kecuali nikmat Allah swt menyertai kita. 

Kita bisa beraktifitas, masih bisa bernafas, ini semua adalah nikmat Allah. 

Mungkin banyak orang yang mengeluh dan tidak menyadari nikmat-nikmat ini karena mereka sudah terlalu dipengaruhi budaya materialisme. 

Bahwa bicara nikmat selalu di asosiasikan dengan kekayaan, harta benda, dan parameter-parameter materi lainnya. 

Jika belum kaya, merasa belum mendapat nikmat. 

Jika belum memiliki jabatan, merasa belum mendapat nikmat.

Padahal, pada hakikatnya nikmat yang paling besar adalah nikmat Islam dan iman. 

Tanpa keduanya, nikmat-nikmat lain di dunia ini justru tidak berharga. 

Shalawat dan salam atas Rasulullah SAW. 

Suri tauladan terbaik, panutan yang mulia, dan contoh yang sempurna. 

Kedudukan beliau begitu tinggi. Dan kita semua berharap bisa meneladaninya serta mengikuti pentunjuknya yang tidak lain berupa As-Sunnah. 

Jama'ah kultum yang dirahmati Alah SWT, Allah menegaskan bahwa di akhirat nanti, tidak berguna apapun yang dimiliki oleh manusia, kecuali jika ia datang kepada Allah SWT dengan hati yang bersih.

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُ  إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS. Asy-Syu'ara : 88-89)

Untuk menjaga agar hati kita tetap bersih, kita perlu menghindarkan diri dari 5 racun-racun hati. 

1. Bicara yang Berlebih-lebihan Lidah adalah nikmat.

Namun ia bisa berbuah adzab saat manusia tidak pandai menjaganya. 

Bahkan Rasulullah memperingatkan kebanyakan manusia disiksa di neraka karena tidak mampu menjaga lidah ini.

وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

Tidaklah manusia itu wajahnya dipanaskan dengan api neraka melainkan karena akibat dari lidahnya. (HR. Tirmidzi, Ibnu Mjaha dan Hakim)

Itulah jika lidah telah membuahkan pembicaraan yang berlebihan. 

Pembicaraan yang berlebihan adalah pembicaraan yang membawa madharat, atau kadar madharatnya lebih banyak daripada kemanfaatannya.

Apalagi jika tidak ada kemanfaatan sama sekali dalam pembicaraan itu. 

Pembicaraan berlebihan juga bisa berwujud dusta, menghina orang lain, mengolok-olok orang lain, atau menyakiti orang lain.

Terlebih jika pembicaraan berlebihan itu sudah tergolong fitnah. Na'udzubillah. 

Sebaliknya, dengan lidah pula, manusia bisa selamat dan mendapatkan ridha dari Allah SWT. 

Dengan demikian, maka tempat akhirnya adalah surga.

Di sana ia mendapatkan kebahagiaan abadi, kebahagiaan yang tiada putusnya. 

Karena lidah juga. Uqbah pernah bertanya kepada Nabi SAW:

"Wahai Rasulullah, apa yang bisa menyelamatkan diriku?" Rasulullah menjawab:

أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ

Jagalah lidahmu. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

2. Memandang yang Berlebih-lebihan Allah juga memberikan nikmat mata dan penglihatan kepada kita. 

Ini merupakan nikmat yang sangat besar dan orang-orang rela membayar mahal untuk mendapatkan penglihatan yang sempurna. 

Namun bersamanya, ada racun hati saat pandangan tidak terkendali. 

Karenanya Allah SWT memberikan petunjuk mengenai hal ini, kepada orang beriman baik laki-laki maupun perempuan untuk ghadhul bashar:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

 Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,... (QS. An-Nur : 30-31)

Memandang berlebihan merupakan racun hati. 

Itulah saat kita memandang lawan jenis tanpa kendali.

Dengan disengaja. 

Bukan pada pandangan pertama yang secara kebetulan kita dapatkan. 

Pandangan berlebihan ini sudah tergolong zina mata. 

Dan ia adalah racun hati yang berbahaya.

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنُ زِنْيَتُهَا النَّظَرُ

Telah ditetapkan atas manusia bagiannya dari zina, ia pasti mendapatkan hal yang demikian itu. 

Zinanya kedua mata adalah memandang... (HR. Ahmad)

3. Bergaul/ berinteraksi yang Berlebih-lebihan Manusia memang membutuhkan pergaulan dan interaksi dengan sesamanya. 

Sebab manusia adalah makhluk sosial yang takkan mampu hidup sendiri tanpa campur tangan orang lain. 

Namun pergaulan dengan sesama inipun harus tetap dalam kerangka agama. 

Bukan pergaulan yang seenaknya. 

Tanpa batas dan tanpa aturan. Memilih teman bergaul juga harus diperhatikan. 

Sebab interaksi dengan orang lain atau lingkungan selalu mengakibatkan salah satu dari dua hal: memepengaruhi atau dipengaruhi. 

Mewarnai atau terwarnai. Karenanya kita perlu menjaga dengan siapa kita bergaul dan bagaimana agar pergaulan kita tetap dalam batas-batas sya'ri, terutama jika pergaulan itu terhadap lawan jenis.

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi : 28)

4. Makan yang Berlebih-lebihan Makan yang berlebih-lebihan adalah racun hati berikutnya. 

Ia bisa menjadi sumber penyakit fisik, juga bisa mengotori dan mematikan hati. 

Selain porsinya yang wajar dan seimbang, makanan yang masuk ke perut kita hendaklah dijaga agar memenuhi dua kriteria: halal dan thayib.

Makan yang ideal adalah sepertiga kapasitas perut kita.

Sepertiganya lagi di isi air, dan sepertiganya lagi ruang untuk udara. 

Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:

مَا مَلأَ آدَمِىٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

Tidaklah manusia memenuhi suatu bejana yang lebih jelek dari perutnya. 

Cukuplah ia memakan beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang belulangnya.

Jika ia harus mengisi perutnya, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

5. Tidur yang Berlebih-lebihan Ini biasanya berhubungan erat dengan makanan. 

Makan yang berlebihan cenderung mengakibatkan tidur yang berlebihan. 

Jika dua paket ini sudah berkumpul, maka berikutnya adalah kejelekan dan kemaksiatan yang mendominasi.

Kita perlu berhati-hati. Jama'ah kultum yang dirahmati Allah SWT, Semoga lima racun hati tersebut bisa kita hindari dan Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya pada kita sehingga hati kita tetap terjaga

Jama'ah kultum yang dirahmati Allah,

Bicara berlebihan, memandang berlebihan, bergaul berlebihan, makan berlebihan, dan tidur berlebihan merupakan racun-racun hati yang tidak hanya bisa mengotori hati kita tetapi juga bisa mematikan hati kita. 

Jika demikian maka tidak ada pilihan lain kecuali kita harus menghidarinya, menjauhinya.

Tanpa itu, apalah yang bisa menyelamatkan kita di hadapan Allah kelak.

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS. Asy-Syu'ara : 88-89)

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ِليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Ke 2

اَلْحَمْدُلِلّهِ حَمْدًاكَثِيْرًاكَمَااَمَرَ. وَاَشْهَدُاَنْ لاَاِلهَ اِلاَّللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ. اِرْغَامًالِمَنْ جَحَدَبِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُاْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَااتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ اَمَّا بَعْدُ : فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ. وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَفِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَاصَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. فىَ الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌمَجِيْدٌ اَللّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَاوَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّاالْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ. وَسُوْءَالْفِتَنِ مَاظَهَرَمِنْهَا وَمَابَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِالْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.


Jumat, 01 Oktober 2021

Penghancur Iman Dan Akhlaq


OKTOBER





Penghancur Iman Dan Akhlaq

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang budaya jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi dan media lainnya. Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding senjata-senjata nuklir yang sering dipersoalkan secara internasional. Hanya saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah, sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka yang paling prihatin dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu telah melanda seluruh dunia, namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif.

Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan lewat aneka media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,dan buku-buku yang merusak akhlak.

Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan hanya di Indonesia, namun di negara-negara lain pun dilanda gelombang dahsyat yang amat merusak ini.

Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan secara dini... dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang sangat mengerikan yang dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat. Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian Charterz (seorang peneliti) yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata: “Sesungguhnya pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi (penampakan gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film menanamkan rasa senang dan membangkitkan syahwat bagi para penonton dengan cara yang sangat fulqar bagi kalangan anak-anak dan remaja itu amat sangat berbahaya.”

Peneliti ini telah mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan untuk anak-anak sedunia, ia mendapatkan bahwa:

29,6% film anak-anak bertemakan seks

27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan

15% film anak-anak berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan.

Terdapat pula film-film yang menampilkan kekerasan yang menganjurkan untuk balas dendam, memaksa, dan brutal.

Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa berlebihan dalam menonton program-program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan cenderung kepada sifat dendam dan merasa puas dengan nilai-nilai yang menyimpang. (Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-tanda atas anakku, Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28).

Jangkauan lebih luas

Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu ternyata tidak menjadi peringatan bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkauannya, melalui produksi VCD dan CD yang ditonton oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-masing. Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat Islam. Belum lagi situs-situs porno di internet.

Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api Neraka. Firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6).

Sirkulasi perusakan akhlaq dan aqidah

Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat berbagai jalur itu penduduk dunia -dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok oleh syetan-syetan perusak akhlaq dan aqidah dengan aneka bentuk. Dalam bentuk gambar-gambar budaya jahiliyah, di antaranya disodorkan lewat televisi, film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku, majalah, tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian.

Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu telah mengeroyok Muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak aqidah dan akhlaq dalam bentuk diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru dan mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam kehidupan sehari-hari yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun mengepung ummat Islam.

Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung kemaksiatan itupun diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara, ada yang dengan paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga toko dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak dengan aneka budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya tontonan sampai praktek paksaan.

Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam memperingatkan agar ummat Islam tidak mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam Bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى. (رواه أحمد في مسنده 20191).

“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah Tabaraka wa Ta’ala.” ( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).

Sikap Ummat Islam

Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang dahsyat itu. Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan pengajian, di tempat-tempat pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya menonton televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar madharatnya. Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya. Kemungkinan, tinggal sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk.

Ummat Islam adalah golongan pertama yang ingin mempertahan-kan aqidah dan akhlaq anak-anaknya itu, di bumi zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan menghindar dari serangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang sekira-nya aman dari aneka “peluru” yang ditembakkan. Sungguh!

Golongan kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang sebenarnya merusak akhlaq dan aqidah mereka dengan senang hati. Mereka beranggapan, apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor, sudah ada yang bertanggung jawab, berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa risih apalagi bersalah. Hingga mereka justru mempersiap-kan aneka makanan kecil untuk dinikmati sambil menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu. Sehingga mereka pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu, dan ingin mempraktekkannya dalam kehidupan. Tanpa disarari mereka secara bersama-sama dengan yang lain telah jauh dari agamanya.

Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap orang awam tersebut di atas.

Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku yang ditayangkan itu. Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar), atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top yang mendapat bayaran besar. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah. Yang penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal. Untuk mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu. Na’udzu billah tsumma na’udzu billah.

Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak akhlaq dan aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak akhlaq dan aqidah itu-- digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang mempertahankan akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas.

Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat jauh lebih meng-unggulkan pelawak daripada ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiyai. Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget daripada imam masjid dan khatib.

Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu didramatisir secara akal, tetapi justru secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’ yang tak didengar, namun Kalamullah pun sudah banyak tidak didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Fa nastaghfirulaahal ‘adhim.

Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya masyarakat secara drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi. Tidak tahu mana yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT.

Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan dicabutnya ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11).

Mencampur kebaikan dengan kebatilan

Kenapa masyarakat tidak dapat membedakan kebaikan dan keburukan? Karena “guru utama mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah menampilkan aneka macam yang campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan acara tentang ajaran kebaikan, nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno, merusak akhlaq, merusak aqidah, dan menganjurkan kesadisan. Lalu ditayangkan aneka macam perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu mendidik. Sehingga, para penonton lebih-lebih anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat pun demikian. Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim yang tadinya mampu membedakan yang haq dari yang batil, berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan segala cara, permissive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja.

Munculnya masyarakat permissive itu karena adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil. Yang ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus, ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah melarang pencampur adukan antara yang haq dengan yang batil:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).

Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara terus menerus, akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/ benar dan menyingkirkan yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang membolehkan kedua-duanya berjalan, akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula menumbuhkan jiwa yang berpandangan serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiwa yang tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya di mana?

Menipisnya keimanan itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat Islam dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada ummat Islam sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya kita untuk membentengi keimanan kita?

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.

Khutbah Ke 2

اَلْحَمْدُلِلّهِ حَمْدًاكَثِيْرًاكَمَااَمَرَ. وَاَشْهَدُاَنْ لاَاِلهَ اِلاَّللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ. اِرْغَامًالِمَنْ جَحَدَبِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُاْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَااتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ اَمَّا بَعْدُ : فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ. وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَفِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَاصَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. فىَ الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌمَجِيْدٌ اَللّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَاوَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّاالْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ. وَسُوْءَالْفِتَنِ مَاظَهَرَمِنْهَا وَمَابَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِالْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.